Oleh: Dadang Kadarusman
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Catatan Kepala: ”Sikap  negatif kita terhadap pekerjaan tidak hanya merugikan perusahaan,  melainkan justru lebih banyak merugikan diri kita sendiri.”
Apakah  Anda sering merasakan ‘tidak enak badan’? Hati-hati lho. Boleh jadi  dokter pun tidak bisa menemukan penyebab utamanya. Ini bukan karena  dokternya kurang canggih. Tetapi, ada jenis-jenis penyakit tertentu yang  tidak berkaitan dengan kerusakan atau gangguan pada organ-organ tubuh  kita. Jika diperiksa, fungsi tubuh kita berjalan normal kok. Tapi,  mengapa kita ‘merasa’ sakit juga? Kondisi seperti itu disebut sebagai  penyakit psikosomatis. Meskipun secara fisik kita merasakan sakitnya,  namun sesungguhnya hal itu disebabkan oleh kondisi mental kita.  Sekalipun mekanismennya belum bisa betul-betul dipahami, namun para ahli  occupational health meyakini bahwa hal itu sangat erat kaitannya  dengan sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Premisnya adalah;  orang-orang yang bersikap positif  terhadap pekerjaan lebih berpeluang untuk tetap sehat dan segar bugar  dalam lingkungan kerja yang dijalaninya setiap hari. Anda, ingin tetap  sehat bukan? Maka mulailah dengan bersikap secara positif terhadap  pekerjaan.
Penelitian  intensif Gallup Organization menemukan bahwa sikap negatif itu ternyata  bisa menimbulkan terjadinya berbagai macam penyakit. Baik berupa  penyakit fisik, maupun psikologis. Oleh karenanya, jika sering merasa  ada gangguan fisik maupun spsikologis, maka kita perlu segera mawas  diri; apakah kita memiliki sikap positif terhadap pekerjaan sehari-hari  atau tidak. Sebab, penelitian itu jelas sekali menunjukkan hubungan yang  erat antara sikap dengan kesehatan kita. Mungkin banyak orang yang  mengira bahwa sikap negatif karyawan hanya merugikan atasan atau  perusahaan. Padahal ternyata, sikap negatif terhadap pekerjaan  tidak hanya merugikan perusahaan, melainkan justru merugikan diri kita  sendiri. Jika dikalkulasikan lebih teliti, kita sendiri lebih banyak  ruginya daripada pihak lain. Jadi,  sudah saatnya memikirkan ulang jika kita ingin menerapkan sikap negatif  terhadap pekerjaan. Bagi Anda yang tertarik menemani saya  belajar menghindari penyakit akibat sikap negatif terhadap pekerjaan,  saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:  
1.      Pekerjaan kita adalah pilihan kita sendiri. Adakah orang yang memaksa Anda bekerja di bidang itu? Nggak ya.  Kita memilih sendiri pekerjaan itu. Kita yang mencarinya di Koran sabtu  atau minggu. Kita yang menyebarkan CV ke agen-agen tenaga kerja. Dan  kita ditanya; “Apakah Anda tertarik untuk mengisi lowongan kerja ini?”  Kita mengatakan ‘Ya’. Lalu, menandatangani kontrak kerja, tanpa paksaan  dari siapapun.  Aneh, jika kemudian  kita mengeluhkan pekerjaan itu. Meski aneh, namun begitulah kejadiaan  yang banyak berlangsung di lingkungan kerja kita. Coba perhatikan,  betapa banyak orang mengeluhkan soal pekerjaannya. Ada yang mengeluh  karena merasa bosan. Ada yang karena merasa tidak dibayar sepadan. Ada  yang mengeluhkan betapa banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan. Ada  yang mengeluhkan kehidupan pribadinya tersita oleh pekerjaan. Apapun  bisa dikeluhkan. Bedanya, ada yang mengeluh dan ada yang tangguh.  Mengeluh itu adalah salah satu penanda awal sikap negatif terhadap  pekerjaan. Sedangkan menjadi pribadi tangguh adalah ciri adanya sikap  positif. Jika sikap negatif masih dominan, maka kita perlu mengingat  kembali bahwa pekerjaan ini adalah pilihan kita sendiri.  
2.      Setiap pekerjaan memiliki karakteristik masing-masing. Sikap negatif  kita terhadap pekerjaan kadang juga timbul dari rasa iri kepada orang  lain. Gaji sama, tapi kerjaan di departemen kita lebih berat. Tetangga  kubikal sebelah sudah bisa pulang jam 5 sore. Saya? Paling cepat jam  setengah tujuh malam. Nggak fair. Lha, justru kitalah yang tidak fair  jika membandingkan fungsi atau peran kita dengan peran orang lain.  Fungsi sales punya  karakteristik yang berbeda dengan fungsi produksi, misalnya. Begitu  pula dengan fungsi finance. Orang sales, bisa meninggalkan kantor jam  berapa saja. Tidak berarti mereka boleh pulang, melainkan mereka harus  menyongsong pelanggan. Orang pabrik harus strik dengan pengaturan waktu  yang ketat. Bukan diperbudak, melainkan mereka harus bekerja dengan  urutan proses yang memungkinkan suatu produk dibuat. Orang finance  kadang harus membuat laporan sampai larut malam. Bukan diperlakukan  seperti robot, melainkan ada masa-masa tertentu dimana mereka harus  melakukan konsolidasi pembukuan dan mengirimkan laporan ke kantor pusat.  Jika masing-masing orang hanya melihat enaknya orang lain, maka bukan  dampak positif yang didapatkannya, malah sikap negatifnya akan tumbuh  semakin menjadi. Tidak perlu iri pada orang lain. Karena setiap  pekerjaan, memiliki karakteristiknya masing-masing.
3.      Kualitas kerja kita mencerminkan kualitas diri kita.  Kalau Anda melihat suatu tugas dikerjakan dengan buruk, Anda tentu  bertanya; “Siapa sih yang ngerjain? Kok hasilnya kayak gini!” Ada ‘cita  rasa’ universal untuk sebuah kualitas kerja. Anda, tentu tidak mau berada dalam satu team dengan orang yang ‘kerjaannya’ kurang bagus.  “Entar  gua-gua juga yang mesti ngebenerin kerjaan nggak beresnya,” kan begitu  pikiran yang  membayangi Anda. Sebaliknya, Anda selalu ingin menjadi bagian dari team  yang terdiri dari orang-orang yang bisa menghasilkan pekerjaan yang  bagus. Semua itu menunjukkan bahwa kualitas kerja kita mencerminkan  kualitas diri kita sendiri. Maka jika ingin orang lain tahu seberapa  baiknya kualitas diri kita, tidak ada cara lain selain memastikan bahwa  pekerjaan yang kita tangani diselesaikan dengan kualitas yang terbaik.  Namun, hal itu tidak mungkin bisa diwujudkan jika kita bersikap buruk  terhadap pekerjaan itu. Tidak usah merasa rugi memberikan kualitas kerja  yang lebih baik dari kebanyakan orang yang lainnya. Sebab, kita sendiri  yang untung kok. Orang yang kerjanya baik itu, paling berpeluang untuk  dipekerjakan lebih langgeng. Orang yang kerjanya baik itu, paling besar  peluangnya untuk mendapatkan kepercayaan yang lebih besar. Dimana  ruginya coba? Tapi kan gajinya sama? Lha iya. Gajinya sama. Tapi  kualitas diri Anda jauh lebih baik daripada pegawai  lainnya yang berkualitas biasa-biasa saja. Atau, apakah kualitas Anda  juga sama seperti mereka? Anda lebih baik. Buktikan kata-kata saya.
4.      Sikap negatif tidak menghasilkan manfaat positif. Anda  boleh menggunakan hukum apapun untuk mematahkan penyataan saya. Hukum  matematika: positif dikali negatif, hasilnya negatif. Hukum fisika; jika  ada campur tangan ion negatif pada ion positif, Anda bisa kesetrum.  Hukum sosial; orang negatif dalam komunitas orang-orang positif akan  dikucilkan. Ditempat kerja, sikap negatif sama sekali tidak produktif.  Padahal gaji dan bayaran kita itu dihitung dan dikaitkan dengan  kontribusi  atau produktivitas kerja kita sendiri. Sudah banyak lho kejadian  orang-orang yang sikapnya negatif akhirnya dipersilakan untuk  meninggalkan perusahaan. Ada juga kok yang sikapnya negatif, tapi  kerjaannya bagus. Memang ada juga orang yang kemampuan kerjanya tinggi.  Pengetahuannya luas. Dan pengalamannya panjang. Makanya, pekerjaan itu  cetek saja baginya. Sehingga, semua pekerjaannya bisa diselesaikan  dengan baik. Tetapi, orang ini lupa bahwa selain soal pengetahuan  (Knowledge) dan Keterampilan kerja (Skill), ada aset lain yang wajib  dimiliki oleh seorang pekerja profesional yaitu Sikap (Attitude).  Boleh  kok kalau mau Skill dan Knowledgenya doang yang bagus. Tapi, siap-siap  saja kesalip oleh orang lain yang punya sikap baik. Mengapa? Karena  cepat atau lambat pengetahuan dan keterampilan kerja mereka juga akan  meningkat semakin baik. Jika dikombinasikan dengan sikap positif yang  selama ini sudah dimilikinya,  maka cepat atau lambat mereka akan mengunggulinya. Mengapa, karena  hanya sikap positif yang menghasilkan dampak positif.
5.      Kita sendirilah yang merasakan dampak dari sikap kita.  Mungkin hal ini tidak mudah dimengerti oleh orang-orang yang  mendahulukan emosi. Rasa kesal memang sering menutupi akal sehat.  Tetapi, marilah kita kembali pahami bahwa setiap tindakan kita tentu  menghasilkan konsekuensi-konsekuensi. Artinya, tindakan baik  menghasilkan konsekuensi baik. Sedangkan tindakan buruk menghasilkan  konsekuensi buruk. Meski tidak selamanya terlihat dalam jangka pendek,  namun dalam jangka panjang; hal itu tidak terbantahkan. Sikap baik kita  kepada pekerjaan mungkin tidak menyebabkan kita langsung naik gaji, kan?  Tetapi,  setelah 5 tahun secara konsisten kita menunjukkan sikap positif itu,  ada kesempatan seiring dengan berkembangnya kondisi perusahaan. Sudah  bisa dipastikan jika orang-orang yang telah bertahun-tahun bersikap dan  berdedikasi baik itu masuk kedalam daftar orang-orang yang layak  dipertimbangkan untuk meraih manfaat dari peluang yang ada. Sebaliknya,  seseorang yang bersikap negatif mungkin tidak serta merta dipotong  gajinya. Tetapi setelah selama bertahun-tahun dia melakukannya, akan  membekas juga didalam benak atasan, perusahaan atau pengambil keputusan.  “Dengan kepercayaan kecil saja dia sudah sedemikian banyaknya mengeluh.  Apalagi jika dia diberi kepercayaan yang lebih besar dari itu?” kan  kira-kira begitu. Maka sikap  manapun yang kita pilih, ya  bebas saja. Tidak ada yang memaksa. Atau menghalanginya. Namun, kita  perlu selalu mengingat hal ini: kita sendirilah yang merasakan dampak  dari sikap kita terhadap  pekerjaan. 
Apapun  sikap yang kita ambil terhadap pekerjaan adalah pilihan kita sendiri.  Ada kalanya ‘menggertak’ perusahaan berhasil juga memang; “kalau nggak  naik gaji, saya keluar.” “Kalau nggak ngasih bonus lebih, saya bikin  usahanya macet.” Mungkin kadang berhasil juga. Namun, cara itu tidak  akan selamanya mempan. Sekalipun memang kadang mempan, namun hal itu  memperlihatkan nilai dari integritas pribadi kita. Percayalah, tidak ada  atasan atau pemilik perusahaan yang benar-benar nyaman kondisi seperti  itu. Ketika mereka memiliki pilihan lain yang lebih baik, mereka mungkin  akan menempuh cara lain. Selain itu, kita perlu sadari bahwa perilaku  kita juga menentukan reputasi kita. Dan para pemilik perusahaan atau  atasan yang handal biasanya memiliki jaringan yang kuat dalam  industrinya. Sehingga mereka saling berkomunikasi dan  bercerita satu sama lain. Di arena tender mereka memang saling  berkompetisi. Tapi dipadang golf, mereka adalah sahabat yang saling  berbicang selama perjalanan dari lubang ke lubang. Jika reputasi kita  buruk di perusahaan ini, maka boleh jadi ceritanya sampai juga ke  perusahaan lainnya. Nah, sekarang kita tahu bahwa penyakit yang  ditimbulkan oleh sikap negatif itu bukan hanya bersifat fisik dan psikis  saja, melainkan juga terhadap reputasi kita. So, mendingan mengurangi  sikap negatif deh. Lalu menggantinya dengan sikap positif terhadap  pekerjaan kita. Hayyyu….
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 9 Maret 2012Catatan Kaki:
Sikap  negatif terhadap pekerjaan itu bukan hanya merusak kondisi fisik dan  psikis kita, melainkan juga merusak reputasi profesionalitas kita. Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar