Jumat, 16 Maret 2012

Avatar dan Hiruk Pikuk di Kopenhagen


Oleh: Andre Vincent Wenas


“Everything is backwards now, like out there is the true world and in here is the dream” Dan... “They've sent us a message... that they can take whatever they want. Well we will send them a message. That this... this is our land!” - Jake Sully, dalam film AVATAR, disutradarai James Cameron, 2009.

***

Mahadewa Zeus memerintahkan Haphaestus untuk menciptakan perempuan bernama Pandora. Perempuan ini (Pandora) sebetulnya “dicetak dari bumi” sebagai bagian dari hukuman Zeus terhadap manusia lantaran ulah Prometheus yang mencuri rahasia api dan memberikannya kepada umat manusia. Mitologi Yunani kuno menceritakan bahwa Pandora memperoleh banyak hadiah seduktif dari dewa-dewi lain seperti Aphrodite, Hermes, Hera, Charites dan Horae.

Cerita selanjutnya, karena takut akan petaka lainnya, maka Prometheus (sang pencuri rahasia api) menasehati saudaranya Epimetheus agar jangan mau menerima hadiah apa pun dari Zeus. Tapi sayang Epimetheus keras kepala dan malahan menikahi Pandora yang sebelumnya telah menerima hadiah kotak besar, yang dikenal dengan pandora-box, dengan instruksi dari Zeus supaya dijaga jangan sampai pernah dibuka. Namun selain itu, Zeus juga memberi Pandora satu hadiah lain, yaitu: hasrat ingin tahu.

Sehingga di dorong hasrat ingin tahu yang kuat Pandora membuka kotaknya, namun seketika itu pula ia ingat perintah Zeus, maka secepatnya ia menutup kembali kotaknya. Akibat ulahnya yang sekejap membuka kotak itu telah menyempatkan segala isinya yang terdiri dari banyak hal yang belum pernah diketahui manusia berloncatan keluar, yaitu: kejahatan-kejahatan , sakit penyakit, wabah, dan kerja berat. Namun hikayat menceritakan pula bahwa di dasar kotak itu ada sesuatu yang juga diletakkan Zeus, yaitu: harapan.

Avatar

Avatar, dalam hinduisme adalah konsep inkarnasi atau manifestasi juruselamat (dalam konsep Jawa: ratu adil) yang turun menitis ke dunia demi menyelamatkan Bumi dari kehancuran dan kejahatan. Ia, sang avatar, yang akan menegakkan dharma.

Di penghujung tahun 2009 lalu, Hollywood dan James Cameron merilis sebuah film fiksi berbiaya 230 juta dolar dengan judul Avatar, sebuah kisah yang terjadi di planet bernama Pandora, sebuah bulan fiksi yang mengorbit pada planet gas raksasa, Polyphemus. Pandora adalah bulan ekstraterestrial yang rindang. Kehidupan di sana unik. Banyak makhluk cantik, namun evolusinya jauh lebih progresif dari manusia. Posturnya setinggi tiga meter, berekor dan kulitnya biru. Alkisah, suku Na'vi hidup damai dalam harmoni keseimbangan alam raya Pandora.

Ciri terpenting planet Pandora adalah atmosfernya yang berbasis amonia. Manusia yang sedang mengeksploitasi sumber mineral bisa bertahan di permukaan Pandora tanpa alat pelindung. Namun mereka perlu persediaan oksigen, atau mereka akan mati. Manusia (yang disebut sebagai orang-orang langit) merambah ke Pandora demi mengeksploitasi mineral yang sangat langka, unobtainium. Diceritakan bahwa unobtainium punya gaya magnetik kuat dan sangat vital untuk memproduksi komponen kapal angkasa Bumi yang maju. Mineral ini sangat langka di Bumi, sedangkan di Pandora jumlahnya melimpah. Konon harganya miliaran dolar per kilo!

Jika dulu hasrat ingin tahulah yang telah mendorong Pandora membuka kotaknya, maka dalam fantasi James Cameron, manusia - sang pewaris rahasia api - malah mengumbar hasrat libidinalnya dengan mengobrak-abrik, menggerus planet Pandora. Kekuatan sains dan teknologi yang diwujudkan dalam kekuatan-paksa bergaya militeristik dikerahkan demi membela ideologi kapitalistik dengan hasrat eksploitatifnya yang membabi buta. Di momen itu pulalah avatar, Jake Sully, menitis dari kekuatan sains-teknologi (yang dimodali sebuah korporasi di Bumi) lahir ke pentas planet Pandora. Walau pada akhirnya titisan sains-teknologi ini toh "berdamai" juga dengan bunda-alam, tatkala sang avatar teknologi ini dititiskan kembali dengan yang alamiah.

Kopenhagen

Dengan Konferensi Perubahan Iklim 2009 di Kopenhagen, seluruh dunia berharap adanya kesepakatan global demi menyelamatkan planet Bumi. Emisi gas buang (polusi) yang mengakibatkan pemanasan global serta semakin langkanya produsen oksigen telah mengakibatkan senyawa ini menjadi semacam komoditi global. Negara-negara terpolarisasi menjadi dua kutub. Ada negara maju yang mendesak agar semua negara patuh untuk menurunkan emisi. Di lain pihak, negara-negara berkembang menuntut semacam kompensasi atas produksi oksigen dari hutan-hutan mereka, serta kelonggaran soal emisi, lantaran saat ini mereka sedang giat-giatnya membangun (utamanya dalam soal ekonomi, industrialisasi), untuk mengejar ketertinggalan ekonomis mereka.

Realitas sejarah menunjukkan bahwa sistem kapitalisme global memang mampu menyerap (laksana spons) semua antitesisnya, serta seketika itu pula mengkapitalisasikannya menjadi global-business-opportunities. Namun satu hal yang pasti, bahwa planet Bumi yang kita diami bersama ini tidak bisa dieksploitasi secara semena-mena dengan hidden-agenda-nya masing-masing. Apalagi jika kepentingan-kepentingan yang dibela adalah representasi dari sekelompok orang yang berideologi greed-is-good ala Gordon Gecko (dalam film WallStreet).

Di titik ini kita mesti berani bilang, "...we will send them a message. That this... this is our land!" Keadilan global memang layak diperjuangkan.

-----------------------------------------------
Artikel sebelumnya telah dikontribusikan ke Majalah MARKETING, edisi Januari 2010, oleh Kontributor. Untuk itu segala hal yang menyangkut sengketa Hak atas kekayaan Intelektual menjadi tanggung jawab Kontributor
Kamis, 1 Maret, 2012 23:13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar