Kamis, 04 Agustus 2011

Jember Fashion Carnaval X: Rebranding Kota Jember

Oleh:  Budi Setiawan

Lima belas tahun yang lalu, citra Jember yang muncul di media adalah perkebunan beserta konfliknya yang berkepanjangan. Tapi sekarang, Jember tampil sebagai salah satu pusat fashion, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di akui dunia. Itu berkat Jember Fashion Carnaval, kreasi rakyat berkelas dunia.

Antara tahun 1994 – 1997, beberapa kali aku berkunjung ke Jember untuk konsolidasi gerakan demokrasi lokal yang banyak bergerak dalam melakukan advokasi konflik perkebunan. Jember sebagai kota perkebunan di Jawa Timur memang dikenal sejak jaman belanda. Salah urus pemerintah melahirkan banyak konflik antara petani dengan pengusaha dan pemerintah. Tak heran konflik perkebunan di Jember yang lebih sering muncul di media seperti kasus Jenggawah dan Ketajek.

Di sisi lain, Jember dikenal dengan kota santri. Ada banyak pesantren dengan tokoh ulama yang cukup di segani di lingkup nasional. Pemimpin lokal pun mengadopsi prinsip Islam dalam menjalankan trilogi pembangunan. Jember juga menjadi salah satu basis kuat NU.

Tapi sekarang, ribuan wartawan lokal, nasional dan mancanegara mengkhususkan buat hadir di Jember. Ratusan ribu orang dari lokal, kota lain dan bahkan luar negeri berkumpul untuk menyaksikan sebuah penampilan yang jauh dari citra Jember di masa lalu. Adalah Jember Fashion Carnaval yang menciptakan citra baru dari kota Jember.

Aku sendiri terpesona oleh Jember Fashion Carnaval sejak 2005, ketika melihat serangkaian foto di harian nasional. Aku mengundang Dynand Fariz di SL MPPO 2 pada 2010. Tapi baru pada tahun ini datang langsung menyaksikan keindahan Jember Fashion Carnaval. Memang luar biasa!


Pada tahun ke-10 Jember Fashion Carnaval ini, tema yang di ambil adalah Eyes on Triumph. Tampil 9 defile terbaik mulai tahun pertama hingga tahun kesembilan ditambah Royal Kingdom Defile. Puluhan orang terlibat dalam sebuah defile dengan corak fashion sesuai tema defile tapi masing-masing punya keunikannya tersendiri.

Peserta JFC berjalan menempuh jarak 3,6 km, dari alun-alun hingga GOR. Bayangkan, kota yang berubah menjadi catwalk raksasa. Ratusan ribu orang dari berbagai penjuru hadir untuk menikmati mode fashion tidak hanya di Indonesia tapi juga dunia.
Panggung Wartawan

Apa kunci sukses Jember Fashion Carnaval sehingga bisa melakukan rebranding kota Jember? Saya coba menjawabnya berdasarkan pengamatan langsung dan pelajaran dari skripsi mahasiswa yang saya bimbing.


1. Apresiatif

Tidak perlu tampan atau cantik untuk terlibat sebagai peserta JFC. Kegiatan ini berbeda dengan kegiatan fashion lainnya yang menuntut syarat kulit, tinggi, proposisi dan ukuran fisik lainnya. Selama mau belajar dan punya kreativitas bisa terlibat. Bahkan, pada tahun ini melibatkan tentara dan narapidana perempuan sebagai peserta.

Tidak harus bahan mahal untuk membuat pakaian/fashion di JFC. Ketika saya mengundang JFC, saya berkali-kali memegang pakaian JFC karena tidak percaya kalau itu berasal dari kantong plastik, rafia, bulu ayam, akar pohon dan bahkan sapu ijuk.

Prinsipnya, JFC dijalankan dengan mengapresiasi keadaan dan sumber daya yang tersedia di Kota Jember. Apapun keadaannya ya diterima dan dioptimalkan.


2. Imajinasi

Jember Fashion Carnaval itu seolah-olah lepas dari yang kita ketahui tentang Jember. Ada proses melupakan situasi yang ada agar bisa lepas bebas berimajinasi. Tidak terpaku pada persoalan-persoalan yang membelit kota.

Jember Fashion Carnaval menciptakan event yang unik dan spektakuler dengan tetap berpijak pada keadaan yang ada. Tak heran bila awak kemunculannya mengundang kontroversi. Sebagian warga menyebut “munculnya orang-orang aneh di alun-alun” hingga penolakan dari DPRD.


3. Partisipasi penuh

Kita yang bisa melakukan rebranding kota harus bisa diakses oleh banyak warga kota. Semakin banyak semakin baik karena itulah yang menjadi penyebar energi positif ke seluruh penjuru kota.

Biasanya, kegiatan fashion dilangsungkan di sebuah gedung. Sebesar apapun tetap membatasi akses warga kota untuk menyaksikannya. Jember Fashion Carnaval justru melakukannya di jalan raya dengan menyatukan 2 pusat publik, alun-alun dan GOR.


4. Paduan edukasi dengan ekonomi

Jember Fashion Carnaval bukan sekedar pertunjukan fashion yang selesai acara selesai semuanya. Kegiatan ini merupakan ujung akhir dari sebuah proses panjang pendidikan kreatif. Hasilnya, mereka yang terampil dan kreatif bidang fashion.

Perlu diketahui, JFC awalnya adalah Pekan Mode Dynand Fariz, sebuah ajang penampilan karya dari sekolah fashion. Kemudian JFC meluas, Dynand Fariz mendatangi sekolah-sekolah dan mengundang siswanya untuk terlibat di JFC.
Mereka diajak berimajinasi, belajar keterampilan untuk mewujudkan imajinasi itu dalam bentuk fashion yang ditampilkan dalam Jember Fashion Carnaval. Ketika anda menyaksikan JFC, anda sebenarnya tengah mengagumi karya sang pembelajar.

Menariknya, pendidikan di JFC berdampak ekonomis. Mereka yang tampil di JFC bisa membuka usaha sendiri. Selain karena pengalaman dan keterampilan yang didapatkan, tampil di JFC menjadi semacam “jaminan” kemahiran seseorang di bidang fashion.


5. Konsistensi

Sepuluh tahun perjalanan menunjukkan konsistensi itu. Rebranding sebuah kota bukan proses singkat karena melibatkan kesadaran warga kota dengan keragamannya.

Pernah ketika hari-H hujan deras, JFC tetap berlangsung. Apapun yang terjadi, pertunjukkan harus tetap berjalan.


6. Media Internasional

Ada istilah, terkenal dulu di luar negeri baru dianggap keren di dalam negeri. Istilah itu sedikit banyak juga terjadi pada JFC.

Jadi ada kisah, Dynand Fariz dan tim tampil di sebuah pameran di Bali. Penampilan mereka dengan pakaian yang unik memikat seorang reporter dari media internasional untuk memotretnya. Foto ini kemudian tampil di media tersebut dan akhirnya memancing media nasional buat meliput.

Sekarang, wartawan dan fotografer disediakan panggung khusus di Jember Fashion Carnival. Ada lebih dari 1000 wartawan yang meliput JFC X.

Terakhir, bila ada kota lain yang ingin melakukan rebranding, tidak perlu meniru tampilan dari Jember Fashion Carnaval. Mengapa? Setiap kota punya keadaan, khasanah dan imajinasi uniknya sendiri. Tapi penting untuk belajar dari prinsip-prinsip bagaimana JFC bisa melakukan rebranding kota Jember.

Budi Setiawan

Senin, 1 Agustus, 2011 09:01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar