Minggu, 28 Agustus 2011

Finding The True Human Best Friend

Oleh: Dadang Kadarusman
Hore, Hari Baru! Teman-teman.



Every human being needs a best friend. Menurut pendapat Anda, apakah itu betul? Saya kira iya. Kita semua mendambakan untuk memiliki sahabat dalam hidup kita. Sekarang cobalah ingat-ingat kembali tentang sahabat-sahabat yang pernah Anda miliki. Lalu pilihlah siapakah diantara mereka yang layak mendapatkan gelar sebagai sahabat terbaik bagi Anda. Jika Anda sudah memilihnya, lalu tanyakan kembali; mengapa dia bisa disebut sebagai sahabat terbaik bagi Anda?



Saya lahir dan dibesarkan di daerah pertanian yang masih dilingkupi suasana alam bebas. Ayah saya memiliki berbagai hewan ternak yang harus dijaga siang dan malam. Oleh sebab itu, kami memelihara beberapa ekor anjing. Kami sepenuhnya sadar jika banyak orang yang menilai buruk kepada anjing. Namun diantara sejumlah sisi buruk itu, kami menemukan banyak sisi baik yang mengagumkan. Bahkan, anjing memperlihatkan banyak kualitas positif yang diabaikan oleh manusia. Padahal, mestinya sih manusia yang memiliki semua kebaikan itu. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar tentang kebaikan dari perilaku anjing; saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:



1. Tutur kata yang baik selalu mendapat tempat yang baik. Kualitas seekor anjing dinilai dari gonggongannya. Bahkan sekalipun Anda tidak memiliki anjing, Anda bisa membedakan gonggongan bernada mengancam dengan gonggongan yang hangat bersahabat. Manusia juga sama. Kita menilai seseorang dari apa yang diucapkan oleh lidahnya. Kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki tutur kata santun dan sopan. Sebaliknya, kita tidak terlalu nyaman berkomunikasi dengan mereka yang kasar dan arogan. Maka pantaslah jika orang tua kita menasihatkan untuk senantiasa menjaga lisan. Karena lisan sering ‘menentukan nasib’ seseorang. Meski para pemilik anjing cenderung menyukai gonggongan anjing mereka sendiri, namun mereka pun mengakui jika anjing orang lain mempunyai gonggongan yang lebih baik dari anjing miliknya. Meskipun manusia memiliki banyak perbedaan dan cenderung menyukai pendapat kelompok masing-masing, namun setiap orang memahami ‘bahasa universal’ yang berisi pesan-pesan tentang kebaikan. Makanya, ketika Anda menyuarakan pesan kebaikan, pasti kebanyakan orang menyukainya. Mereka tidak mempertanyakan agama Anda apa, atau jumlah uang Anda berapa. Karena setiap tutur kata yang baik, selalu mendapat tempat yang baik, dihati orang-orang baik.



2. Perilaku yang baik menghasilkan reputasi yang baik. Kualitas seekor anjing juga dinilai dari perilakunya. Di kampung saya, dulu ada anjing yang sangat galak milik seorang saudagar. Dia sering menyerang orang yang lewat, bahkan sampai menggigitnya. Orang sekampung mengetahui reputasi buruk itu. Setiap kali anjing itu berkeliaran, orang melemparinya dengan batu. Ada juga anjing yang bersahabat, sehingga orang dikampung kami tahu tentang kebaikan anjing itu. Kepadanya, tak seorang pun berani mengganggu. Bukan hanya anjing yang reputasinya dibangun oleh perilakunya. Manusia lebih dari itu. Kita menilai seseorang bukan sekedar dari kata-katanya, melainkan lebih kepada perilakunya. Bagi manusia, perilaku bisa menjadi satu-satunya faktor penentu reputasinya. Bayangkan jika Anda sering membaca artikel saya, lalu Anda mendapati perilaku saya bertolak belakang dengan apa yang saya tulis dalam artikel-artikel itu. Bayangkan Anda mendengarkan seseorang berceramah, tetapi perilakunya berbeda 180 derajat dengan kata-katanya. Tidak mungkin seseorang mempunyai reputasi yang baik dengan perilaku yang buruk. Karena hanya perilaku yang baik saja yang bisa menghasilkan reputasi yang baik.



3. Membuang kecederungan untuk kurang ajar. Program Dog whisperer di National Geographic berkisah tentang anjing-anjing yang mengambil alih kekuasaan dari tuannya. Kita mengira bahwa anjing itu adalah mahluk penurut. Ternyata tidak. Justru anjing bisa menjadi mahluk yang penuntut dan ingin berkuasa. Cesar Millan the dog whisperer menjelaskan bahwa ‘kekurang-ajaran’ anjing terjadi karena tuannya keliru mencurahkan kasih sayangnya. Jika tuannya selalu memberikan apa yang diinginkan sang anjing misalnya, maka ‘ekspektasinya’ akan meningkat terus sehingga dia akan marah jika suatu saat keinginannya tidak terpenuhi. Lho, kok persis seperti sifat manusia ya? Jika ‘apapun’ keinginan kita dengan mudah dipenuhi, maka kita sering terjerumus kedalam keserakahan. Jika suatu ketika keinginan itu tidak dipenuhi, maka kita marah. Kita marah kepada orang tua, atasan, bawahan, atau pemimpin. Bahkan kita marah kepada Tuhan yang ‘tak mengabulkan doa-doa kita’. Dog whisperer menunjukkan bahwa justru rasa sayang kita harus disalurkan dengan cara yang mendidik. Antara lain dengan ‘tidak mudah memberikan’ apa yang diinginkan oleh anjing kita. Anjing harus tahu bahwa tidak ada hasil tanpa usaha. Bahkan dia harus tahu jika ada keinginan yang tidak boleh dipenuhi. Dengan begitu, dia akan tumbuh menjadi anjing yang berperilaku bagus. Barangkali, kita juga mesti sadar bahwa ketika tidak semua doa kita terkabulkan, boleh jadi Tuhan sedang mendidik kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.



4. Memiliki kesetiaan dan kepatuhan yang tinggi. Sudah sejak lama anjing disebut sebagai hewan yang setia. Namun, ketika kesetiaan sudah menjadi sifat umum maka itu tidak lagi menjadi faktor penentu keunggulan anjing atas anjing lainnya. Sekarang, kualitas seekor anjing juga diukur dari kepatuhannya kepada perintah tuannya. Banyak lomba yang diselenggarakan untuk mempertandingkan aspek keunggulan itu. Jika tuannya bilang “Duduk!” , anjing yang patuh akan duduk. “Berbaring!”. “Melompat!”. “Kejar!”. “Ambil!” dan berbagai macam perintah lainnya. Anjing yang paling patuhlah yang dinilai paling baik. Manusia sering mengakui bahwa kita ini menghamba kepada Tuhan. “Hamba,” begitulah kita memberi label kepada diri kita sendiri. Kita berikrar untuk menempatkan Tuhan sebagai tuan bagi kita. Maka kesetiaan manusia juga diukur dari kepatuhannya kepada perintah Tuhannya. “Sami’na. Wa-atho’na. Kami mendengar dan kami mematuhinya.” Apapun titah perintah Tuhan, kita bersedia mengikutinya. Tuhan bilang;”jaga akhlakmu,” maka kita menjaganya. Tuhan perintahkah;”jauhi harta yang bukan hakmu,” kita menjauhinya. Tuhan katakan;”tundukkan hawa nafsumu,” maka kita pun menundukkannya. Kesetiaan kita ditentukan oleh kepatuhan kita kepada perintahNya. Minimal, kita bisa menunaikan perintah-perintah Tuhan yang hukumnya wajib. Lebih baik lagi jika kita bisa melengkapinya dengan yang hukumnya sunnah.



5. Bersahabat dengan the real human best friend. Baru-baru ini ada artikel yang merilis hasil penelitian yang menyatakan bahwa anjing sudah bukan lagi human best friend. Posisinya sudah digantikan oleh komputer. Ya, setidaknya itulah yang terjadi pada saya. Sudah tidak mungkin lagi untuk memelihara anjing di lingkungan tempat tinggal saya saat ini. Tetapi, apakah fakta ini benar-benar telah menggeser gelar anjing sebagai human best friend? Siapakah human best friend sesungguhnya? Anjing atau Komputer? Mungkin kita bisa menjawabnya dengan terlebih dahulu menentukan kriteria best friend. Apakah “Selalu Ada Didekat Kita,” bisa mewakili kebutuhan Anda terhadap sang best friend? Ya. Sahabat terbaik adalah dia yang selalu ada kapan saja dan dimana saja kita membutuhkan kehadirannya. Apakah anjing, atau komputer yang bisa memenuhi kriteria itu? Anjing saya tidak boleh ikut ke sekolah. Komputer saya sering kehabisan baterai. Jika demikian, tidak dua-duanya. Lalu adakah yang bisa memenuhi kriteria berat itu? Guru kehidupan saya menceritakan firman Tuhan;”Jika mereka bertanya kepadamu tentangKu, maka katakanlah bahwa Aku ini dekat.” Beliau menambahkan, “Bahkan lebih dekat dari urat lehermu sendiri.” Bukankah Dia yang selalu menjaga jantung kita tetap berdegup? Indeed, we have the real human best friend.



Kita sering menilai anjing sebagai binatang yang kotor dan najis. Mungkin itu benar. Tetapi anjing memiliki sifat-sifat mulia yang patut kita tiru. Meniru anjing? Tentu janggal jika yang kita tiru adalah sifat hewaninya. Tetapi, bukankah Tuhan tidak menciptakan apapun untuk sebuah kesia-siaan? Boleh jadi, Tuhan menciptakan anjing agar kita bisa lebih sadar bahwa kita ini mahluk dengan derajat yang lebih tinggi. Maka jika kita masih meniru perilaku buruk anjing, kita perlu malu lalu berhenti berperilaku seperti itu. Tidak patut kita memelihara perilaku buruk itu. Dan jika kita melihat ada sisi positif pada anjing, maka sudah sepantasnya jika kita belajar untuk memiliki kualitas yang lebih baik dari itu. Dengan begitu, kita bisa menempatkan diri pada posisi yang seharusnya. Posisi yang Tuhan anugerahkan, yaitu; menjadi mahluk yang lebih mulia dari mahluk lainnya.



Mari Berbagi Semangat!

Dadang Kadarusman - 3 Agustus 2011

Master Trainer & Natural Intelligence Inventor



Catatan Kaki:

Dimana letaknya kemuliaan yang kita agung-agungkan itu, jika kita masih saja meniru perilaku buruk hewani?

Selasa, 2 Agustus, 2011 22:02

Tidak ada komentar:

Posting Komentar