Oleh: Dadang Kadarusman
Hore!
Hari Baru, Teman-teman.
Apakah  Anda pernah direndahkan oleh orang lain?. Semoga saja tidak. Karena  rasanya ternyata sangat tidak enak. Kita boleh tetap berharap agar tidak  pernah sampai mengalaminya sampai kapanpun.  Namun hal itu  pun tidak menjadi jaminan jika disuatu saat kelak tak pernah orang yang  merendahkan kita. Nah, sebelum hal itu terjadi, ada baiknya juga jika  kita mempersiapkan diri. 
Hal  terbaik untuk menghindari hal tersebut tentu adalah dengan menjadikan  diri kita orang yang selalu berada diatas angin, alias selalu berada  pada posisi yang cukup tinggi. Sehingga, orang tidak tergoda untuk  merendahkan kita. Namun, fakta menunjukkan jika kita tidak selalu berada  pada posisi seperti itu. Bukankah ada peribahasa mengatakan; ‘diatas  gunung masih ada gunung’?  Walhasil, selain berupaya keras  untuk selalu berada pada posisi dan martabat yang tinggi itu memang kita  butuh sikap mental yang tepat untuk mengantisipasi situasi yang tidak  enak itu. 
Ketika  orang lain merendahkan kita, jangan sampai hati kita terpengaruh.  Soalnya, hati merupakan titik terlemah mental kita. Jika kita sudah  merasa sakit hati, maka rasa sakit itu sulit sekali dicarikan obat  penyembuhnya. Itulah sebabnya mengapa kita masih ingat kepada orang yang  menyakiti hati kita puluhan tahun yang lalu. Orang yang menyakiti itu  mungkin sudah meninggal. Tapi rasa sakit di hati masih terasa sampai  saat ini. Maka dari itu, langkah pertama setiap kali berhadapan dengan  orang yang merendahkan kita adalah; melindungi agar kalbu kita tidak  terpengaruh oleh perlakuan buruk mereka.
Hal  kedua yang perlu kita lakukan adalah menjaga pikiran agar jangan sampai  menyimpan memori itu. Biasanya, kita lebih mudah mengingat kata-kata  negatif orang lain daripada nasihat yang baik-baik. Buktinya kita sering  lupa pelajaran di sekolah, di ruang-ruang seminar, dan di majlis  taklim, maupun forum-forum keilmuan lainnya. Tapi, lain halnya dengan  kalimat buruk yang dikatakan oleh tetangga sebelah. Atau oleh atasan.  Atau oleh teman. Hanya satu kalimat buruk yang keluar dari mulut mereka.  Namun kepala kita bisa mengingatnya sepanjang masa. Oleh karenanya,  langkah kedua setiap kali berhadapan dengan orang yang merendahkan kita  adalah; menjaga agar akal kita tidak terpengaruh oleh perkataan buruk  mereka.
Iya,  teori sih gampang. Tapi prakteknya sulit minta ampun. Jadi kongkritnya  melindungi kalbu dan menjaga akal itu bagaimana? Orang-orang bijak  mempunyai resep begini; “Katakan pada diri sendiri bahwa; Anda lebih baik daripada orang yang merendahkan Anda itu!”  Dengan demikian, maka perlakuan buruk mereka bisa menjadi motivasi bagi  Anda untuk membuktikan bahwa Anda memang lebih baik daripada mereka  yang merendahkan itu. Bagus? Bagus sekali. Tetapi, hati-hati lho dengan  efek sampingya. Oh, adakah efek sampingnya? Ada. Yaitu, aura  kesombongan. Makanya, kalau seseorang berhasil meraih pencapaian yang  tinggi suka tergoda untuk menunjukkan kepada orang yang pernah  merendahkannya. “Dulu kamu merendahkan saya. Sekarang sudah  saya buktikan kalau saya lebih baik dari kamu!”
Ingatkah  Anda bahwa Iblis atau Lucifer itu pada awalnya hanya memiliki satu  kelemahan, bernama; kesombongan? Kata Lucifer; “Kesombongan adalah dosa  favorit gue!” Makanya, Iblis paling senang kepada orang yang gigih  berjuang karena pernah direndahkan, lalu berhasil bangkit dari  keterpurukan, kemudian bisa menunjukkan kepada orang yang pernah  merendahkannya. “Orang yang pernah kamu rendahkan itu kini sudah lebih  sukses daripada kamu!”. Maka sekarang, Lucifer mengatakan;”Ahahaha…  orang ini sudah menjadi pengikut favorit gue!” Tanpa disadari, kita  sudah semakin dekat kepada sifat dan perilaku iblis. Padahal, awalnya  kita hanya ingin membuktikan bahwa kita ini lebih baik daripada orang  yang pernah merendahkan kita.
Jadi  bagaimana dong caranya agar kita masih bisa positif tanpa terseret oleh  godaan Iblis itu? Bukankah kita tidak ingin menjadi temannya Lucifer?  Ijinkan saya untuk menunjukkan sebuah cara sederhana untuk Anda. Yuk  kita coba mengubah kalimat tadi menjadi begini: “Katakan pada diri sendiri bahwa; Orang yang merendahkan Anda itu tidak lebih baik daripada diri Anda.” 
Bisakah  Anda menemukan perbedaan antara kalimat pertama yang sering menjadi  senjata ampuh bagi kebanyakan orang itu dengan kalimat kedua yang saya  sarankan ini? Pada kalimat kedua ini, kita tidak memberi ruang bagi  kesombongan untuk tumbuh didalam diri kita. Mengapa? Karena kita  menyadari bahwa sebagai manusia memang kita memiliki kelemahan. Pada  saat yang sama kita juga sadar bahwa orang lain yang merasa dirinya  tinggi itu juga punya kelemahan kok. Sehebat apapun dia hingga  merendahkan kita, dia itu bukan manusia sempurna. Makanya, dia tidak  lebih baik dari kita. 
Kenapa  kita mesti sakit hati karena direndahkan oleh orang yang tidak lebih  baik dari kita? Kenapa pikiran kita mesti dikotori oleh  perkataan-perkataan orang yang tidak lebih sempurna dibandingkan kita?  Dengan  begitu, kita bisa tetap melindungi hati dari rasa sakit yang tidak  perlu. Sekaligus menjaga kebersihan akal agar tidak sampai memikirkan  teknik dan strategy untuk membalas dendam. Sehingga kita bisa terhindar  dari kemungkinan menjadi pengikut Iblis tanpa kita sadari. 
Rasulullah  pun mengingatkan kita bahwa Tuhan secara tegas melarang perilaku  merendahkan orang lain. Boleh jadi, orang yang direndahkan itu lebih  baik daripada orang yang merendahkannya. Itu baru ‘boleh jadi’ lho.  Belum mutlak. Mengapa baru sebatas ‘boleh jadi’? Karena ukuran apakah  seseorang yang direndahkan itu benar-benar lebih baik dari orang yang  memperoloknya tidak semata-mata ditentukan oleh keberhasilan orang itu  untuk meraih kesuksesan yang lebih tinggi dari orang yang  merendahkannya. Melainkan juga ditentukan oleh sikap dan perilaku  terpujinya setelah berhasil meraih pencapaian tinggi itu. 
Jika  dia mengikuti sifat Iblis, maka dia akan menggunakan kesuksesannya  untuk menyombongkan diri dihadapan mereka yang pernah merendahkannya.  Namun, jika dia mengikuti kemuliaan sifat Rasulullah, maka dia akan  tetap menjadi pribadi yang rendah hati meskipun hidupnya ditaburi dengan  prestasi dan pencapaian yang tinggi. Karena dia tahu, bahwa semua  pencapaian itu tidak mungkin diraihnya tanpa limpahan kasih sayang dari  Ilahi. Sehingga setiap pencapaian, tidak menghasilkan hal lain selain  rasa syukur yang semakin mendalam. Pantesan…, Tuhan kok semakin sayang  kepada orang seperti itu, ya?
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Catatan Kaki:
Jika ada  orang yang merendahkan kita, ingatlah bahwa dia belum tentu lebih baik  dari diri kita kok. Kenapa mesti kecewa oleh perilaku buruknya? Tenang  saja.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
  Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
DEKA - Dadang Kadarusman

Tidak ada komentar:
Posting Komentar