Minggu, 05 Juni 2011

APLIKASI 'TRAINING NEED ANALYSIS' DALAM PERUSAHAAN

Oleh:  Rky Refrinal Patiradjawane

Seorang Manajer Sumber Daya Manusia mengeluh karena sering mendapat pertanyaan dari atasan dan bagian lainnya mengenai efektifitas pelatihan yang diselenggarakan, walaupun mereka menyadari bahwa pelatihan memegang peranan penting bagi perusahaan dan karir mereka.  
Tak dapat dipungkiri, program pelatihan merupakan salah satu pendekatan utama dalam pengembangan SDM, yang mempunyai peran strategis terhadap keberhasilan operasi perusahaan di satu sisi, dan keberhasilan karir karyawan di sisi yang lain.
Perusahaan selalu didorong untuk berpacu dalam kompetisi yang ketat, sehingga harus selalu memelihara dan meningkatkan kompetensi utamanya. Sebuah bank terus dipacu untuk membuat produk dan layanan yang baru atau meningkatkan layanan yang sudah ada untuk mengimbangi kompetitornya, yang menuntut peningkatan kemampuan karyawannya.
Kemampuan seseorang untuk dipekerjakan (employability)sangat tergantung bagaimana ia mengembangkan skill-nya agar dapat memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sebuah jabatan, yang seringkali terus berkembang mengikuti perkembangan perusahaan dan dinamika persaingan. Pelatihan yang tepat akan membantu mengatasi kesenjangan ini. 
Pertanyaan mengenai efektifitas pelatihan selalu muncul. Diperlukan kegiatan analisa pelatihan yang komprehensif agar dapat merumuskan program pelatihan yang benar-benar tepat sasaran. 
Diperlukan sebuah Training Need Analysis (TNA) yang komprehensif dan integral. Komprehensif karena harus dapat menjawab segala kebutuhan perusahaan, integral karena kesalingterkaitannya yang tinggi dengan aspek-aspek lain dalam pengembangan SDM.
TNA yang komprehensif akan dapat mengindentifikasi secara tepat siapa, apa, kapan, bagaimana, dan berapa lama suatu pelatihan, sehingga dapat menurunkan biaya pelatihan yang tidak perlu, sekaligus menjamin efektifitasnya untuk pelatihan yang memang benar-benar diperlukan.
Hasil TNA harus ditindaklanjuti dengan program pelatihan yang result approach, yang menjembatani antara tuntutan perusahaan/jabatan dengan kapasitas karyawan, dalam sebuah proses transisi dari pelatihan menuju hasil. Pelatihan harus bersandar kepada business needs (peluang bisnis dan problem bisnis), dapat diukur dengan pencapaian performasi karyawan, dan adanya tanggungjawab piahk manajemen dan bagian training terhadap performansi yang dicapai karyawan.
Harus disusun strategi yang tepat, sehingga terjadi transfer of training. Beberapa diantaranya adalah menerapkan Personal Action Planning Approach (PAPA), Group Action Planning, Multi-phase Programming, Buddy System, Recognition System, Moral Contracting, Performance Aids, dan Follow-Up Programs.
Dalam pelaksanaannya  juga harus dilakukan evaluasi pelatihan. Aspek-aspek yang dievaluasi sedikitnya meliputi lima aspek, yaitu penilaian program pelatihan, penilaian proses pelatihan, penilaian terhadap manajemen pelatihan, penilaian hasil pelatihan dan penilaian terhadap faktor-faktor pasca pelatihan.
Rincian evaluasi masing-masing aspek sebagai berikut. Penilaian program pelatihan meliputi penilaian terhadap  efektifitas program, efektifitas modul dan sesi, serta efektifitas masukan. Penilaian proses pelatihan meliputi perbaikan suasana, perbaikan metodologi dan peningkatan efektifitas masa pelatihan. Penilaian manajemen pelatihan meliputi perbaikan kontekstual dan peningkatan kemudahan penilaian. Penilaian hasil pelatihan meliputi pengembangan trainee, efektifitas pekerjaan trainee, efektifitas organisasi, dan seberapa jauh membantu perubahan organisasi.  Sedangkan penilaian faktor-faktor pasca pelatihan adalah berkaitan maksimalisasi biaya pelatihan dan identifikasi faktor-faktor yang menghambat pelatihan.
Selanjutnya hasil pelatihan dihubungkan dengan pencapaian hasil kerja secara kuantitatif, sebagai langkah pengukuran hasil pelatihan. Dampak hasil pelatihan terhadap business result juga dapat diukur melalui tiga faktor utama, yaitu behavior result, operational result, dan non observable result. 
Dengan pendekatan yang komprehensif ini  Manajer SDM di atas tidak perlu khawatir dicerewetin atasan dan rekan-rekanya. Bahkan jika masih kurang mantap, dapat menerapkan Return on Investment (ROI) dalam pelatihan, yang menghitung kembalian (return)  secara finansial.

--
 
Rky Refrinal Patiradjawane
Managing Director & CEO
 
FIRST INDONESIA CONSULTING
 
Sabtu, 4 Juni, 2011 02:51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar