Minggu, 23 Desember 2012

Leaderism#10: Bawahan Baik Jadi Atasan Baik

Oleh:  Dadang Kadarusman


Hore!
Hari Baru, Teman-teman.
 
Semua orang yang belum menjadi atasan, ingin menjadi atasan yang baik. Tepatnya, semua percaya bahwa jika kelak dirinya menjadi seorang atasan; tentu mereka bisa menjadi atasan yang baik. Kepercayaan ini setengahnya merupakan sifat percaya diri, dan setengahnya lagi tidak lebih dari sekedar klaim kosong belaka. Sebenarnya sekedar klaim juga tidak apa-apa jika memang bisa dibuktikan dengan kemampuan yang sesungguhnya. Tapi, bagaimana mengetahui jika kita bisa menjadi atasan yang baik sebelum kita benar-benar menjadi atasan? Bukankah orang yang sudah menjadi atasan pun banyak yang tidak bisa membuktikan klaim keyakinannya itu?
 
Ayah saya – seorang petani – bisa meramalkan bibit yang kelak bisa menghasilkan pohon yang banyak buahnya. Yaitu, bibit yang diambil dari buah yang bagus. Artinya, kalau Anda ingin mendapatkan pohon yang berbuah bagus, maka Anda harus mengambil biji dari buah yang bagus. Begitu pula dengan calon pemimpin dimasa depan. Ada cara sederhana untuk ‘meramalkan’ apakah seseorang bisa menjadi atasan yang baik, kelak. Lihat saja kualitas pribadinya ketika dia menjadi bawahan. Jika seseorang sanggup menjadi bawahan yang baik untuk atasannya maka dia punya peluang besar untuk menjadi atasan yang baik nantinya. Seseorang yang tidak bisa menjadi bawahan yang baik? Kecil sekali peluangnya untuk menjadi atasan yang baik. Bagaimana mungkin bisa menjadi atasan yang baik jika dia tidak sanggup menjadi bawahan yang baik.  
 
Menjadi bawahan yang baik itu tidak berarti menjadi pribadi yang ‘Yes, Mam’ atau ‘Yes Sir’ belaka kok. Karena mereka yang ABS tidak termasuk bawahan yang baik. Bawahan yang baik itu ada kalanya harus menjari supporter kuat bagi atasannya. Dan ada kalanya, harus menjadi sparing partner yang tangguh. Seorang sparing partner tidak pasrah begitu saja menerima apapun yang dilakukan atasannya. Dia menangkis, menghindar, bahkan menyerang. Dalam hubungan atasan dan bawahan, sparing partner berarti menempatkan diri sebagai orang yang sanggup memberikan masukan kepada atasan, melengkapi hal-hal yang masih kurang, atau menawarkan alternatif dan solusi yang lebih baik. Ketika menjadi sparing partner itulah seseorang secara tidak langsung melatih dirinya menjadi seorang atasan.
 
Bagaimana seandainya dia dipimpin oleh atasan yang buruk? Tidak ada bedanya. Malahan, atasan yang buruk dalam banyak situasi bisa menempanya dengan lebih intensif. Ingat istilah kawah candra dimuka? Itu adalah kawah tempat para ksatria ditempa. Kawah yang sangat panas sehingga hanya pribadi-pribadi yang benar-benar tangguh dan tahan banting saja yang bisa lulus dari ujian terberatnya. Atasan yang buruk, sering lebih mampu memainkan fungsi sebagai kawah candra dimuka. Ketika atasan buruk bersikap lembek, maka kelembekannya menjadi contoh betapa sikap lembek yang tidak pada tempatnya melemahkan kualitas kepemimpinan seseorang. Ketika atasan yang buruk bersikap kasar, maka kekasarannya itu menjadi pelajaran berharga bagaimana seharusnya seorang atasan memperlakukan anak buahnya.
 
Kalau dipimpin oleh atasan yang baik, kelihatannya tidak perlu kita bahas panjang lebar. Karena, mendapatkan pemimpin yang baik itu merupakan sebuah anugerah yang tiada ternilai, bukan? Beruntung sekali kalau kita mendapatkan atasan yang baik. Maka pertanyaanya kemudian adalah; seandainya kelak kita menjadi seorang atasan, apakah anak buah kita akan mendapatkan keberuntungan itu atau tidak?
 
Untuk memastikan hal itu, kita mesti belajar menjadi bawahan yang baik untuk atasan kita terlebih dahulu. Jika saat ini Anda belum menjadi atasan; maka ini adalah saat yang paling tepat untuk memulai proses pembelajaran itu. Sekalipun – misalnya – sekarang Anda dipimpin oleh atasan yang kurang baik, namun Anda punya kesempatan untuk mempelajari; hal-hal yang perlu Anda hindari ketika memimpin orang lain nanti.
 
Misalnya. Jika atasan Anda plin-plan. Tidak enak dipimpin atasan plin-plan, bukan? Bagaimana memastikan kelak kita tidak menjadi atasan plin-plan seperti dirinya. Jika atasan Anda yang sekarang tidak adil, pilih kasih, suka membeda-bedakan berdasarkan selera pribadinya saja; maka Anda bisa merasakan betapa sakitnya dipimpin dengan atasan seperti itu. Jika atsan Anda hanya bisa memerintah saja, tanpa mau peduli kesulitan anak buahnya dilapangan; Anda tahu itu bukan cara memimpin yang tepat. Apapun yang dilakukan atasan buruk Anda, merupakan pelajaran penting untuk menjadikan diri Anda atasan yang baik dimasa depan.
 
Dan jika atasan Anda itu memimpin dengan cara yang baik, maka Anda bisa belajar dengan merasakan; bagaimana perasaan seorang anak buah ketika dipimpin oleh atasan yang baik. Sehingga Anda bisa memperkirakan; bagaimana perasaan anak buah Anda, ketika Anda memimpin mereka kelak. Yang jelas, seorang atasan yang baik itu tidak dihasilkan dari jenis anak buah yang buruk saat ini. Atasan yang baik, dihasilaknd ari sikap dan perilaku yang baik ketika dia menjadi bawahan.
 
Jika kita menjadi anak buah yang buruk saat ini, maka kita mungkin akan menjadi atasan yang butuk nanti. Tapi, jika sekarang kita bisa menjadi anak buah yang baik; kita bisa menjadi atasan yang hebat kelak. Jadi, apapun jenis atasan yang Anda dapatkan sekarang – bersyukurlah – karena melalui bentuk kepemimpinan atasan itu; Anda bisa belajar menjadi atasan yang baik, untuk anak buah Anda kelak. Ingin menjadi atasan yang baik? Yuk kita terlebih dahulu praktek menjadi anak buah yang baik. Yang tetap bersikap dan berperilaku baik. Berkontribusi baik. Dan mengambil pelajaran yang baik, di setiap situasi yang kita hadapi. Insya Allah, kelak kita menjadi atasan yang baik.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman 7 Agustus 2012
 
Catatan Kaki:
Seperti buah yang buruk tidak menghasilkan bibit pohon yang baik, bawahan yang buruk tidak mungkin menjadi atasan yang baik.
 
Ingin mendapa
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman

Bagaimana Nasib Kita Saat Globalisasi Tiba???


Oleh : Made Teddy Artiana

Cilacap, 3 Juli 2012
Tulisan ini kutulis saat sedang menempati mess khusus di tengah ratusan para profesional dari Beijing yang dipekerjakan di proyek.

Dihire oleh perusahaan internasional China dalam sebuah pembuatan company profile seperti ini jelas merupakan sebuah petualangan mengasyikkan buatku dan teamku Tjampuhan Indonesia.

Caveat bagi Indonesia Inc.!


Oleh: Andre Vincent Wenas

“Sapere aude! (beranilah berpikir mandiri!)” – semboyan abad pencerahan Eropa.

***

    Disaat sukubunga simpanan rata-rata di kawasan Eropa ada di kisaran titik
nadir (sekitar 1%, bahkan kurang), maka – diduga – banyak “uang nganggur” dari
para trilyuner Indonesia (juga pemodal asing) yang (kembali) diparkir di
Indonesia yang nota bene masih menawarkan suku bunga deposito yang jauh lebih
menawan (sekitar 5%-6%). Likuiditas yang tinggi ini seyogianya segera
dimanfaatkan – terutama oleh pemerintah – lewat pelbagai instrumennya agar bisa
disalurkan ke sektor riil.

Sabtu, 22 Desember 2012

Personalism#12: Pura-pura Tidak Mampu



Oleh:  Dadang Kadarusman

Hore!
Hari Baru, Teman-teman.
 
Pura-pura tidak mampu. Ini kalimat yang agak mengada-ada. Memangnya ada ya orang yang pura-pura tidak mampu? Kelihatannya sih demikian. Buktinya, cukup banyak juga orang yang sebenarnya bisa mengerjakan tugas-tugas menantang yang cukup sulit, namun lebih suka menghindarinya. Di dunia olah raga, juga ada yang berpura-pura tidak sanggup mengalahkan lawannya. Para atlit punya tujuan yang jelas mengapa mereka berpura-pura kalah. Mereka membiarkan lawan menang, agar pada pertandingan berikutnya tidak berhadapan dengan lawan yang berat. Itu bagian dari strategy bertanding, meskipun dianggap bertentangan dengan sportivitas. Tapi di dunia kerja, apa tujuan orang berpura-pura tidak mampu?
 

Karyawan Bersuara Emas


Oleh:  Hendrik Ronald

2 hari yang lalu saya naik salah satu maskapai penerbangan di Indonesia. Saya meminta makanan vegetarian. Itu adalah yang ke-3 kalinya saya makan hidangan vegetarian di sana. Namun ternyata saya terus dihidangkan makanan yang persis sama. Saya lalu memberikan saran kepada flight attendant-nya (pramugari) agar ada variasi menu.

Mereka merespon saya seperti ini, “Pak, bapak tulis di customer suggestion form saja yah. Soalnya suara bapak lebih kuat. Suara kami tidak didengarkan. Kalau customer yang ngomong pasti lebih didengarkan.”

Personalism#11: Berdiam Diri VS Memperbaiki Diri


Oleh:  Dadang Kadarusman

Hore!
Hari Baru, Teman-teman.
 
Mudah-mudahan Anda masih ingat kisah tentang Kepiting air payau yang mati didalam air tawar kemarin. Selain memberi inspirasi untuk menjadi pemimpin yang memahami kebutuhan anak buahnya, kejadian itu juga memberi inspirasi tentang pengelolaan diri sendiri. Oleh karena itu, ijinkan saya berbagi dengan Anda tentang pelajaran lain yang bisa kita petik dari kejadian itu. Mari mulai dengan pertanyaan agak pilon ini: Apa sih bedanya kita dengan kepiting?
 

The Fine Day 01.08.2012 : "Nasib itu diciptakan!"



Dear Sahabat MnL yang penuh imajinasi,

Selamat siang,

Jumpa lagi dengan saya dalam momen "The Fine Day" 1 Agustus 2012, dan kali ini saya akan berbagi dengan tema:


"NASIB ITU DICIPTAKAN!"