Keadaan serba berubah.
Terutama sejak beredarnya isyu Natin   menjadi Managing Director. Semua orang menjadi kikuk. Bagaimana harus mengubah sikap terhadap OB yang beruntung itu.
 
Rasanya aneh aja. Gimanaaa gitu. Kalau Natin  sudah jadi boss kan nggak mungkin kita bersikap dengan cara yang sama seperti biasanya.
 
Cara bicara kita. Mesti lebih sopan. Perilaku kita. Mesti lebih santun. Perlakuan kita. Mesti lebih manusiawi. Pokoknya semuanya mesti berubah. Soalnya, Natin  sudah bukan OB lagi. Dia pejabat tinggi perusahaan sekarang.
 
Oh. Seandainya selama ini orang-orang di kubikal memperlakukan OB itu sama seperti halnya mereka memperlakukan orang lain. Tentu orang-orang itu nggak perlu setresss mikirin perubahan perlakukan yang harus mereka lakukan.
 
Sekarang orang-orang di kubikal sudah sadar. Bahwa setiap orang yang ada di kantor mempunyai derajat dan kemuliaan yang sama. Apa pun peran mereka. Penting. Bukan hanya untuk perusahaan. Tapi juga untuk orang-orang yang ada disekitarnya.
 
Jadi. Sungguh sangat penting memperlakukan semua orang itu sama. Mau atasan kek. Bawahan kek. Teman. Rasa hormat patut diberikan kepada semua orang.
 
Oh oh oh... gimana caranya menghormati orang-orang yang statusnya berada dibawah kita? Gampang kalau menghormati boss. Tapi pada orang-orang yang bukan boss? Beraaaat banget.
 
”Sudahlah teman-teman. Nggak usah dipikirin. Santai aja lageee...” Opri berusaha menepis kegalauan orang-orang di kubikal.
 
”Santai gimana Pri...,” Fiancy mengelak. ”Gue sih nggak bisa semudah itu berubah sikap sama Natin.” lanjutnya. ”Kerasa banget ngejilatnya, tahu gak sih.”
 
”Ya nggaklah.” Sangga Opri. ”Memang sudah kodratnya kalau orang yang punya jabatan tinggi itu lebih dihargai,” katanya. ”Elo juga kalau mendadak jadi boss bakal gua hormatin lebih dari elo yang sekarang kwekekekekek.....”
 
Tak ada orang lain yang ikut tertawa bersamanya.
Orang-orang di kubikal menatap tajam kearahnya. Saling menatap. Lalu pergi meninggalkan Opri sendiri. ”Nggak lucu!” begitu kata mereka nyaris berbarengan.
 
Dalam kesendirian itu Opri merasakan kehampaan didalam hatinya.
Benar. Kata-katanya tadi terasa tidak lucu sama sekali. Orang-orang hanya menghormati jabatannya. Bukan pribadi temannya. Jika dia lebih menghormati jabatan sahabatnya, maka tidak ada artinya lagi persahabatan itu.
 
Itulah sebabnya, mengapa di kantor kita jarang sekali mempunyai sahabat. Sebab, ketika kita saling berlomba untuk memperebutkan jabatan. Maka persahatan sering sekali dikorbankan.
 
Beda sekali dengan orang-orang yang dengan tulus menghormati sesamanya. Sekalipun dengan office boy. Mereka menaruh hormat yang tidak berkurang nilainya.
 
Banyak hal yang direnungkan Opri dalam kesendirian ditengah kubikal yang dipenuhi orang galau itu. Dan selagi dia merenung, tiba-tiba saja disampingnya sudah berdiri Pak Mergy.
 
”Ngapain kamu melamun kayak gitu?” entah sejak kapan Pak Mergy berdiri disitu. Seperti magnet. Suaranya menarik perhatian seluruh penghuni kubikal. Mereka siap memasang daun telinga untuk nguping seperti biasanya.
 
”Emmh... nggak Pak... saya....” Opri nyari kecopotan jantungnya.
 
”Masih galau soal Natin  yang jadi Managing Director ya kalian?” Tuduh Pak Mergy.
”Lho, kok Bapak tahu sih?” Seru Opri. Kaget dengan pengetahuan Pak Mergy.
 
”Kamu galau mesti bersikap apa kan?” katanya lagi.
”Lho, kok Bapak tahu sih?” Pertanyaan Opri mewakili suara semua penghuni kubikal.
 
”Kikuk kalau harus dipimpin oleh mantan OB kan....?” lanjut Pak Mergy.
”Lho, kok Bapak tahu sih?” Selain berkata begitu, semua orang merasa heran. Mengapa Pak Mergy sama sekali tidak menunjukkan kegalauan yang sama.
 
”Lho kok Bapak tahu. Lho kok bapak tahu. Ya taaaahu dooong....” wajah Pak Mergy makin berbinar-binar.
 
Semua orang di kubikal melihat ketulusan disetiap kata dan nada bicaranya. Sekarang mereka melihat teladan yang baik untuk belajar tentang kebesaran hati. Menerima dengan legowo keberuntungan dan kesuksesan orang lain.
 
Dari sikap Pak Mergy semua orang bisa belajar menerima promosi jabatan temannya sebagai kemenangan bersama. Bukan untuk disesali. Bukan untuk dicemburui.
 
”Oh ya. Saya ingin beri tahu kalian satu hal lagi....” lanjut Pak Mergy.
Semua telinga dipasang tajam-tajam. Orang yang dari tadi masih duduk di kubikalnya sekarang ikut berdiri karena penasaran.
 
”Dengarkan baik-baik ya...” kata Pak Mergy kemudian. ” Natin  tidak jadi dipromosi jadi Managing Director.”
 
”Haaaaah? Natin  tidak jadi dipromosi menjadi Managing Director?” semua orang tergagap-gagap. Entah karena mereka merasa lega. Atau mungkin ada alasan lain yang hanya mereka sendiri yang tahu.
 
”K-kenapa Pak....?” Aiti memberanikan diri bertanya.
”Itulah yang saya juga kurang mengerti,” balas Pak Mergy. ”Soalnya, saya dengar.....” Pak Mergy berhenti sejenak.
 
Ketika nafas orang-orang di kubikal nyaris berhenti karena penasaran, Pak Mergy meneruskan; ” Natin  menolak tawaran menjadi Managing Director.”
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..
 
Tidak seorang pun bisa memahami, mengapa ada orang yang menolak diberi jabatan tinggi dan bergengsi.
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa tidak semua orang silau dengan jabatan. Diantara mereka yang saling sikut dan menghalalkan segala cara, ada segelintir orang yang tidak terpengaruh oleh perebutan itu. Bagi orang itu, bekerja; bukan semata-mata soal jabatan…..
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman  21 Maret 2012
Author and Trainer of ”Natural Intelligence Leadership”
 
Catatan Kaki:
Jabatan itu bukanlah sekedar prestise dan fasilitas mewah. Melainkan seperangkat amanah, yang wajib ditunaikan.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
 
Selasa, 20 Maret, 2012 18:54