Kamis, 21 April 2011

Terapi Kehilangan

oleh : Harry Uncommon Purnama
Kehidupan adalah sebuah proses. Proses mendapatkan [mengambil] dan proses memberi [diambil]. Proses ini kemudian menjadi sebuah siklus. Siklus lahir dan siklus mati. Bagi yang percaya proses itu tidak melingkar, lurus, dikenal sebagai continuum [berkelanjutan tanpa henti]. Pada siklus continuum, setelah mati ada siklus berikutnya, yaitu hidup kembali sepanjang masa.  Yang percaya pada siklus sirkular,  setelah mati di dunia, ada mati sepanjang masa [neraka] atau  hidup kembali sepanjang masa [sorga], bergantung apa yang diperbuat selama sejarah hidupnya sendiri. Di akhir perjalanan kaki kita, jejak kitapun akan hilang ditelan masa. Kiamat adalah momentum besar dari kehilangan besar. Matahari dan bulan akan lenyap. Bumipun akan lenyap. Mind, body dan soul lenyap semuanya. Lalu apa yang masih tertinggal? Selain catatan-catatan Malaikat dan penghakiman akhir.
Kita semua sedang berada dalam proses itu, entah mengerti atau tidak, entah faham atau tidak, entah sadar atau tidak. Proses yang sangat pasti itu kita menyebutnya sebagai kematian, kehilangan dan kelenyapan dari dunia ini. Semua yang kita ambil, akan diambil. Semua yang pernah hidup, akan mati. Kita sedang menanti kematian kita sendiri dan kematian orang yang paling kita cintai. Entah siap, entah tidak, semuanya akan diambil dari kita. Rabindranath Tagore merenungi hidupnya dan mendapat pencerahan jiwa: "Segala sesuatu yang tidak kita berikan, akan diambil."
Berikut ini ada beberapa saran langkah-langkah terapi menghadapi kehilangan itu.
1. Mengajukan pertanyaan bijak
Pertanyaan renungan paling bijak adalah: "untuk tujuan apa saya hidup?" Semakin sering kita menanyakan pertanyaan yang benar, semakin sering kita menemukan jawaban yang benar. Semakin jarang kita menanyakan pertanyaan yang benar, semakin jarang pula kita menemukan jawaban yang benar. Jadi, orang yang bijak adalah orang yang sering bertanya pertanyaan yang benar, bukan yang berumur banyak  dan berstatus tinggi. Bertanyalah dan menjadi bijaklah, untuk itulah kita diberi talenta kecerdasan, meski kita tidak bisa mengetahui segalanya. Justru karena bijak itu ada batasnya, maka kita mengandalkan Tuhan.  Sadari bahwa kita terbatas dan Tuhan tiada batasnya. More right question, still more right answer.  Semakin sadar kita terbatas, semakin siap kita kehilangan.
2. Menjawab pertanyaan sendiri
Sering kali, kita harus menjawab pertanyaan kita sendiri, karena orang lain tak bisa memuaskan pertanyaan kita. Berdiam dirilah dan mengertilah.  Self talk pribadi atas pertanyaan-pertanyaan bijak itu, akan menuntun kita kepada kesadaran baru bahwa kita hidup hanya untuk Tuhan. Ia diatas segalanya, bukan diri kita dan bukan uang kita yang diatas segalanya [God-centered]. Jawaban itu juga yang melatih kita untuk tahu dan sadar apa fokus kita yang sesungguhnya. Jawaban akan selalu tersedia jika kita merenung ke dalam diri kita sendiri, bukan bertanya kepada motivator di luar diri kita. Motivator dan inspirator juga melakukan hal yang sama, menemukan jawabannya sendiri. Tuhan menyediakan jawaban melalui diri kita. Nabi dan Rasul diutus untuk mengingatkan kearifan kita sendiri. Kita tetap tidak akan menemukan semua jawaban, oleh karena itulah kita diingatkan agar tidak sombong. Meski kita tahu sesuatu, kita tetap tidak ada apa-apanya. Good answer still comes from the inside, not outside. Semakin kita sadar kita tidak berarti apa-apa [merasa kecil], semakin siap jiwa kita melalui kehilangan, demi kehilangan.
3. Mempertajam fokus kita
Perang kita melawan ego dan self-centered adalah perang tentang fokus hidup kita. Semakin mampu kita melatih fokus kita hanya kepada God-centered, semakin efektif tata-ulang hidup kita. Keberhasilan kita bukan memerangi setan di pikiran kita, tetapi memfokuskan titik pandang hidup kita kepada Tuhan. Semakin terfokus kepada Tuhan, setan dan kejahatan dengan sendirinya akan menyingkir. Ia tidak akan membuahkan dosa pikiran, tetapi sebaliknya, ketenangan dan kedamaian pikiran [peace of mind]. Ketenangan selalu memerankan peran antagonis dalam melawan kepanikan dan keterkejutan. Kehilangan adalah tentang kepanikan dan segala ritual ketakutannya. Semakin banyak deposito fokus kita, semakin tabah kita menghadapi kehilangan dan sebaliknya. Daftarkan diri Anda, dalam perlombaan tentang fokus hidup. Dan indahnya adalah Anda akan menyadari ternyata menjadi kaya raya itu bukan fokus yang benar.  Karena semakin hati kita terpusat pada harta, maka fokus kita kepada Tuhan akan tergeser. Manusia tidak bisa memiliki 2 fokus pada saat yang sama. Dari sinilah konsep "life is a choice" bermula.
4. Alamilah kehilangan kecil dan kehilangan besar
Kehilangan paling kecil adalah kehilangan uang [harta benda], merugi, ditipu oleh orang kepercayaan, tertipu oleh teman sendiri, dst. Semakin sering kita mengikhlaskan kehilangan-kehilangan kecil, semakin siap kita menerima kehilangan lebih besar, nyawa dan harta dua-duanya. Mengertilah arti setiap kehilangan kecil, maka kehilangan besar hanyalah 2 x dari kehilangan kecil. Ia tak berarti apa-apa, karena memang bukan kita pemiliknya. Orang tua yang kita miliki, bukan milik kita. Anak yang kita miliki, bukan milik kita. Rumah dan harta yang atas nama kita, juga bukan milik kita. Tuhan tidak pernah mengeluarkan kwitansi lunas atas semuanya itu. Bahkan nyawa kita sendiri bukan milik kita.  Maka latihlah diri Anda untuk memberi [mengikhlaskan dan diambil] oleh Pemilik Kehidupan, karena memang bukan milik kita. Semakin kita sadar bahwa kita tidak memiliki apa-apa [zero ownership] meski kita telah menjadi hero, semakin kita siap kehilangan nyawa kita.
5. Setiap hari adalah kehilangan
Jika kita diizinkan menikmati hari ini, kita telah kehilangan hari kemarin. Tak ada yang bertambah, kecuali berkurang. Perjalanan kita menuju pengurangan. Semakin lama, semakin lenyap, semakin mengecil dan hilang. Tempat penambahan kita adalah semua amal ibadah, doa, iman, kasih, pelayanan dan kedamaian itu sendiri. Itupun tidak bisa terus membesar, mereka akan segera berhenti. Jika kita menyadari bahwa kita terus berkurang, maka kehilangan adalah akhir dari proses pengurangan saja. Jiwa dan hati kita akan terus menjadi lebih besar, setiap kali kita menyadari akan kehilangan-kehilangan yang akan segera datang. Sadari bahwa jiwa besar hanya akibat langsung dari penerimaan kita akan kehilangan. Berlatihlah setiap hari, setiap saat, untuk apa saja. Nanti kita segera menyadari bahwa hidup adalah hadiah semata.
Stay hungry, stay foolish
Harry "uncommon" Purnama
Kamis, 21 April, 2011 04:41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar