Oleh: Dadang Kadarusman
Setiap  kali tanggal muda tiba, biasanya keadaan di kantor jadi lebih relax.  Boleh dibilang relaxnya itu secara lahir dan batin deh. Dompet masih  berisi beberapa lembar lima puluh ribuan sisa gajian  minggu lalu. Setidaknya nggak langsung lepet setelah transfer  sana-sini. Masih ada sisa-sisa sumeringah diwajah semua orang. Makanya,  secara mental pun agak terasa ringan. 
Selain  itu, pekerjaan di awal bulan juga biasanya rada kendor sedikit. Para  boss sudah pada ngebut minta semua pekerjaan diselesaikan diakhir bulan.  Para pelanggan juga begitu. Kayaknya sih emang semua orang dikendalikan  oleh tanggalan. Kalau akhir bulan kayaknya pekerjaan bejibun. Telepon  dari sana-sini terus berdering. Orderan juga meningkat tajam. Ya… kalau  nggak ada yang order boss minta kita yang aktif mencarinya. Beda banget  dengan tanggalan baru. Beban kerja seolah-olah sedang pada liburan.
Buat  orang-orang di kubikal keadaan longgar seperti ini sepertinya selalu  datang tepat waktu. Seperti sekarang ini aja misalnya. Mereka punya  agenda penting yang harus segera diselesaikan. Jika tidak, maka hubungan  diantara mereka tidak akan pulih seperti sedia kala. Sudah beberapa  hari ini keadaannya jadi serba kikuk. Opri seperti sedang dikucilkan.  Soalnya nggak ada teman-teman yang mau menyapanya. Mereka semua  membiarkannya dengan sikap yang dingin. Terlebih lagi Aiti. Dia yang  paling keras menuntut penjelasan Opri. Pokoknya, sebelum Opri  melakukannya; Aiti tidak bakalan menggubrisnya lagi.
Gimana  nggak gitu coba? Sejak Opri kepergok sama Voldy, citra kubikal jadi  tercoreng. Sekarang sepertinya semua orang tahu kalau kubikal itu jadi  tempatnya roman picisan. Yang lebih nyebelin lagi, hal itu dilakukan  oleh perempuan yang selama ini dianggap paling macho. Paling dingin sama  cowok. Dan paling sedikit memiliki hormon estrogen.
Bahayanya  bukan cuman soal citra belaka. Tapi juga sudah merembet ke urusan  kekompakan segala. Biasalah. Ada kubu yang setuju dan ada juga yang  nggak setuju. Dalam perdebatan itu misalnya, ada yang menganggap kalau  pacaran sama teman-teman sekantor itu wajar kok. Meskipun perusahaan  nggak ngijinin suami-istri kerja di kantor yang sama tapi kan soal cinta  itu hak asasi manusia. Nggak bisa dibatasi oleh buku putih atau  kesepakatan kerja bersama.
Lagian  juga jatuh cinta itu sudah menjadi fitrahnya manusia kok. Justru setiap  orang mesti mengalami jatuh cinta. Biar semangat hidupnya jadi  menggelora dan berbunga-bunga. Malahan bahaya loh kalau sampai gara-gara  terlalu sibuk kerja kita melupakan urusan cinta. Percaya deh.  Sehebat-hebatnya pekerjaan kita cuman bakal bisa bertahan sampai usia  55. Kalau sudah waktunya pensiun, kita nggak bisa lagi memiliki  pekerjaan itu, meskipun kita sangat mencintainya. Beda dengan cinta  antara lelaki dan perempuan. Nggak cuman sampai kakek nenek. Sampai mati  pun bakal tetap lestari.  
Sibuk  bekerja itu bagus-bagus aja sih. Tapi jangan sampailah melupakan soal  asmara. Emangnya kalau ntar udah sukses, itu hasil yang didapatkannya  buat siapa kalau bukan buat keluarga. Jangan ditunda-tunda deh. Soalnya,  makin sibuk kerja bakal makin susah cari jodoh loh. Makin tinggi  posisi, apa lagi. Urusannya bakal lebih ribet lagi buat para ladies.  Cowok-cowok malah jadi makin keder kalau karir ceweknya lebih mengkilap.  
Jadi kalau  soal itu, yang bener Opri dong ya? Nggak tahu juga sih. Semuanya belum  jelas sebelum Opri melakukan confession di depan teman-temannya.  Masalahnya, Opri masih juga bersikukuh kalau dia nggak punya hubungan  apa-apa dengan Voldy. Tapi, kecurigaan teman-teman malah semakin besar  melihat gelagatnya. Sekarang Opri sudah mulai kelihatan kalem. Nggak  terlalu berangasan seperti sebelum-sebelumnya. Akhirnya mereka malah  jadi pada diem-dieman.
Ketika  suasana di kubikal sedang membeku itu, tiba-tiba saja… ‘kling’… ada  email yang masuk. Karena lagi pada melongo, mereka langsung  menyambarnya. Tapi mereka langsung nggak semangat lagi ketika tahu kalau  itu email dari internal perusahaan. Admin HRD yang mengirimnya. Males.  Paling juga cuman pengumuman gitu-gitu aja. Orang-orang dikubikal hampir  saja memencet tombol ‘trash’ untuk membuang email itu langsung ke  tempat sampah. Tapi nggak jadi ketika mata mereka sekilas melihat judul  email itu. Darah mereka terkesiap. Jantung mereka lebih kencang saat  berdegup.  Sepertinya ada bagian dari email itu yang bisa menyihir mereka. 
“Supervisor  Needed – Submit your CV” begitu tertulis didalam subject email itu.  Lalu mereka pun buru-buru membukanya. Bagaimana pun juga, semua orang  punya keinginan untuk naik level. Masa sih jadi staff terus. Kalau ada  kesempatan, kenapa mesti disia-siakan? 
Bagi  beberapa orang, itu adalah kesempatan yang selama ini  dinanti-nantikannya. Jadinya untuk sementara waktu semua energy dalam  tubuh mereka langsung terserap kesana. “Submit Your CV!” kalimat itu  terngiang-ngiang di benak semua orang. Setiap jantung sepertinya  berdetak semakin kencang. Apa lagi ketika mereka menyadari bahwa email  itu dikirim oleh Admin HRD ke seluruh karyawan. Mereka juga menyadari  kalau semua orang menginginkan posisi sebagai supervisor itu. Sekarang  mereka melihat teman-teman di kiri dan kanan. Depan dan belakangnya.  Mereka semua, adalah saingan.
Sepertinya genderang perang sudah mulai dibunyikan. 
Tak  seorang pun yang pikirannya bisa terbebas dari angan-angan untuk  mendapatkan kesempatan menjadi supervisor itu. Harapannya ada. Apa lagi  dalam email itu jelas-jelas disebutkan kalau perusahaan akan  mendahulukan proses seleksi internal. Itu artinya nggak perlu takut  pesaing dari luar perusahaan. Soalnya, perusahaan baru akan merekrut  kandidat dari luar kalau tidak berhasil mendapatkan calon yang layak  untuk dipromosi secara internal. Masa sih kok sebego itu sampai-sampai  di internal nggak ada yang dianggap pantes jadi supervisor? Pasti bisa!
Tak ada  seorang pun yang membahas atau mendiskusikan isi email itu. Semua pada  diam. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Memang sih. Kalau  soal ambisi, persahabatan pun bisa membeku untuk sementara waktu.  Maklum. Semua orang dilanda rasa cemburu. Kecuali kalau merasa dirinya  udah nggak tertarik lagi dengan hal-hal seperti itu. Yaa… setidaknya  itulah yang terjadi pada Mbak Aster dan Mrs. X.
Buat  mereka berdua, nggak ada lagi semangat untuk mengejar posisi. Sudah  sajalah sampai disini. Toh mereka juga kerja bukan sebagai pencari  nafkah utama. Suami mereka juga punya penghasilan yang bisa menghidupi  keluarga. Mereka nggak terlalu ngoyo mengejar karir seperti gadis-gadis  belia itu. Makanya mereka bisa netral ketika menyikapi gaya mereka pada  sibuk menyiapkan lamaran itu.
Mbak Aster  dan Mrs. X berkeliling ke seluruh pelosok kubikal. Baru kali ini mereka  tidak disambut baik oleh orang-orang itu. Semua orang pada  menyembunyikan layar monitor komputernya masing-masing. Mereka  sepertinya nggak ingin ketahuan sedang membuat CV.  Setelah berkeliling itu, keduanya lalu menyimpulkan; semua orang pada nggak percaya diri dengan CV nya masing-masing.
Lho,  bagaimana bisa ketahuan kalau mereka nggak percaya diri? Iyalah. Kalau  mereka cukup yakin dengan CVnya sendiri, pastinya nggak malu dong kalau  ada orang yang mau melihat. Nyatanya, semua pada menutupinya  rapat-rapat. Malahan, ada yang pura-pura nggak tertarik sama kesempatan  yang ditawarkan itu. Tapi dari gelagatnya sih, Mbak Aster dan Mrs. X  tahu pasti kalau mereka juga diam-diam mempersiapkan berkas lamaran  seperti teman-teman yang lainnya.
Iyya, tapi  gimana ceritanya kok Mrs. X dan Mbak Aster bisa sebegitu yakinnya?  Hihi.. nggak enak juga membuka rahasia mereka. Tapi ya sudahlah. Toh  mereka juga sudah nggak terlalu peduli lagi. Sebenarnya, apa yang  dilakukan oleh semua orang muda di kubikal itu adalah apa yang juga dulu  pernah dilakukan oleh Mbak Aster dan Mrs. X. 
Udah lama  banget sih. Sewaktu mereka masih gadis-gadis belia seperti halnya  teman-teman di kubikal itu. Jujur aja deh, mereka melihat anak-anak muda  itu seperti melihat dirinya sendiri beberapa tahun silam. Makanya  mereka sering mesam-mesem aja menyaksikan kelucuan dan keluguan para  ambisius muda itu. 
“Elo bingung kan, mesti nulis apa di CV elo?” Mbak Aster menggoda Jeanice.
Orang yang  digoda terperanjat bukan kepalang. Bukan karena takut ketahuan isi  dokumen CV yang dibuatnya. Tapi, saat itu dia sedang fokus banget  mikirin apa yang mesti di tulis. Dia kaget karena tiba-tiba saja ada  orang yang bicara persis di belakang telinganya. Dan lebih kaget lagi  karena orang itu tahu persis kalau dia bingung mesti nulis apa di CV  itu. Tapi sebelum Jeanice sempat merespon, kedua senior itu sudah keburu  ngeloyor.
“Naah..  kalau elo nih ya tipe cewek yang suka yang panjang-panjang….” Mrs. X  nyeletuk dibelakang Fiancy. Suaranya sengaja dibikin keras sampai semua  bisa dengar.
Pastinya  orang yang diceletukin itu protes berat. “Apaa-an sih!” katanya. Mukanya  merah gara-gara rasa malu yang nggak tertahankan.
“Lah itu, CV elo kok sampai berlembar-lembar begitu.” Timpal Mbak Aster.
“Siapa yang mau baca CV sepanjang itu, non….?” Tambah Mrs. X.
Semua  orang di kubikal sampai pada ngeliatin Fiancy. Tapi buru-buru  memalingkan muka lagi berpura-pura nggak tahu. Ada juga yang cepet-sepet  menghapus sebagian CVnya bia nggak ketahuan panjang juga. Sekarang  mereka nyadar kalau ada 2 mahluk kadaluarsa yang gentayangan  mengomentari CV mereka. Makanya mereka berusaha protektif biar nggak  mendapatkan komentar yang sama miringnya.
Nyadar  sudah nggak bisa lagi ngintip layar monitor yang sedang pada bikin CV  itu, Mbak Aster dan Mrs.X cuman bisa mondar-mandir sambil nyengir.
“Elo pade nggak usah khawatir,” kata mereka. “Kita juga dulu kayak gitu kok…” 
Wajah-wajah  lugu itu terlihat gelisah, ‘sotoy banget sih ibu-ibu stok lama ini,’  begitulah pikiran yang mengisi benak mereka. Males banget deh buat  dengerin ocehan keduanya. Tapi kekesalan mereka tidak membuat kedua  veteran itu berhenti bicara.
Dengan  gayanya yang kayak tante-tante itu Mbak Aster dan Mrx. X bicara saling  bergantian. Sahut menyahut seperti presenter tivi yang sedang membacakan  breaking news. Seperti baca berita basi gitu deh, nggak seorang pun  penghuni kubikal yang tertarik mendengarnya. Kecuali ketika Mbak Aster  mengatakan jika membuat CV itu, cukup satu halaman saja.
Hah? Satu  halaman? Bukankah setiap orang punya banyak hal yang bisa  dibanggakannya. Eh, bisa di tonjolkannya untuk membuat pewawancara  tertarik kepada mereka?
“CV itu  beda dengan novel,” begitu kata mereka. “HRD cuman punya waktu sedikit  untuk menyeleksi sedemikian banyaknya dokumen lamaran yang diterima.”  Tambahnya. “Makanya, CV satu halaman yang memuat aspek-aspek penting  yang relevan dengan pekerjaan yang elo lamar jauh lebih bernilai  daripada CV yang panjangnya berlembar-lembar…..”
Sekarang  ocehan mereka mulai terdengar masuk akal. Apalagi hal itu diucapkan oleh  orang-orang yang tidak memiliki perbenturan kepentingan. Mereka tidak  ikut melamar. Jadi pendapatnya netral buat semua orang. Lama kelamaan,  terjadi dialog seru diantara para senior citizen itu dengan para anggota  muda di perusahaan. Sampai akhirnya mereka nggak bingung lagi untuk  menulis apa dalam CV yang akan mereka ajukan.
“Wah,  kalau seguru seilmu gini, kita nggak bisa mengungguli teman dong…”  celetuk Sekris. Masuk akal juga sih. Soalnya sekarang semua gadis belia  itu sudah bisa membuat CV dengan teknik yang lebih baik dari 2 master  senior yang secara sukarela menghambur-hamburkan ilmunya tanpa minta  bayaran.
“Nggak masalah,” kata Mbak Aster.
“Kan elo pade punya kelebihan masing-masing yang bisa ditonjolkan,” sambung Mrs. X.
Masuk akal  juga. Setiap orang punya keunikan. Atau pencapaian khsusus. Atau  kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Makanya, selalu ada hal  kompetitif yang dimiliki setiap pribadi. Meski begitu, ternyata nggak  semua keunggulan diri mesti dicantumkan dalam CV. Kalau punya banyak hal  bagus, pilih aja hal-hal yang berkaitan langsung dengan jenis pekerjaan  yang dilamar itu.
Sekarang  mereka sudah siap dengan dokumen CVnya masing-masing. Hanya satu  halaman. Tapi bisa menjelaskan keunggulan masing-masing yang layak  dipertimbangkan. Dengan CV yang bobotnya sangat tinggi, mereka menjadi  semakin percaya diri.  
Langkah  selanjutnya adalah mengirim CV itu sesuai arahan dari Admin HRD tadi. CV  itu harus diterima HRD hari itu juga. Makanya begitu yakin sudah  mempunyai CV yang terbaik, mereka langsung memencet tombol ‘attachement’  di layar monitor. Hanya perlu beberapa detik aja sih. File CV itu pun  sudah siap diemail. Tinggal pencet tombol ‘send’ semuanya beres.
Tetapi,  sebelum mereka sempat memencet tombol itu, ada email kedua dari Admin  HRD. Pake tanda ‘Urgent’ dengan subject yang ditulis pake huruf kapital  semua. Judul email kedua ini begini;”PRINSIP MENDASAR DALAM PEMBUATAN  CV!”
Wadduh,  untung saja CV yang tadi belum pada dikirim. Coba kalau sudah terlajur,  nggak bakal bisa merevisinya. Kan nggak lucu kalau CV yang sudah  diajukan diralat lagi. Kelihatan banget kalau kita nggak profesional.  Mana bisa jadi supervisor kalau bikin CV aja mesti bolak-balik begitu?
Mereka pun  buru-buru membuka email kedua itu. Terdorong oleh rasa penasaran  tentang prinsip mendasar tentang pembuatan CV itu. Bagaimana pun juga,  mereka ingin membuat CV yang paling baik. Jangan sampai CV mereka  terlihat alakadarnya, atau biasa-biasa aja. Apalagi kalau terlihat norak  dengan format standar yang sama sekali nggak menarik minat. Bahkan  untuk sekedar melihatnya saja.
Hanya satu  klik saja. Maka isi email kedua itu pun langsung terpampang dilayar  monitor. Ternyata apa yang disebut dengan prinsip mendasar dalam  pembuatan CV itu sederhana sekali. Hanya dua baris kalimat ini:
CV ADALAH RANGKUMAN PERILAKU TERBAIK KITA
DALAM PEKERJAAN YANG KITA LAKUKAN SEHARI-HARI
Mereka  tertegun membaca email itu. Jelas sekali jika pengirimnya adalah Admin  HRD. Tapi, mereka mengenal betul isinya. Mereka yakin jika itu adalah  menu hari ini yang Natin sajikan untuk mereka. Lalu mereka merenungkan  apa yang Natin maksudkan dalam pesan via email itu.
Sepertinya  Natin ingin menegaskan bahwa banyak orang yang bisa menuliskan apa saja  pada CVnya. Sebagiannya benar. Dan sebagiannya lagi hanya karangan  belaka. Sebagian obyektif, dan sebagiannya lagi hanyalah prestasi biasa  yang dilebih-lebihkan saja. Sebagian valid, dan sebagiannya lagi  hanyalah bumbu agar orang yang membaca CV itu tertarik oleh sedikit  tipu-tipu.
Didalam  dokumen CV kita memang bisa menuliskan apa saja. Semuanya tentang  kehebatan diri kita. Tapi menurut Natin, tidak ada dokumen lain yang  lebih canggih dalam menjelaskan kualitas pribadi kita selain perilaku  terbaik kita dalam pekerjaan sehari-hari. Jelas sekali jika Natin ingin  agar orang-orang di kubikal menyadari bahwa tindakan aktual itu jauh  lebih bernilai daripada apa yang tertulis diatas kertas. Karena apa yang  dilihat orang dalam keseharian kita jauh lebih valid daripada apa yang  kita tuliskan tentang diri kita sendiri diatas selembar kertas.
Itu loh  sebabnya, mengapa ada orang yang ditawari pekerjaan padahal dia nggak  melamarnya sama sekali. Boro-boro mengirim CV, mengetahui ada lowongan  kerja itu juga mereka nggak tahu. Tapi kenapa mereka yang ditawari? Itu  karena perilaku kerja mereka sehari-hari dilihat oleh seseorang tanpa  dia sendiri menyadari. Seperti Natin bilang, CV itu adalah rangkuman  dari perilaku terbaik kita dalam pekerjaan yang kita lakukan  sehari-hari. Artinya, setiap hari sebenarnya kita sedang ‘menulis’ CV.  Hanya saja kita tidak menyadari. Padahal, para pengambil keputusan tidak  pernah henti mengamati.
Semua  orang di kubikal kembali membuka draft email yang mereka buat tadi. Lalu  membuka attachment berisi CV yang hendak mereka kirimkan. Sekali lagi  mereka membaca CV itu. Merenungkan poin demi poin yang mereka tulis  dalam CV itu, lalu bertanya kedalam dirinya sendiri; ‘beginikah cara gue  menjalani hari-hari gue dalam pekerjaan sehari-hari….?’ Sekarang mereka  bisa menilai, seberapa validnyakan CV yang mereka buat itu.
“Kalau ada  yang cari saya, bilang aja saya sedang ke toko peralatan kantor ya  Kris…” Suara Pak Mergy melumerkan kebekuan yang menelusup kedalam hati  mereka.
“Orderan kita sudah datang kok Pak,” jawab Sekris. “Semua keperluan kantor kita sudah tersedia…” tambahnya.
“Saya tahu itu, Kris,” jawab Pak Mergy. “Tapi saya yakin kalau yang saya cari tidak ada disini…” katanya lagi.
“Memangnya Bapak cari apa, Pak?” Opri nyeletuk dari belakang.
“Enggh… anu.. saya.. memerlukan…emh… formulir cara pembuatan CV….”
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…....  
Tiba-tiba  saja semua orang di kubikal menyadari bahwa segala hal yang kita lakukan  sehari-hari di kantor itu adalah CV kita. Jika kita menjadi karyawan  yang berperilaku baik. Berprestasi tinggi. Serta menunjukkan segudang  hal positif lainnya, maka CV kita yang baik itu secara otomatis telah  dikirimkan ke meja pengawasan para pengambil keputusan. Para pemimpin  hebat menyeleksi kandidat justru dari ‘dokumen’ yang tidak tertulis itu.  Makanya  mereka sering menunjuk orang secara langsung untuk menduduki  posisi-posisi penting. Karena orang itu, berhasil ‘mengirimkan’ CV tak  tertulis yang menimbulkan kesan positif dimata para pengambil keputusan.
Kalau  selama ini kantor kita lebih suka merekrut orang dari luar untuk  menempati posisi-posisi penting. Mungkin itu terjadi karena kita yang  berada didalamnya belum pandai untuk menujukkan CV tak tertulis yang  bagus. Persis seperti yang Natin katakan; setiap tindakan kita,  menggoreskan satu kalimat dalam CV aktual kita di kantor. Makanya kalau   ingin punya CV yang bagus,  kita mesti memastikan semua hal yang kita lakukan di kantor juga bagus.  Dengan  begitu, kita akan selalu menjadi kandidat yang diperhitungkan. Setiap  kali ada kesempatan untuk menapaki posisi yang lebih tinggi. Ditempat  kerja kita. Dengan begitu, kita nggak mesti sibuk mencari peluang baru  di koran sabtu minggu. Di  kantor kita juga banyak peluang kok. Cobain deh. Insya Allah.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Catatan Kaki:
Belajarlah  untuk membuat CV tak tertulis melalui perilaku dan kinerja bagus Anda  sehari-hari. Dengan CV itu Anda mendapatkan kunci menuju promosi secara  internal. 
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar