Oleh:  Dadang Kadarusman 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Apakah  Anda bisa ‘merasakan’ adanya perubahan di perusahaan Anda? Saya sengaja  memberi tanda petik (‘) pada kata merasakan untuk menekankan  bahwa perubahan yang saya maksud bukanlah dari aspek fisik belaka. Perubahan dalam bentuk penerapan system baru atau  kedatangan  CEO baru tentu mudah untuk kita ketahui. Tapi tahukah Anda bahwa  diperusahaan Anda sedang terjadi perubahan yang terjadi sedemikian  halusnya sehingga hanya bisa disadari oleh mereka yang benar-benar bisa  merasakannya? Orang yang tidak menyadari adanya perubahan itu sering  kaget beberapa tahun kemudian. Lalu mereka mengatakan;”suasana kerja  dikantor kita sudah tidak seperti dulu lagi..”. Padahal, perubahan itu  tidak terjadi begitu saja. Sebaliknya, orang yang menyadari  adanya perubahan itu tidak akan kaget. Karena setiap hari, mereka  merasakan dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang sedang  berlangsung. Mereka yang tidak sadar, sering merasa dipaksa untuk  menerima perubahan. Sedang mereka yang merasakannya sudah terbiasa  mengikuti iramanya. Jika Anda boleh memilih, Anda ingin menjadi kelompok  yang mana?  
Saat  sedang menunggu untuk boarding saya paling suka melihat pesawat terbang  yang hendak take off dilandasan pacu. Setiap kali pesawat itu melintas,  saya bisa merasakan betapa tingginya kecepatan gerak pesawat itu  sehingga hanya dalam hitungan detik dia sudah menghilang dibalik awan.  Anehnya, ketika saya berada didalam pesawat, saya tidak merasakan jika  dia bergerak dengan kecepatan yang sedemikian tingginya. Mengapa ya? Oh,  karena sekarang saya sudah menjadi bagian yang menyatu dengan tubuh  pesawat itu. Ketika saya berada di luar pesawat, saya hanya menjadi  penonton yang ‘menyaksikan’ pesawat terbang yang sedang bergerak  sedemikian cepatnya. Sedangkan ketika berada dalam pesawat itu,  saya  adalah entitas yang bergerak sama cepatnya dengan pesawat itu.  Seandainya saya berada di luar  pesawat, lalu tubuh saya diikat ke pesawat. Tentu tubuh saya bisa  hancur jika harus terbang mengikuti arah geraknya pesawat. Untuk bisa  mengimbangi kecepatan pergerakan di perusahaan, kita pun harus  benar-benar menjadi bagian yang menyatu dengan perusahaan itu. Jika  tidak, kita akan sangat tersiksa mengikutinya. Bagi Anda yang tertarik  menemani saya belajar mengimbangi dinamika pergerakan perusahaan, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:   
1.      Kapasitas diri yang terdayagunakan. Teman saya yang lulusan perguruan tinggi beken memiliki potensi tinggi. Dia bekerja di perusahaan biasa-biasa saja. Aktivitas  kerjanya boleh dibilang santai-santai saja. Bahkan masih sempat membaca  koran gossip atau bermain catur di jam kerja. Gajinya ‘cukup’ untuk  kehidupan keluarganya. Pergi dan pulang kantor dengan ‘nyaman’ karena  toh semua orang dikantornya juga begitu. Santai saja. Dia menyukai  kenyamanan itu. Namun dalam hati dia sering bertanya; “Apa yang sudah  saya capai dalam 10 tahun terakhir?” Pertanyaan itu semakin menjadi-jadi  ketika teman saya itu bertemu dengan teman sekelas waktu kuliah dulu.  Orangnya tidak lebih pintar dari dirinya. Bahkan, boleh dibilang ‘tidak  ada apa-apanya’. Tapi, mengapa dia bisa lebih sukses dari dirinya?  Setidaknya, itulah yang tercermin dalam pencapaian fisik dan karirnya.  Orang ini pergi pada saat hari masih gelap. Dan pulang juga setelah  matahari terbenam. Teman saya bertanya; “ngapain sih elu kerja banting  tulang seperti itu?” Sebuah jawaban meluncur darinya; “Gua nggak banting  tulang. Gua sedang mendayagunakan semua kemampuan yang gua miliki.”  Teman saya tertegun. Lalu dalam hatinya dia berbisik;”sudah sejauh mana  saya mendayagunakan kapasitas diri yang saya miliki….?”
2.      Konsekuensi bekerja di perusahaan bagus.  Teman saya yang lain bekerja di perusahaan dengan reputasi tinggi.  Kebanyakan temannya adalah mereka yang memiliki kinerja tinggi, ambisius  dan mempunyai standar kerja yang tinggi. Tuntutan perusahaan pun sangat  tinggi. Kenaikan target kinerja, tuntutan  terhadap kualitas kerja, penerapan kedisiplinan, tegangan tinggi dalam  komunikasi dengan berbagai pihak, dan macam-macam hal lainnya.  Kebahagiaan karena diterima diperusahaan  itu segera diliputi oleh pemandangan yang boleh dibilang ‘mengerikan’.  Tiba-tiba saja dia melihat dirinya begitu kecil diantara para raksasa  yang berseliweran. Teman saya ini segera menarik nafas panjang. Lalu  berusaha untuk menenangkan dirinya. “Hey, bukankah kamu sendiri yang  ingin bekerja di perusahaan bagus ini?” begitu dia katakan kepada  dirinya sendiri.  Kenyataannya, tidak ada perusahaan bagus  yang berkompromi dengan kualitas dan pencapaian. Mereka semua keras pada  kedisiplinan dan komitmen. “Maka, disinilah kamu sekarang!” teguran  keras itu kembali membentur kalbunya. “Kamu bisa menghadapi semuanya,  atau kamu pergi saja dari sini untuk mencari perusahaan yang kamu kira  bisa membuat dirimu bekerja dengan gampang…..” Teman saya itu lalu  menyadari bahwa semua hal yang saat ini dihadapinya dikantor, adalah  konsekuensi atas pilihannya sendiri untuk bekerja di perusahaan bagus.  Maka untuk  bisa bertahan di tempat yang bagus, pilihannya hanya satu. Yaitu;  menjadi karyawan yang juga berkinerja bagus. 
3.      Generasi baru dengan kualifikasi baru.  Sekarang teman saya sudah bekerja sekitar 10 tahun. Sejauh  ini, dia sudah meraih pencapaian yang memuaskan. Bahkan beberapa kali  mendapatkan penghargaan sebagai karyawan terbaik. Dia sudah merasa  nyaman dengan iramanya. Bahkan, dia tidak bisa membayangkan bagaimana  seandainya dia bekerja di perusahaan ecek-ecek. Bukannya bahagia, malah  batinnya mungkin akan menjadi tersiksa. Namun, ada satu hal yang  akhir-akhir ini sangat mengganggu dirinya. Perusahaan mulai rajin  merekrut orang-orang baru. Perasaan gundah mulai mengusik hatinya. Ada  orang yang baru masuk dengan standard pendidikan yang tinggi. Ada yang  berpengalaman dari perusahaan yang lebih besar. Ada yang sangat akrab  dengan atasannya. Ada juga yang membawa keahliannya untuk membangun dan  menerapkan system yang baru. Sekarang, jantungnya mulai sering  berdebar-debar. Beberapa teman seangkatannya, mulai mengundurkan dengan  alasannya sendiri-sendiri. “What will happen to me?” bisiknya. Lalu dia  merenung dengan kesungguhan. “It is not about what will happen to you,”  begitu ia mendengar suara dari dalam dirinya. “It is about how you want  it happen to you.” Setelah merenung itu, dia menemukan bahwa semuanya  itu terserah dirinya. Kehadiran orang baru adalah fitrah yang tidak bisa  dihindari. Dirinyalah yang menentukan, apakah keadaan itu bisa  menjadikan dirinya lebih baik, atau sebaliknya.  Dan dia memilih untuk menjadikan keadaan itu sebagai pemacu kinerjanya.  Sekarang, dia tidak lagi mengkhawatirkan kehadiran orang-orang baru  yang membawa kualifikasi baru. 
4.      Lingkungan kerja kita terus berubah.  Sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, dunia bisnis sudah berubah  banyak. Krisis susulan tahun 2008 meluluhlantakkan struktur keuangan  dunia sehingga bahkan perusahaan besar yang terbukti tangguh selama  ratusan tahunpun bisa bangkrut dalam sekejap. Kabar baiknya, teman saya  ini masih mempunyai pekerjaan dengan imbalan yang bagus di perusahaan  yang besar pula. Kabar buruknya, krisis ekonomi dunia tidak benar-benar  berakhir. Eropa dan Amerika, semakin ketar-ketir dengan perkembangan  kondisi ekonomi mereka yang compang camping. Dan itu kemungkinan besar  akan  berimbas kepada keseluruhan kondisi perekonomian dunia. Akankah krisis  berikutnya menyusul? Mungkin. Tetapi, jikapun itu terjadi; tak satupun  perusahaan yang ingin menjadi korban. Oleh karenanya, setiap perusahaan  yang ingin panjang umur tidak bisa lagi menerapkan prinsip business as  usual. Karena menjalankan cara berbisnis seperti yang selama ini mereka  lakukan hanya akan menempatkan mereka pada posisi yang sangat rentan.  Teman saya, merasakan betul dampaknya terhadap kebijakan perusahaan.  Teman-temannya pun merasakan hal yang sama. Lalu mereka bernostalgia;  “perusahaan kita tidak senyaman dulu lagi ya…?” Suatu sore, dia  mendapatkan email antah berantah yang subjeknya didahului dengan kata  ‘Artikel’. Iseng-iseng dia membuka dan membaca email itu. Hatinya  tersentak ketika dia membaca satu kalimat “Lingkungan kerja kita terus  berubah.” Seolah baru bangun dari tidur, dia mulai sadar. Iya ya,  lingkungan kerja kita terus berubah. Betapa  bodohnya saya yang menuntut keadaan untuk tetap sama seperti dulu.  Sekarang, teman saya menemukan bahwa; dirinya, harus turut berubah. 
5.      Terus berkembang atau ikut tergusur. Teman saya memiliki tetangga yang sudah pensiun. Tidak  disangka, ternyata beliau adalah pensiunan pejabat dari sebuah group  perusahaan raksasa yang sangat bergengsi. ‘Tidak disangka’ karena  keadaannya sekarang sungguh sangat kontras dengan kehidupan seorang  pejabat perusahaan swasta. Beliau senang sekali kalau bercerita tentang  mantan anak buahnya yang sekarang sudah pada sukses di perusahaan itu.  Namun, wajahnya agak berubah setiap kali bercerita tentang bagaimana  keputusan untuk pensiun dini diambilnya  beberapa tahun lalu. Sebagai karyawan kunci, tidak diragukan peran  penting beliau. Sampai tiba saatnya perusahaan menerapkan system kerja  yang baru dengan teknologi yang jauh lebih canggih. “Saya sudah nyaman  dengan cara kerja yang lama. Toh hasilnya juga bagus-bagus saja. Biar  ajalah, orang-orang muda saja yang menjalankan teknologi baru,”  kilahnya. Dan ketika teknologi baru itu diterapkan sepenuhnya, tidak ada  lagi tempat untuk mereka yang tidak bersedia mempelajari dan  menyesuaikan diri dengannya. Teman saya tercenung mendengar ceritanya.  Dia tahu bahwa perkembangan itu terjadi disemua perusahaan yang ingin  bertahan. Apalagi perusahaan yang bagus dan ambisius. Dia kembali  membayangkan masa depannya. Sambil sesekali melihat kehidupan mantan  pejabat perusahaan swasta beken itu. Teman saya berkata kepada dirinya  sendiri;”Aku ingin masa depan yang lebih baik.” Lalu dia menyadari bahwa  untuk bisa mewujudkan itu, dia harus terus berkembang. Kalau  tidak, dia hanya akan menjadi karyawan udzur, yang bisa kapan saja  tergudzur.
Perusahaan  tempat kita bekerja tidak ubahnya seperti sebuah pesawat terbang. Orang  diluar mengatakan jika pesawat kita bergerak sedemikian cepatnya.  Tetapi Anda, nyaman saja berada didalamnya. Itu karena Anda bergerak  ‘sama cepatnya’ dengan pergerakan pesawat. Dalam konteks pekerjaan, itu  berarti kesediaan kita untuk menyesuaikan diri kearah perubahan yang  sedang berlangsung di perusahaan. Belajarlah untuk lebih peka pada  dinamika yang terjadi di perusahaan Anda. Cepat atau lambat, Anda akan  terampil untuk merasakan sekecil apapun perubahan yang terjadi  didalamnya. Dengan begitu, Anda bisa berubah sedikit demi sedikit  seirama dengan perubahan itu. Sepuluh tahun lagi pun Anda akan tetap  menikmati proses itu. Ketika orang lain pusing dengan ‘perubahan’ yang  terjadi dalam ’10 tahun terakhir’, Anda menilainya sebagai sebuah  pertumbuhan alami yang terjadi sehari-hari. Jadi, jika ingin nikmat  saat menjalani perubahan di perusahaan, maka Anda harus belajar untuk  merasakannya. Lalu menyesuaikan diri sejalan dengan perubahan, dan  dinamika yang Anda rasakan. 
Mari Berbagi Semangat!
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (Tahap editing di penerbit)
Catatan Kaki:
Perubahan  di perusahaan hanya akan bisa dinikmati oleh orang-orang yang bersedia  untuk secara utuh menyesuaikan dirinya dengan perusahaan. Mereka yang  setengah-setengah? Hanya akan menjadikan dirinya terseret arus perubahan  itu.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar