Oleh: Fikri Wardana
Karena tujuaan utama adalah meningkatkan kinerja sales-reps
melalui tindakan koreksi atas kesalahan dalam pelaksanaan sales presentation
atau mengembangkan kemampuan menjualnya, coaching bagi seorang sales-reps akan
berhasil dengan baik bila dilakukan di kantor dengan cara role-play dan juga
dilaksanakan di lapangan dengan presentasi penjualan langsung ke pelanggan.
Kedua-duanya perlu dilakukan karena semuanya mempunyai kelebihan atas yang lain
dan semuanya memang positif.
Coaching di
Kantor
Coaching di kantor dalam bentuk role-play adalah hal yang jamak dan telah dilakukan oleh semua
insan penjualan di seluruh perusahaan di Indonesia. Bagaimana dengan di negara
lain? Tidak berbeda. Menurut pengalaman penulis, rekan-rekan dari negara lain
juga melakukan hal yang sama dengan kita di Nusantara ini. Walau dalam
kenyataannya di negara kita ini tidak banyak perusahaan yang melakukannya
secara rutin, walau telah terjadual namun tidak dijalankan.
Pelaksanaan coaching di kantor melalui role-play
merupakan bentuk coaching yang sangat efektif dan efisien yang bahkan
menguntungkan banyak orang karena melibatkan seluruh anggota tim penjualan. Sehingga
setiap anggota tim dapat belajar dari cara menjual temannya.
Namun cara coaching yang efektif dan efisien ini
mempunyai kendala kronis di hampir semua perusahaan. Telah disebutkan di atas
bahwa kenyataannya hanya sedikit perusahaan yang benar-benar melaksanakan
role-play secara rutin. Itupun sering lari dari jadualnya. Kenapa? Terlalu
banyak hambatan untuk melaksanakannya. Kalau dalam artikel sebelumnya telah
disebutkan ada 5 hambatan yang bersumber utama dari supervisor, di bawah ini
masih ada hambatan lain yang datang dari sales-reps:
·
Sales-reps yang harusnya di coach tidak
hadir di kantor karena sakit (gigi / diare) mendadak, mendadak ada janji dengan
pelanggan yang dikunjungi kemarin, anggota keluarga sakit sehingga harus diantar
ke dokter dan berbagai alasan yang lain.
·
Sales-reps bersangkutan telepon ke kantor
kalau ban sepeda motornya kempes kena paku di jalan. Pagi sewaktu telepon masih
mendorong di jalan sambil mencari tukang tambal ban. Karena sudah kesiangan
lebih baik ia akan langsung ke pelanggan untuk presentasi penjualan.
Alasan yang logis bukan? Apakah supervisor/ASM/DSM akan
marah kalau anak buahnya sakit? Apakah anak buah akan di skors gara-gara ia
mengunjungi pelanggan karena untuk menepati janji? Bukantah mengunjungi pelanggan
berarti akan ada kemungkinan munculnya order dengan produk-produk yang menjadi
tanggung jawab supervisor?
Kenapa hal ini sering terjadi di perusahaan manapun baik
lokal maupun PMA?
Karena
role-play dianggap sebagai ”ajang pembantaian” sales-reps. Kenapa?
Karena dalam role-play yang berperan sebagai sales-reps diharuskan dapat
menjawab semua respon dan keberatan pelanggan. Baik yang berperan sebagai
pelanggan supervisor sendiri maupun kolega sesama sales-reps. Sering terjadi
pertanyaan yang diajukan memang sulit dijawab disertai dengan sedikit ’debat
kusir’. Hal ini membuat sales-reps kehilangan kepercayaan diri dan merasa
ternodai nama baiknya. Oleh karena itu banyak sales-reps yang enggan
melaksanakan role-play walau telah terjadual dengan baik.
Kejadian yang berulang-ulang itu terjadi karena dalam
pelaksanaan role-play tersebut tidak mengacu ke skenario role-play. Semua peran
baik pelanggan maupun sales-reps hanya ditunjuk dan dilepas berdialog tanpa ada
batasan-batasan dan arah yang jelas. Yang berperan menjadi pelanggan boleh
berbuat dan berkomentar seenaknya sendiri. Seandainya dalam role-play yang
terarah dengan menggunakan skenario, baik untuk sales-reps maupun untuk pelanggan,
dipastikan tidak akan terjadi tindakan semena-mena dan debat kusir. Karena
telah ada batasan-batasannya yang jelas.
Persembahan
Fikri C. Wardana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar