Kamis, 21 April 2011

Puisi mBeling:

Wajah dalam seonggok kotak visual elektronik

Oleh: Ratmaya Urip

Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Midah
Di lokasi yang pasti tak ada dalam peta dan denah
Di tempat tanpa petunjuk rambu arah panah
Karena adanya memang di negeri antah-berantah
Ada kidung tentang tembang senja berawan merah yang marah
Bukan lagi lembayung yang merekah yang bikin jengah dan pipi memerah


Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Minah
Itu wajah kok sumringah renyah penuh tawa gairah
Dalam pesta gempita yang pongah dan meriah
Seraya debat kusir tanpa arah
Tanpa ada benak dan hati yang gerah, desah, resah dan merasa salah
Meski penonton dengan raga yang papa tengah gundah
Sedang yang renta jiwa bermadah gelisah karena susah


Apa mau menunggu semakin payah dan parah?
Atau menunggu marah yang dapat bikin goyah dan patah?
Yang hanya akan menyisakan darah dan sejarah?


Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Poltak
Nestapa telah beranak pinak
Dari Subuh sampai Maghrib menyeruak
Seluruh cakrawala Indonesia telah habis berteriak sampai serak
Namun wajah dalam seonggok kotak visual elektronik itu tak juga tergerak
Apalagi mau menyibak duri dan onak
Karena sudah merasa enak


Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Samsu
Semua sedang menunggu waktu
Saatnya penonton dapat sesuap nasi, sesobek baju dan sebenggol doku
Bukan segudang harta hasil korupsi yang dapat terwaris ’tuk anak cucu
Seperti yang diperoleh si Gayus Tambunan si raja kecu
Tapi mana mampu?
Jika wajah dalam kotak elektronik itu hanya berpangku dan beradu mulut berebut doku
Untuk menggendutkan saku
Serta menolak untuk malu
Karena mereka memang benalu
Yang tumbuh subur di pohon duku dan jambu


Jika wajah dalam kotak elektronik itu tak henti untuk korupsi
Miskin, papa dan nestapa penonton ini tak mungkin akan berhenti
Padahal penonton hanya ingin lebih dini
Menunggu hadirnya hidup yang indah penuh arti
Di sisa-sisa hari yang akan tertiti


Penonton hanya ingin ada asa
Syukur jadi nyata
Tidak lagi ada lapar, dingin dan masuk angin yang menerpa raga dan jiwa
Dalam lebatnya papa dan nista
Yang telah beranak pinak meng-Indonesia


Kapan miskin raga dan papa jiwa ini kan berlalu?
Wahai wajah yang ada di kotak visual elektronik-ku?
Jangan hanya bersilat lidah melulu
Yang muaranya hanya menggendutkan doku di sakumu


Ampun ya Allah
Ke kiblatmu takwaku berserah
Ke hadiratmu istigfarku bermadah
Jauhkan wajah di kotak elektronik itu dari kata penuh kilah dan sumpah serapah
Sadarkan mereka tuk berbenah ke kebenaran arah
Berikan penonton kuat tanpa sampai menunggu menyerah pasrah
Berkatilah dengan kesembuhan dari koma yang parah
Supaya Indonesia-ku gegap penuh gairah
Supaya rizkimu segera tumpah ruah
Karena tibanya kebenaran dan keadilan hasil jerih payah
Dan bersinarnya fajar pagi di ufuk memerah
Amin


Sidoarjo, 05-Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar