Rabu, 30 November 2011

Dampak Internet : Demokrasi, Riset, Cinta dan Personal Brand

Oleh:  Budi Setiawan

Internet berdampak terhadap kehidupan, baik terhadap demokrasi, riset, cinta maupun personal brand. Bagaimana internet bikin #XLangkahLebihMaju?
 

Berkenalan Dengan Internet

Berkenalan dengan internet adalah keberuntungan. Betapa tidak pada tahun 1996, ada seorang alumni yang memberi modem kepada kami, Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya (FKMS). Modem tersebut melengkapi komputer DX2 sehingga kami dari sebuah jalan kecil bisa terhubung dengan seluruh dunia.

Jangan bayangkan kecepatannya. Lupakan keluhan terhadap koneksi internet saat ini. Kecepatan internet pada modem itu adalah 14.4 kbps. Kecepatan itu pun tercapai kalau koneksi lagi baik hati, dan itu jarang terjadi. Sekitar beberapa bulan kemudian, muncul warnet generasi awal di Surabaya. Berapa tarifnya? Satu jam kita harus merogoh 10 ribu rupiah dengan kecepatan tidak lebih baik dari pada menggunakan modem.

Meski begitu, internet telah mengubah banyak hal dalam kehidupanku sejak 1995 sampai sekarang. Dampak internet membuatku XLangkah Lebih Maju setidaknya dalam 4 topik : Demokrasi, Riset, Cinta dan Personal Brand.

Internet Membuat Demokrasi XLangkah Lebih Maju

Aku bergabung di Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya (FKMS) sejak 1994. Panjang ceritanya, aku akan ceritakan di posting lain saja. Organisasi ini merupakan sebuah gerakan pro demokrasi yang bergerak dalam melakukan advokasi terhadap hak-hak rakyat dan penegakan demokrasi di negeri ini. Internet telah mengakselerasi gerakan demokrasi kami.

Awalnya kami mulai mencari sumber informasi terkait misi Forum Komunikasi  kami, gerakan pro demokrasi. Waktu itu yang ramai adalah milis ApaKabar, sebuah tempat berkumpulnya banyak aktivis yang kritis terhadap pemerintah. Selain itu, situs yang sering kami akses adalah Tempo Interaktif, sebuah metamorfosa dari majalah Tempo yang dibredel oleh Soeharto.

Ketika tengah membaca-baca situs Tempo Interaktif, aku merasa bahwa informasi yang lebih apa adanya ini perlu disebarkan kepada banyak orang. Bukan hanya dinikmati mereka yang punya akses internet, yang jumlahnya masih sangat sedikit pada waktu itu. Akhirnya, tercetus sebuah ide di kepala ini. Aku kemudian menjelaskan ide itu kepada teman-teman yang lain serta teman yang mempunyai sumber daya yang dibutuhkan untuk merealisasikan ide tersebut.

Apa idenya? Simpel. Informasi di situs Tempo Interaktif itu di tata ulang, cetak dan dijual ke kampus-kampus. Akhirnya, aku bersama Gunardi berbagi tugas untuk menangani Tempo Interaktif versi cetak itu. Edisi perdana mulai kami garap. Begtu edisi terbaru Tempo Interaktif diluncurkan, biasanya sabtu malam, aku langsung mengunduh, layout dan print. Lumayan lama, biasanya aku baru bisa menyelesaikan jam 3 – 4 pagi atau sekitar 6 – 7 jam.
Hasil print Tempo Interaktif itu aku tata dan masukkan amplop. Aku tidur hehe.

Langkah selanjutnya ditangani Gunardi, membuat plat, membeli kertas dan memasukkan ke percetakan. Jadi semua proses sebisa mungkin kami tangani sendiri untuk menekan ongkos produksi.

Tempo Interaktif versi cetak ini biasanya selesai senin sore. Gunardi bertugas mengambil dari percetakan dan membawahnya ke markas kami. Aku dan teman-teman lain yang sudah berkumpul kemudian menjilid secara manual. Iya, diset satu-satu kemudian distaples. Proses penjilidan ini selesai sekitar jam 10 malam. Jadi, Tempo Interaktif versi cetak itu seperti makalah yang dicetak 1 warna (beragam warnanya) dan dijilid dengan staples gitu.

Gunardi kemudian membagi jatah pada mahasiswa loper yang akan menjual di kampus yang menjadi daerah penjualannya. Aku biasanya berjualan di kampus-kampus yang belum ada mahasiswa lopernya.

Tempo Interaktif yang dijual dengan harga Rp. 1.000 ini disambut antusias oleh warga kampus. Tidak tanggung-tanggung, edisi perdanya terjual sampai 1500 eksemplar. Sebuah tanda betapa hausnya masyarakat kampus terhadap informasi yang jernih dan bebas kooptasi penguasa.

Apa dampaknya? Internet membuat demokrasi menjadi XLangkah lebih maju yang ditandai persebaran informasi secara luas baik dalam bentuk milis dan situs, maupun dalam bentuk cetak. Tak jarang, kami melampirkan siaran pers, semisal tentang kasus penggusuran petani, dalam bundel Tempo Interaktif versi cetak itu.

Mahasiswa aktivis yang menjadi loper tidak sekedar berjualan Tempo Interaktif. Mereka justru menjadikan Tempo Interaktif ini sebagai awal obrolan tentang nasib negeri ini kepada banyak kalangan. Sebelumnya obrolan semacam itu terjadi saat momen tertentu, tapi aktivitas menjual Tempo Interaktif itu membuat obrolan itu berlangsung rutin setiap minggu. Obrolan itu yang menjadi cikal bakal terbentuknya dan perluasan jejaring informasi ke berbagai kampus.

Internet juga membuat organisasi pro demokrasi jadi lebih mandiri. Keuntungan dari hasil penjualan Tempo Interaktif cukup memadai untuk operasional organisasi termasuk untuk melakukan perjalanan ke daerah kasus. Awalnya, printer pinjaman, akhir bisa beli printer sendiri. Awalnya, satu line untuk telepon dan internet, akhirnya bisa punya 2 line yang terpisah.
Apa dampaknya bagiku? Enaknya, aku bisa dapat uang saku, baik dari melayout maupun dari berjualan Tempo Interaktif. Loper mendapatkan 200 rupiah untuk setiap eksemplar yang terjual. Rata-rata aku bisa menjual 100 eksemplar. Jadi tiap minggunya bisa dapat tambahan uang saku 20 ribu rupiah. Tidak terlalu besar memang, tapi kalau dibandingkan uang saku bulananku sebesar Rp. 100 ribu, maka hasil dari loper itu lumayan besar. Tidak heran selalu saja ada mahasiswa yang tertarik menjadi loper Tempo Interaktif versi cetak ini.

Apa dampak gak enaknya? Aku tiap malam minggu harus duduk di depan komputer sampai pagi. Jadi bayangkan, apapun yang terjadi, selambat-lambatnya jam 10 malam aku harus sudah berada di markas dan duduk manis di depan komputer. Untunglah, pacarku pada saat itu pengertian. *uhuk
Penjualan Tempo Interaktif versi cetak ini kami ceritakan pada redaksi, sehingga aktivitas kami ini dimuat dalam Surat dari Redaksi Tempo Interaktif

Di kampus-kampus, terutama di Jawa Timur, TEMPO Interaktif juga cukup dikenal. Sebabnya, rupanya sekelompok mahasiswa di Surabaya men-downloadseluruh artikel di web site ini setiap minggu, me-layout ulang, dan kemudian mencetaknya. Kabarnya, setiap minggu beredar sekitar 1000 eksemplar “TEMPO Interaktif cetak” itu di Surabaya, Malang, dan beberapa kota lain. Satu eksemplar dijual dengan harga Rp 1000. Kami dengar, di Bandung, Yogya, dan juga Jakarta, ada juga kelompok-kelompok yang mengedarkan edisi “cetak” tadi. (Surat dari Redaksi, Edisi 01/02 – 08/Mar/1997)

Kami lega karena kiprah kami juga mendapat dukungan dari pihak Tempo Interaktif. Mungkin karena kesamaan misi, penyebaran informasi yang jernih dan obyektif pada masyarakat. Kiprah kami ini berakhir ketika majalah Tempo terbit kembali pasca reformasi.

Internet juga memudahkan kalangan pro demokrasi untuk berkomunikasi. Kami waktu itu memantau perkembangan Kudatuli, bukan dari media massa yang dikooptasi penguasa, tapi dari kesaksian langsung pelaku yang disebarkan melalui internet. Komunikasi melalui internet ini pula yang menjadi tulang punggung komunikasi gerakan reformasi 1998.

Demikianlah dampak internet yang membuat demokratisasi informasi XLangkah lebih maju. Demokrasi tanpa kebebasan akses informasi itu ibarat membeli kucing dalam karung. Internet memungkinkan informasi bisa dinikmati oleh masyarakat luas. Masyarakat punya akses informasi dan menyebarluaskan informasi mereka.

Internet Membuat Riset XLangkah Lebih Maju

Pasca reformasi, aku kembali pada kenyataan, menyelesaikan kuliah hehe. Tanggungan yang lama tertunda harus segera dituntaskan, skripsi. Kembali menggalau. Untunglah, kehadiran internet membantuku mengatasi kegalauan.
Begini ceritanya. Dalam pikiranku waktu itu, skripsi adalah biaya. Dari mana aku mendapatkan biaya skripsi? Padahal tidak mungkin minta tambahan uang saku dari orang tua, selain sudah terlalu banyak meminta, waktu itu adikku mulai kuliah juga. Aku harus mencari akal untuk mensiasati persoalan biaya itu. Pucuk dicita, ulam tiba. Ada seorang dosen yang mensosialisasikan tentang Lomba Karya Inovatif Produktif (LKIP) yang diadakan oleh Dikti.
Biar menang LKIP tentu aku harus punya ide inovatif. Aku ngobrol dengan teman cangkruk, kamerad Iwan. Ngobrol panjang lebar akhirnya tercetus ide untuk menggunakan Rep Grid dalam dunia entrepeneur. Mengapa Rep Grid? Selain mudah dan simpel, penggunaan alat ini belum ada atau masih langka di Indonesia. Mulailah mengakses internet untuk mempelajari Rep Grid dan mulailah menyusun proposal.

Singkat cerita, proposalku diterima menjadi salah satu proposal yang dibiayai risetnya oleh Dikti. Alhamdulillah….. Aku bersama tim tinggal di Tanggulangin, sentra tas dan koper, selama 3 bulan. Dana itu memungkinkan aku membiayai kos di daerah riset, selain juga memenuhi kebutuhan riset lainnya.
Meski ada dosen pembimbing, pembimbing riset ini sesungguhnya adalah mbah Google. Mengapa? Aku sudah mencari informasi kesana kemari ternyata tidak ada dosen/praktisi psikologi yang menggunakan Rep Grid. Selain itu, risetku ini adalah riset kualitatif yang pada waktu itu masih belum banyak ditemukan di ranah psikologi Indonesia. Akhirnya, semua bergantung pada literatur yang kutemukan melalui Google.

Temuan-temuan melalui Google, akhirnya aku sadar bahwa ilmu ternyata tidak netral. Rep Grid banyak dikembangkan di Inggris dan negara persemakmuran. Sementara, psikologi Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh aliran yang berkembang di Amerika Serikat.

Analisis riset ini adalah bagian yang paling berat. Sama sekali menggantungkan diri pada diri sendiri. Tidak jarang aku merasa mual ketika mengerjakan analisis riset ini. Bener-bener mual mau muntah gitu. Tapi bagaimana lagi, aku sudah punya komitmen sehingga akhirnya selesai juga laporan risetnya.

Datanglah waktunya PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional), waktunya aku mempresentasikan hasil riset ini di depan dewan juri. Dalam persiapannya, aku banyak terbantu oleh Tim Unair yang banyak memberi masukan dan kritikan. Aku jadi lebih siap presentasi hasil riset ini di forum nasional tersebut. Alhamdulillah, risetku menjadi juara 2 Lomba Karya Inovatif Produktif. Aku pun mendapat hadiah uang yang aku gunakan melanjutkan riset untuk skripsi.
Juara 2 LKIP berdampak ganda, meningkatkan kredibilitasku di depan dewan penguji skripsi sekaligus menjadi beban sebagai juara. Tapi ujian skripsi berhasil aku tuntaskan dan Alhamdulillah menjadi sarjana.

Riset ini memberi pelajaran, internet membuat risetku menjadi XLangkah Lebih Maju. Ketika tesis pun, aku memilih menggunakan Appreciative Inquiry, sebuah pendekatan perubahan positif yang masih sangat baru. Internet menyediakan sumber literatur sekaligus juga memungkinkan kita berkomunikasi dengan para ahli yang menguasai topik yang kita pelajari.
Selain itu, internet memungkinkan kita mensosialisasikan metode, pendekatan dan hasil riset kita pada masyarakat luas. Setelah tesis, aku banyak menulis dan menyebar luaskan Appreciative Inquiry melalui internet. Mengapa aku menyebarkannya? Aku yakin pendekatan ini bisa menjadi alternati dalam memajukan bangsa Indonesia. Aku bahkan menulis sebuah buku-e sederhana, bila berminat silahkan unduh di sini.

Internet menjadi media pembelajaran, pembimbingan dan penyebarluasan riset ke seluruh dunia. Internet membuat dunia riset menjadi XLangkah Lebih Maju.

Internet Membuat Cinta XLangkah Lebih Maju

Ada orang bilang, bila kita tidak mempunyai teman dekat ketika sekolah atau kuliah maka kemungkinan besar kita akan mengalami kesulitan dalam menemukan jodoh. Mengapa? Kenyataannya, orang jatuh cinta dengan orang-orang yang pernah ditemuinya. Jadi, sejauh apapun terbang, bangau itu kembali ke sarangnya. Kuliah di negeri orang, jodoh tetap di negeri sendiri. Sampai menyelesaikan S2 pun, seringkali jodohnya adalah teman SD.
Nah ini persoalan bagiku. Aku kerapkali berpindah-pindah tempat tinggal karena mengikuti tugas bapak. Bayangkan, aku punya 2 TK, 2 SD, 2 SMP, dan 2 SMU, yang itu pun kebanyakan di pelosok Papua yang sulit transportasinya.  Bayangkan, gimana aku bisa pedekate? *wajahsedih* Apakah aku harus menjelajahi hutan? Atau mengarungi lautan? *lebay

Nah internet memberi solusi. Mengapa? Kita bisa bertemu dengan banyak teman, lama maupun baru, di internet. Teman SD yang telah lama menghilang akhirnya berjumpa lagi di MIRC *eh di Friendster *eh di Facebook.  Kita pun bisa bertemu dengan banyak teman baru yang menarik dan seide. Nah beberapa di antaranya berujung pada kencan online.

Tidak aku pungkiri, perkenalan dengan internet membuatku mengeksplorasi berbagai manfaatnya, termasuk kencan online. Duluuuuuuu, sempat bertemu dan kencan dengan perempuan yang berjumpa di dunia online. Ada sensasi yang berbeda dibandingkan kencan dengan orang yang kita kenal di dunia offline.

Intinya, internet membuat perjalanan cinta kita bisa XLangkah Lebih Maju. Kita bisa mengenal lebih banyak orang dari berbagai bidang. Lebih banyak pilihan. Meski tetap perlu waspada, karena ada banyakDusta Online bertebaran.

Internet Membuat Personal Brand XLangkah Lebih Maju

Internet ternyata mengalami tahapan perkembangan juga. Awal kelahiran, sumber isi (content) di Internet hanya terbatas pada pemerintah atau perusahaan. Perkembangannya kemudian lahir web 2.0 atau media sosial, yang memungkinkan setiap orang menjadi sumber isi (content). Akibatnya, setiap orang bisa mempunyai media sendiri untuk mengekspresikan diri dan potensinya. Orang tidak lagi tergantung pada media konvensional.

Peluang dari media sosial ini yang mendorong lahirnya konsep personal brand. Individu bisa menciptakan brandnya sendiri, yang melekat dengan dirinya. Apa manfaatnya? Dengan membangun personal brand, dunia bisa mengenal diri, kemampuan dan karya kita.

Aku sendiri sudah aktif ngeblog sejak 4 tahun yang lalu. Awalnya, hanya sekedar menulis atau buat katarsis. Tapi sejak tahun ini, aku menggarap lebih serius blog Bukik.com ini. Selain ngeblog, aku juga aktif di twitter @bukik yang membuatku berkenalan dan ngobrol online dengan banyak orang.

Memang tidak bisa instan, tapi aku sudah merasakan manfaat dari personal brand tersebut. Berkat membangun personal brand, aku di undang menjadi pembicara atau fasilitator di berbagai tempat, semisal di Cerita Itu Ibarat LemSharing The Dancing Leader di @Nutrifood atau lengkapnya bisa dilihat di Rekam Jejak.

Jalan membangun personal brand adalah jalan panjang yang berkelok. Tidak bisa instan tapi kita bisa mengerjakannya sambil bekerja. Bagiku, setiap posting adalah investasi bagi personal brand. Aku tidak punya uang, tidak bisa investasi modal. Tapi aku punya ide yang bisa kutuliskan sebagai sebuah investasi. Sedikit demi sedikit tulisan itu akan menjadi karya yang membanggakan, selama kita tekun menulis. Tidak harus langsung banyak. Satu minggu 1 tulisan, 1 tahun sudah 52 tulisan.

Internet memungkinkan kita XLangkah Lebih Maju dalam membangun karir. Kita bisa optimalkan internet untuk membangun personal brand kita. Setiap ide atau potensi bisa disaksikan oleh banyak orang.

Penutup: Internet sebagai Media XLangkah Lebih Maju

Internet ibarat komedi putar. Kita bisa berkeliling dunia dengan tetap berada di satu tempat. Kita bisa menjelajahi dunia yang berbeda, berkenalan dengan orang baru, mendapatkan informasi dan pandangan baru. Ayo berkendara dan nikmati internet untuk kehidupan lebih baik.
Internet bukan sekedar alat. Internet bukan sekedar teknologi. Internet adalah media baru. Internet adalah dunia baru. Internet membuat lebih banyak orang untuk memberdayakan diri dalam berbagai bidang kehidupan. Internet menjadi media bagi siapapun untuk XLangkah Lebih Maju.

Bagaimana Internet berdampak pada kehidupanmu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar