Oleh: Dadang Kadarusman
Hore!
Hari
Baru, Teman-teman.
Kalau
soal galau, orang-orang yang sudah dewasa seperti kita tidak kalah hebohnya dari
para remaja. Jika para remaja kebanyakan galau dalam pencarian identintas
dirinya, maka orang dewasa pada umumnya galau dengan identitas mata
pencahariannya. Kegalauan seperti ini sepertinya sedang mewabah dikalangan orang-orang
yang berstatus sebagai karyawan atau profesional di lingkungan kita. Khususnya
ditengah euphoria hiruk pikuk pidato tentang entrepreneurship yang seru dan
menggebu-gebu. Pengen sih jadi pengusaha….tapi....... Makin gelisah deh.
Kegalauan itu sebenarnya sangat
manusiawi. Karena hal itu menunjukkan adanya keinginan untuk membuat suatu
peningkatan atau menciptakan keadaan yang lebih baik. Sekalipun begitu, tetap
perlu berhati-hati agar kegalauan itu tidak sampai membawa kita kepada langkah
yang tidak semestinya. Kalaupun akhirnya memutuskan untuk banting stir dari
karyawan menjadi pengusaha, itu tidak semata-mata karena pengaruh dari orang lain
belaka. Dengan begitu, keputusan apapun yang kita ambil benar-benar cocok
dengan kebutuhan kita sendiri. Bagi Anda yang tertarik menemani saya
belajar mengatasi kegalauan ini, saya ajak memulainya dengan memahami dan
menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut
ini:
1. Tidak semua orang harus jadi pengusaha kok. Inilah hal yang pertama
kali mesti kita pahami. Berhentilah mempercayai kalimat-kalimat motivasi
bombastis yang menyatakan jika menjadi pengusaha itu lebih baik daripada
menjadi karyawan. Mulai sekarang, yakinilah bahwa kalimat itu tidak berlaku
bagi setiap orang. Bayangkan jika semua orang menjadi pengusaha. Siapa yang
bakal menjadi karyawannya? Jika panggilan hati Anda menjadi pekerja, sudahlah
gigih saja dalam pilihan itu. Lalu fokus untuk mendapatkan ‘perolehan’ yang
bermakna. Jika memang disana jiwa Anda, tidak perlu memaksakan diri menjadi
pengusaha. Tidak perlu galau lagi. Karena kenyataannya, tidak semua orang harus
menjadi pengusaha kok.
2. Memahami kisah yang jarang terungkap. Kebanyakan pengusaha terekspos pada saat
mereka sudah sukses. Kisah yang sampai pada kita pun, tentu kisah suksesnya. Jarang
sekali yang mengungkapkan kisah perih dan pedihnya. Jatuh dan bangunnya. Memahami
kisah hancur-hancuran seorang pengusaha sebelum sukses bisa membantu kita untuk
memahami resikonya. Sedangkan memahami resiko itu membuat kita waspada agar
bisa melakukan tindakan-tindakan dan persiapan untuk memperkecil peluang
terjadinya resiko itu. Tanpa pemahaman itu, kita bisa terjebak dalam sikap
menggampangkan sehingga kita lengah. Begitu kesulitan muncul, kita merengek;
“Lho, kok nggak seperti yang saya kira sih…?” Oh. Terlambat. Makanya, pahami
kisah yang jarang terungkap dari perjalanan perjuangan mereka. Agar kita
waspada.
3.
Matre itu juga bisa positif kok.
“Bisnis itu soal melakukan sesuatu yang kita sukai. Kita cintai. Kita gandrungi.
Bukan soal uang.” Begitulah yang sering digembar-gemborkan. Itu hanya benar
bagi mereka yang sudah memiliki kecukupan untuk menjalani sisa hidupnya. Bagi
kebanyakan orang, bisnis itu adalah soal mendapatkan uang untuk menjalani hidup
dengan layak. Mengapa mesti banting stir dari pegawai menjadi pengusaha jika
hanya melakukan pekerjaan yang ‘kita cintai itu’? Lha, duite endhi? Duitnya
mana? Tidak usah takut disebut ‘cowok atau cewek matre’ deh. Biar pun kita suka
sekali melakukannya, jika tidak menghasilkan uang; itu bukan entrepreneur
namanya. Bahkan pengusaha hebat pun berani menutup bisnisnya yang tidak
menghasilkan. Lha, kita? Kok malah melakukan sesuatu yang asal kita senangi,
meski tidak menghasilkan.
4.
Bersegera, bukan tergesa-gesa.
Baiklah. Sekarang Anda sudah
bulat hati untuk banting stir menjadi pengusaha. Sudah mengetahui kisah tak
terungkap hingga siap mengantisipasi resikonya. Dan sudah tidak malu disebut cowok matre. “Apa
lagi? Mulai saja!” Hey, waspadalah terhadap ketergesaan. Segala sesuatu juga
akan indah pada saatnya. Kita memang tidak boleh menunggu terlalu lama. Nanti
malah nggak jadi. Kita mesti bersegera. Tetapi tidak berarti tergesa-gesa. Kenapa?
Karena orang yang tergesa-gesa sering ceroboh baik dalam perencanaan, persiapan,
maupun pelaksanaan. Tapi kan orang bilang kesempatan tidak datang dua kali?
Mending kehilangan kesempatan yang satu itu daripada hancur berantakan ditengah
jalan. Kenyataannya, dunia tidak pernah lelah memberi beragam kesempatan bagi
siapa saja yang selalu siaga pada saat yang tepat. So, bergegaslah. Tapi tidak
tergesa-gesa.
5.
Mendorong, bukan menjerumuskan.
Kalau sudah menjadi pengusaha sukses kelak, Anda mungkin akan diminta menjadi
narasumber untuk memotivasi calon-calon entrepreneur lainnya. Ketika saat itu tiba,
maka bantulah para calon entrepreneur yang sedang Anda motivasi itu untuk
memahami bukan sekedar enaknya saja. Dan bukan pula
melihat suksesnya belaka. Tetapi juga kisah bagaimana di sepanjang perjalanan
itu Anda menghadapi hujan badai dan ombak ganas yang membuat sekujur tubuh Anda
menggigil lahir dan batin. Dengan begitu, mereka bisa mempersiapkan pelampung
dan pelindung untuk berjaga-jaga jika harus menghadapi badai yang sama atau
mungkin lebih ganas dari itu. Semoga, akan lebih banyak lagi pengusaha pemula
yang berhasil mengarungi samudera kewirausahaan itu daripada yang tenggelam karena
tidak menyadari resikonya.
Saya
percaya bahwa setiap orang terlahir dengan cetak biru kehidupannya
masing-masing. Ada yang memang tepat untuk menjadi entrepreneur, dan ada pula
yang lebih optimal hidupnya jika menjadi karyawan profesional. Toh pengusaha
sukses pun membutuhkan karyawan yang handal. Begitu pula sebaliknya. Fakta ini
semakin menguatkan kenyataan bahwa kita semua, ada untuk saling melengkapi satu
sama lain. So, nggak perlu galau lagi deh. Jika kita berhasil menemukan dan
menjalani cetak biru kehidupan kita dengan sebaik-baiknya, maka semuanya akan
baik-baik saja. Insya Allah.
Salam hormat,
Mari Berbagi
Semangat!
Catatan Kaki:
Jadi
karyawan atau pengusaha? Akan sama berhasil dan puasnya, selama kita bisa
mengoptimalkan kapasitas diri yang kita miliki.
Silakan di-share jika naskah ini Anda
nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu.
Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda
tidak berkurang karenanya.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
DEKA - Dadang Kadarusman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar