Oleh: Dadang Kadarusman
Mestinya kehebohan sudah mereda.
Tapi untuk kali ini ternyata tidak.  Meskipun orang-orang di kubikal sudah tahu jika Natin batal jadi Managing Director, tapi kegundahan mereka tidak juga  berakhir.
Mungkin Natin  cukup tahu diri. Jabatan itu bukan untuk orang seperti dirinya. Tapi,  bukankah banyak orang yang tahu kalau dirinya sendiri tidak cocok untuk  suatu jabatan. Namun ngotot ingin mendapatkan jabatan itu?
Banyak kok orang yang  nggak peduli kapasitas dirinya. Tapi, mereka berebut kursi-kursi  bergengsi. Pake cara apa saja, jika perlu. Ah, mungkin itu tanda jika  sebenarnya mereka tidak tahu diri.
Tapi apakah iya penolakan Natin  disebabkan oleh dia sendiri yang tahu diri? Mungkin dia takut  dilecehkan oleh anak buahnya kelak. Mungkin dia khawatir kehilangan  wibawa dimata orang-orang yang dipimpinnya. 
Tapi kan kalau pun itu terjadi, Natin kan  bisa sembunyi dibalik ketiak Pak Presiden Direktur. Toh banyak juga  orang yang berperilaku begitu. Jika anak buahnya sudah tidak bisa  diatur, ya tinggal minta memo dari Presiden Direktur. Executive decision, istilahnya. Kalau sudah begitu, kan nggak bakal ada lagi yang berani membangkang.
Natin ini benar-benar lugu. Polos. Atau...
Mungkin juga sebenarnya dia orang yang dungu. Ah, tak seorang pun tahu.
Tapi, kalau memperhatikan perilaku. Gerak gerik. Cara berbicara. Dan cara Natin  menjalani hari-hari kerjanya. Semua orang bisa merasakan jika dia itu  bukanlah OB biasa. Beda banget dengan bayangan setiap orang tentang  gambaran OB pada umumnya.
Natin punya sesuatu yang menyebabkan kata-katanya didengar orang. Termasuk semua orang di kubikal. Maupun Pak Mergy. Bahkan, kenyataan dia dipanggil Pak Presiden Direktur selama itu menunjukkan jika Natin bukanlah orang sembarangan.
Tapi, kalau benar Natin  itu bukan orang sembarangan. Kenapa dia memilih menjadi OB sih?  Benar-benar membingungkan. Seperti mimpi. Atau dongeng-dongeng masa  lalu. Tapi kan, sekarang kan bukan lagi zamannya dongeng seperti itu. 
Inilah yang menyebabkan kisah Natin menarik untuk dikaji. Dengan rasa ingin tahu yang tinggi, para penghuni kubikal kembali merapatkan diri. Topik kali ini adalah mencari justifikasi, mengapa orang seperti Natin mau menjadi OB.
”OB itu kerjaannya  ringan.” itu adalah kalimat yang meluncur dari mulut Opri. Semua orang  setuju. Kerjaan OB kan ringan. Cocok untuk orang yang suka  males-malesan.
”Elu yakin kerjaan OB itu ringan?” sergah Fiancy. Semua ladies di kubikal saling pandang. Nggak benar-benar ngerti maksudnya.  
”Gue sih, mendingan  kerja sampai tengah malam di kantor daripada mesti ngepel, nyuci piring  kotor, dan beresin ini itu di rumah....”
”Yeeee, kerjaan OB kan nggak gitu-gitu amat kaleeeeee...” bantah para working ladies.
Fiancy dengan mudah  menangkisnya menggunakan satu kalimat ampuh ini; ”Lah, intinya sama aja.  Babu-babu juga.” Kata-katanya membuat semua orang di kubikal  mengakui, bahwa kerjaan OB itu nggak termasuk gampang. Apa lagi dengan  gajinya yang kecil itu. Nggak kebayang deh bisa hidup dengan penghasilan  segitu.
”Aaahaa, gue tahu.”  Sekris menggoyang-goyangkan pinggulnya yang aduhai. Semua orang menatap  kearahnya. Bukan karena kata-katanya. Tapi karena goyangan badan  bongsornya yang hot itu membuat seluruh kubikal bergetar.
”Siapa diantara elo  pade yang bisa leluasa masuk ke ruangan para boss? Ada?” Wajahnya yang  bulat berhias senyum menatap berkeliling orang-orang kubikal.
”Yaaa...” Penghuni kubikal ternganga... ”Elo dong Kris. Elo kan sekretaris.” kata mereka seperti paduan suara.
”Bukan. Bukan gue.”  sanggah Sekris. ”Gue hanya bisa masuk leluasa ke ruangan Pak Mergy. Tapi  gue nggak bisa masuk begitu aja ke ruang manager lain. Apa lagi para  direktur,” lanjutnya. 
”J-jadi..., maksud eloh....” Aiti yang sedari tadi mengerut-ngerutkan dahi paling cepetan menangkap maksud Sekris. ” Natin suka jadi OB karena dia punya akses ke semua orang penting di kantor ini.....”
Semua orang di kubikal saling menatap. Sekarang mereka mengetahui betapa cerdasnya Natin dengan strategi itu. 
”Tapi, apa yang dia dapat dari akses ke semua orang penting itu?” Fiancy menyela.
”Hmmmh...” Aiti  mengangguk-angguk. ”Kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh  dirinya sendiri Fi,” katanya. ”Melainkan dengan siapa saja dia  berteinteraksi.....” lanjutnya.
Sekarang semua orang di kubikal menyadari benar apa yang menyebabkan Natin  mau jadi OB. Mereka tak kuasa berkata-kata lagi. Kecuali hanya bisa  menggangguk-anggukan kepala aja. Persis seperti boneka leher per yang  dipajang  di dashboard mobil.
”Nah, kalian  ngangguk-ngangguk soal apa lagi?” jantung mereka nyaris berhenti ketika  suara Pak Mergy menyeruak ditengah keheningan.
Tak ada pilihan lain  kecuali membeberkan kesimpulan penting itu kepada Pak Mergy. Karena Aiti  yang berhasil menemukan kesimpulan itu, maka dialah yang bertanggung  jawab untuk menjelaskannya pada beliau.
”Weeeeekekek kekek...... Weekekek kekek....Weeekekek kekek....” tawa Pak Mergy memenuhi seluruh langit kubikal.
”Kalian ini ada-ada  saja,” katanya ketika berhasil menguasai diri kembali. ”Mana ada OB yang  bisa mikir sampai sejauh itu wekekekekek.....” Tawanya belum sepenuhnya  habis. ”Sudahlah. Kalian semuanya salah.” lanjutnya.
”K-kalau begitu...” Opri memberanikan diri. ”A-pa yang.... membuat Natin mau menjadi OB Pak? ” lanjutnya.
”Karena jadi OB itu  dirindukan oleh semua orang!” Pak Mergy menjawabnya dengan spontan.  Seperti tersambar petir. Rambut orang-orang kubikal hampir berdiri semuanya.
Masuk akal. Nggak ada  yang pusing memikirkan para manager dan boss kalau mereka tidak  kelihatan di kantor. Semua orang bekerja seperti biasanya. Malah banyak  anak buah yang kepengen bossnya hilang setiap hari. Kalau perlu, biar  ditelan oleh bumi. 
Ahhhh.... cerdas benar Pak Mergy menemukan jawabannya. Mereka hampir saja menyalami beliau karena temuannya yang genius itu.
Namun, ketika mereka  melihat ke tempat dimana tadi Pak Mergy berdiri. Ternyata beliau sudah  melangkah pergi sambil menundukkan kepalanya. Dia terlihat sedih sekali.
Dalam keheningan itu.  Samar-samar suara Pak Mergy kembali terdengar. ”Kenapa sih, kok kalian  nggak merindukan saya seperti kalian merindukan Office boy itu...” 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa menjadi OB berarti menjadi somebody yang dirindukan oleh semua orang. Di kantor itu tidak ada orang yang lebih dirindukan dari pada Natin. Jika dia nggak ada, pasti dicari oleh siapa saja. Popularitasnya melebihi semua orang di kubikal. Bahkan termasuk Pak Presiden Direktur sekali pun.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Author and Trainer of ”Natural Intelligence Leadership” 
Catatan Kaki:
Tidak ada orang yang paling dirindukan kehadirannya di kantor melebihi seseorang yang kita sebut sebagai Office BoySilakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar