Sabtu, 21 Mei 2011

Bunga Rampai Artikel: Muhamad Agus Syafii

Oleh: Muhamad Agus Syafii

1.  Solusi Mengatasi Perih di Hati


Salah satu kedukaan di dalam hidup kita adalah kehilangan sesuatu yang berarti tentu saja membuat kita merasa perih dihati. Terlebih kehilangan orang yang kita cintai dan kita harapkan. Apalagi sampai kita begitu sangat bergantung kepada kehadirannya, maka rasa perih dihati yang mengiringi kepergiannya terasa amat sakit dan mudah untuk disembuhkan luka itu. Setiap benda atau hal yang mengingatkan kita kepada orang tersebut membuat luka hati menganga kembali dan rasa sakit yang menyayat terasa begitu nyeri.

Sejauh mana kenangan itu tersimpan, tergantung hubungan kita dengan orang yang pergi. Cinta dan kasih sayang yang begitu mesra menimbulkan kenangan manis, sedangkan hubungan yang penuh pertengkaran atau penghianatan menimbulkan kebencian yang membara dan setiap tempat, benda, orang dan masalah yang berkaitan dengan orang tersebut menimbulkan rasa nyeri dihati dan kenangan pahit tak terlupakan.
Apa saja yang pernah kita alami baik atau buruk, manis atau pahit tentu saja akan membuat kita teringat oleh kita meski sudah berlangsung sekian tahun yang lalu. Kenangan akan sesuatu adalah bagian dari memori hidup kita yang cepat atau lambat akan berlalu. karena perasaan apapun yang anda miliki boleh saja, bukan benar atau salah melainkan sejauh mana anda bisa mengatasi luka dan perih dihati.

Rasa sakit dan perih kita bisa atasi dan mempergunakan setiap kenangan yang terlintas dipikiran kita terhadap seseorang yang telah meninggalkan kita untuk hal-hal yang positif dan produktif bukan untuk merusak diri kita sendiri. Berserah dirilah pada Allah maka hati akan terisi dengan kebaikan, prasangka baik, dengan kesucian, dengan keyakinan bahwa hidup ini adalah anugerah Allah yang terindah sehingga luka itu tidak terasa perih lagi. Keberserahan diri kepada Allah membuat pikiran-pikiran positif dan produktif, prasangka baik,. Hati dan pikiran yang penuh dengan sifat baik dan mulia, anda akan ikut berubah total. Anda menjadi kuat dan sanggup memikul beban hidup ini menjadi terasa ringan serta mengatasi rasa perih dihati, sebagaimana Allah mengingatkan kita.

'Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang mulia kepada mereka didunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar kalau mereka mengatahui. Yaitu orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka berserah.' (QS. an Nahl : 41-42).

Wassalam,
agussyafii
Minggu, 10 Oktober, 2010 23:55
 
***************************************

2.  Badai Itu Datang Menghempas


Angin berhembus menusuk tulang. Air mata itu mengalir tiada henti. Sosok perempuan yang tak mampu menyembunyikan kesedihannya ketika badai itu datang menghempasnya. Suara anak-anak Amalia yang sedang melantunkan ayat suci al-Quran terasa merdu, mengobati hati yang sedang terluka. Sekian lama dalam penuturannya berkisah tentang perjalanan hidupnya.

Awalnya pernikahannya dengan laki-laki yang jauh lebih tua membuat ketakutan menjadi 'single parent' menghantui dirinya sejak lama. Mempersiapkan diri melayani suami dengan baik, sabar, cinta dan kasih sayang membuat keluarganya  terasa indah. Dirinya merasakan kasih sayang seorang suami dan ayah bagi anak-anaknya. Meski menderita darah tinggi namun kata-katanya lembuat dan tidak pernah menyakiti hati.
Sampai kemudian ketakutan itu benar-benar terjadi, serangan penyakit yang tak tertolong oleh dokter dan rumah sakit telah merenggut suaminya yang dicintainya. Semua terpukul dengan kepergiannya. Dirinya shock dan depresi. Berkali-kali jatuh pingsan. kehilangan sesuatu yang berharga di dalam hidupnya. Putus asa dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Anak-anaknya yang masih kecil begitu sedih kehilangan ayahnya. Terus menangisi kepergian sang ayah begitu menyayanginya.

Setiap hari dirinya lebih suka duduk, menangis memandangi kursi tempat dimana suaminya suka duduk dikursi itu. Setiap memandangi poto suaminya selalu saja menangis. Air matanya mengalir deras. Barang-barang dan benda kesayangannya seolah hadir seperti usapan tangannya yang lembut. Bayangannya sering melintas dihadapannya namun ketika hendak dipeluknya, bayangan itu menghilang, lenyap tak membekas. Dirinya menjerit dan anak-anak hanya duduk terheran melihat ibunya. Makan minum sudah tidak lagi berselera. Dirinya sering lemas dan tidak bergairah bekerja. Menjadi mudah marah dan membenci siapapun. Termasuk membenci dirinya sendiri.

Dalam penuturannya, perih dihati membuatnya jauh dari Allah. Enggan lagi berdoa bahkan di dalam benaknya banyak pertanyaan. 'Berdoa untuk apa? Kalo Allah Maha Baik, mengapa Allah membiarkan aku kehilangan  orang yang aku cintai dengan cepat justru ketika aku masih membutuhkan kehadirannya? mengapa kebahagiaan itu begitu singkat? Bagaimana dengan anak-anak? Mengapa Allah memberikan ujian yang melebih kekuatanku? Apakah aku bersalah? Lalai memberikan menjaganya waktu itu? Mungkinkah ada kata-kata dan sikapku yang telah membuatnya sakit hati? Begitulah pertanyaan itu selalu muncul di dalam pikirannya.

Pada suatu hari anak-anaknya ke sekolah, dirinya sedang di rumah. Tidak merasakan apa-apa tersadar di ruang Unit Gawat darurat . Ketika tersadar dan mendengar tetangga bercerita ibu itu menangis sejadi-jadinya. 'Mengapa saya tidak mati saja?' tuturnnya. Beberapa hari terbaring lemah di rumah sakit, telah pulih kembali dan diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Itulah sebabnya beliau berkempatan untuk ke Rumah Amalia. Saya membantu beliau untuk berserah diri kepada Allah. Berserah diri pada Allah berarti menerima kehilangan orang yang dicintainya. Keberserahan diri kepada Allah itulah yang telah menyadarkan beliau bahwa tidaklah sepatutnya menjadi marah kepada siapapun terlebih kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang begitu sangat mencintainya dan keluarganya. Tidak pantas untuk berputus asa dan berharap kematian karena hal itu tidak menyelesaikan masalah dan tidak akan mengembalikan yang sudah tiada. Beliau menjadi tersadar akan tanggungjawab kepada anak-anaknya yang masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih besar. Anak-anak adalah bukti karunia Allah yang harus disyukuri dalam hidup ini. Anugerah Ilahi yang tidak boleh disia-siakan.

Harapan itu bersemi kembali. Kesadaran bahwa Allah masih memberikannya kesempatan hidup merupakan anugerah yang terindah yang diterimanya dan diisi dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya, anak-anaknya dan sesama. Akhirnya keceriaan itu muncul kembali dengan penuh kebahagiaan. 'Ya Allah, aku mohon ampun atas dosa-dosaku yang telah meragu akan CintaMu..' tutur beliau penuh kebahagiaan bersama anak-anaknya di Rumah Amalia malam itu. Subhanallah.

Dan kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong. (QS. Az-Zumar : 54).

Wassalam,

agussyafii
Selasa, 12 Oktober, 2010 00:04

3. Kebahagiaan Yang Terindah

Bagi seorang istri kebahagiaan yang terindah akan hadir ketika mampu melewati setiap ujian yang diberikan oleh Allah. Hanya berharap keridhaan Allah sanggup membuat dirinya melewati semua luka dan derita, hidup bersama suami dan anak-anaknya. Itulah kebahagiaan bagi seorang istri dengan cinta yang tulus untuk keluarga.

Pernah ada seorang ibu yang diuji oleh Allah dengan suami yang mendapatkan serangan jantung, dengan setulus hati menjaga & merawatnya. Teringat dulu suaminya pernah meninggalkan dirinya dan anak-anaknya, luka itu masih terasa perih membuat hatinya bergejolak, air matanya menetes. Kekuatan cinta yang begitu besar mampu meredam rasa sakit itu. Disaat hati yang bergejolak beliau datang ke Rumah Amalia untuk berbagi dan berdoa agar Allah berkenan memberikan kesembuhan bagi suaminya yang tengah terbaring sakit.
Dengan penuh kasih sayang dan ketegaran hati, suami terkulai lemah dan terjatuh diatas pangkuannya. Menjaga dan merawatnya. Sampai suaminya sudah bisa makan, disuapinya dengan penuh kesabaran. Kesembuhan suami membuatnya bahagia dan anak-anaknya. Semua cobaan dan ujian kehidupan yang diberikan oleh Allah pada dirinya semakin mengokohkan iman. Apapun yang telah dilakukan suaminya, sebagai istri, ia tetap mencintainya.  Ia memaafkan suaminya, Ia sudah memilihnya sebagai suami, siap untuk menerima kesalahan dan kekurangannya, Ia juga mencoba untuk maafkan dirinya sendiri karena merasa semua itu adalah kesalahan dirinya sendiri mengapa ia telah memilih laki-laki itu sebagai suaminya.

Ia bertekad untuk mendampingi & menjaga suami serta anak-anaknya dalam mengarungi kehidupan. Alasan yang utama baginya ingin mengajarkan kepada anak-anak arti penting menjalani kehidupan ini adalah ibadah kepada Allah. Disaat suami sudah sehat kembali,  Beliau bertutur, 'Kebahagiaan yang terindah dalam hidup saya karena kami sanggup melewati berbagai cobaan & ujian yang datangnya dari Allah dan kami semakin mensyukuri kehidupan sebagai anugerah Allah.'
---
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetapkanlah waspada dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (Qs. ali Imran[3]:200).

Wassalam,

M. Agus Syafii
Jumat, 6 Mei, 2011 22:29

4.  Kehilangan Adalah Sumber Penderitaan

Setiap orang selalu berharap kebahagiaan di dalam kehidupan keluarganya langgeng, abadi, sehingga terkadang lupa hidup berkeluarga pada suatu hari nanti akan meninggalkan atau ditinggalkan oleh pasangan hidupnya karena kematian ataupun perpisahan yang kita mengenal dengan istilah 'perceraian.'  Kehilangan teman hidup karena kematian ataupun perpisahan  merupakan pengalaman yang menimbulkan luka perih dihati yang cukup dalam sekaligus menghancurkan kondisi kejiwaan. Kehilangan dalam suatu perkawinan menimbulkan rasa sakit & kesedihan pada saat menyertai kepergian sosok orang kita cintai. Berbagai perubahan secara fisik, kejiwaan, ekonomi, harga diri, kesehatan, kerabat & keluarga bahkan status di FB merupakan beban tersendiri bagi mereka yang mengalaminya. Beban itu menjadi terasa lebih berat karena adanya perasaan bersalah, kegagalan, hilangnnya harapan di masa depan.

Proses pemulihan diri tidaklah mudah, seringkali adanya hambatan dalam berbagai segi yang lain terlebih jika seseorang harus berjalan seorang diri. Rasa sakit yang diderita karena perpisahan adalah sama dengan kehilangan pasangan hidup karena kematian. Terutama kematian itu datang begitu sangat mendadak dan tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya. Rasa sakit itu melanda setiap orang yang pernah, sedang atau akan mengalami kehilangan orang yang dicintainya. Meski cara kehilangan berbeda-beda, derita yang ditimbulkannya, keterasingan & kesepian tetap saja dirasakannya karena dalam masyarakat masih menganggap hidup berpasangan sebagai kehidupan keluarga ideal menyebabkan proses pemulihan & penyesuaian diri sama sulitnya bagi mereka yang kehilangan pasangan hidupnya karena kematian atau perpisahan.

Proses kesedihan dan kedukaan kehilangan orang yang dicintainya maupun yang menyakiti hatinya terkadang bisa dengan mudah untuk disembuhkan tetapi juga ada yang membutuhkan waktu yang cukup lama, yang menentukan adalah seberapa besar keridhaan seseorang menerima ketetapan Allah. Keridhaan adalah mengosongkan hati dari segala hal dan yang ada hanyalah Allah tetapi jika kita tidak menerima  yang menjadi ketetapan Allah atas dirinya maka hatinya dipenuhi oleh kesedihan, kedukaan, kebencian dan kemarahan yang membuat hidupnya semakin terpuruk sehingga langkah awal untuk penyembuhan akibat pengalaman pahit dalam hidup anda adalah menyadari dan lebih mengenal diri sendiri agar bisa menerima apapun yang telah ditetapkan oleh Allah dan juga menggunakan pengalaman tersebut untuk membantu, mencegah serta menghindarkan orang lain dari keterpurukan. Hal itu membuat hidup anda bahagia & bermakna bagi sesama.
'Seorang hamba yg ditimpa bencana lalu mengucapkan 'Inna lillahi wa ina ilaihi raji'uun (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepadaNya kita akan kembali). Ya Allah, berikanlah aku pahala (kebaikan) dalam bencana yang sedang menimpaku ini dan gantilah untukku satu kebaikan daripadanya, 'Yang dengan bacaan itu Allah akan memberikan pahala terhadap bencana yang sedang menimpa dirinya dan Allah akan menggantinya dengan satu kebaikan untuknya.' (HR. Muslim).

Wassalam,

M. Agus Syafii

Rabu, 4 Mei, 2011 23:43

5. Keberkahan Itu Membahagiakan

Kerja keras belum tentu produktif, ada yang sudah kerja keras hingga ngos-ngosan keringatan, tetapi hasilnya ternyata tidak memadai. Kerja cerdas lebih produktif, tidak terlalu keringatan tetapi hasilnya bisa jauh lebih banyak. Tetapi banyak juga orang yang sudah kerja cerdas, sudah menghasilkan begitu banyak, segala yang dibutuhkan sudah tersedia, ternyata hidupnya tidak tenang, gelisah dan ujung-ujungnya lari ke narkoba, hidupnya menjadi sengsara. Nah ada jenis kerja lain, yaitu kerja ikhlas yang mengutamakan kehalalan, rizki yang diterima bersumber pada yang benar dan diridhai oleh Allah. Dapat banyak alhamdulillah, dapat sedikit alhamdulillah, belum dapat, sabar dan berusaha lagi. Seberapapun yang diperoleh dari kerja keras, cerdas dan ikhlasnya, ia bisa menerimanya dengan senang hati, karena ia menyadari bahwa wilayah kita itu hanya berikhtiar, hanya berusaha, sedangkan hasil adalah ketetapan Allah. Ada orang sudah dapat banyak masih kurang dan hatinya gelisah, makan tak enak tidur tak nyenyak, dimusuhi orang banyak dan yang berharap keberkahan dapatnya sedikit tetapi ia merasa cukup bahkan masih bisa memberi. Dengan tenang ia menikmati hasil jerih payahnya, membahagiakan, harmonis dengan keluarga & lingkungan bahkan dihormati orang lain.
Menurut hitungan matematis, orang yang punya uang dua juta rupiah kemudian diambil satu juta untuk membantu biaya sekolah anak-anak yatim maka uangnya yang tersisa hanya tinggal satu juta rupiah. Jika orang itu kemudian mempunyai pola perilaku tetap yaitu selalu memberikan separoh hasil usahanya untuk membantu orang lain yang kesulitan, maka menurut hitungan matematis ia pasti lambat kayanya dibanding jika ia tidak suka memberi. Jika ia menjadi kaya 10 tahun kemudian maka logikanya jika tidak suka memberi, ia sudah bisa menjadi orang kaya lima tahun lebih cepat. Tetapi realitas kehidupan sering berbicara lain. Orang yang suka memberi justru lebih mudah mendapat rizki sementara orang yang tidak suka memberi, usahanya sering tersendat-sendat. Mengapa? karena hidup itu bukan hanya matematika bumi tapi ada juga matematika langit. Orang yang kekeuh dengan hitungan matematika bumi dalam interaksi sosial tanpa disadari ia justru kehilangan peluang non teknis yang nilainya tak terukur secara matematis, itulah keberkahan.

Berkah artinya terkumpulnya kebaikan ilahiyyah pada kita & keluarga seperti terkumpulnya air di dalam kolam. Secara sosiologis, berkah artinya terdayagunanya nikmat Allah secara optimal. Berkah dalam hidup tidak datang dengan sendirinya tetapi harus di­upayakan. Bahwa tingkatan ekonomi keluarga itu berhubungan dengan kesungguhan berusaha, kemampuan me­nge­lola (manajemen) dan berkah dari Allah. Itulah sebabnya jika rizki yang kita dapatkan membawa berkah maka menghadirkan segala kebaikan, menghapus kegelisahan, menghilangkan keputusasaan, menambah optimis, bisa berbagi untuk sesama, menjadikan hidup kita lebih indah, lebih sehat, menenteramkan hati dan semakin mendekatkan diri kita kepada Allah serta membuat kita menjadi dekat dengan lingkungan, dicintai dan dihormati keluarga & orang-orang disekeliling kita.

'Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami akan siksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka (QS. al-A'raf : 96).

Wassalam,

M. Agus Syafii
Jumat, 6 Mei, 2011 03:10

6. Putus Asa Racun Kehidupan


Jika seseorang merasa bahwa dirinya mendapat tekanan hingga batas ketidaksanggupan untuk dipikulnya maka semua yang ada dihadapannya menjadi hampa, ia merasa yang dilakukan tidak membawa perubahan apapun sehingga ia berputus asa.  Putus asa merupakan sifat buruk pada diri kita jika ditimpa musibah menjadi kehilangan gairah untuk hidup, kehilangan gairah untuk bekerja & beraktifitas sehari-hari, timbul perasaan sedih, merasa bersalah, lambat berpikir, menurunnya daya tahan tubuh, mudah jatuh sakit  karena yang ada hanyalah pandangan kosong seolah terhimpit oleh beban yang sangat berat berada dipundaknya sehingga putus asa meracuni kehidupan kita. 'Manusia tidak jemu memohon kebaikan dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa dan putus harapan.' QS. Fushilat : 49).

Ada dua faktor yang menyebabkan keputusasaan. Pertama, tekanan eksternal. tekanan eksternal adalah tantangan dan faktor utama yang mampu memancing respon dari dalam diri seseorang. Peristiwa-peristiwa konflik keluarga, kehilangan orang yang dicintai, jatuh sakit, kehilangan pekerjaan, Itulah tekanan eksternal yang mampu memicu kondisi diri kita menjadi  kecewa, marah dan putus asa. Faktor kedua yang mengakibatkan depresi dan menjadi putus asa, kecewa, kehilangan semangat untuk menjalani kehidupan adalah bersumber di dalam diri kita sendiri yaitu lemahnya ketahanan diri.

Setiap peristiwa apapun yang menimpa kita belum tentu mengakibatkan respon yang sama karena ketahanan diri dan kualitas kesehatan jiwa masing2 individu berbeda. Bagi orang yang memiliki ketahanan diri yang kuat maka kekecewaan, marah dan putus asa dapat ditunda dalam waktu yang cukup lama sedangkan bagi mereka yang lemah ketahanan dirinya maka kekecewaan, marah dan putus asa begitu mudah muncul. Persoalan depresi & keputusasaan sering terjadi dalam diri seorang maupun kehidupan berumah tangga yang cenderung pragmatis, materialistik dan jauh dari tuntunan agama. Ketika harta, jabatan dan status sosial lebih menjadi tujuan utama dalam hidup, mengejar dan berjuang habis-habisan bersamaan keimanan kepada Allah sangatlah tipis maka lebih berpotensi mudah putus asa. Putus asa  bagaikan racun yang paling keras menggerogoti sekujur tubuh dan merusak seluruh organ dalam. Penderitaan yang ditimbulkan rasa putus asa akan berkelanjutan sampai wajah anda menimbulkan kerutan-kerutan ketuaan. Sampai orang-orang disekitar kita hampir tidak mengenali anda dengan baik. wajah anda nampak lebih tua.

Lantas bagaimana cara bisa mengatasi tekanan eksternal kehidupan & menguatkan ketahanan diri? Depresi maupun tekanan eksternal dalam kehidupan sehari-hari bisa memberikan dampak positif bagi anda maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, Berhentilah untuk mengeluh, lakukanlah apa yang anda bisa lakukan. Kedua, Bersyukurlah dengan kehidupan anda yang sekarang. Ketiga, Memohonlah pertolongan Allah dengan sholat dan sabar maka hal itu memberikan kekuatan ketahanan diri anda sehingga seberat apapun tekanan eksternal, kegagalan dalam usaha, bisnis, karier dan perjuangan hidup, tidak akan membuat anda putus asa dalam mengarungi kehidupan. Ketaqwaan anda kepada Allah yang menjadikan anda kuat dalam menghadapi tekanan kehidupan sebesar apapun sehingga bisa menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. 'Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam segala urusannya.' (QS. Ath-Thalaq :  4).
Wassalam,
M. Agus Syafii
Senin, 9 Mei, 2011 01:00


7.  Keajaiban Bersyukur


Masalah, ujian dan derita menjadi terasa berat apabila kita tidak pernah tahu bagaimana caranya bersyukur. Syukur menjadi sebuah keajaiban ditengah luka, perih dan air mata karena syukur wujud cinta kita kepada Allah. Cara kita mencintai Allah dan cara Allah mencintai kita hadir ketika kita mampu bersyukur. Bersyukur dengan penuh kecintaan kita kepada Allah sebagaimana kecintaan Allah kepada kita sehingga hidup kita menjadi terasa indah dan bahagia. 'Jika engkau bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmatKu padamu.' (QS. Ibrahim :7).
Bagaimana cara yang paling mudah agar kita bisa selalu bersyukur. Ada tiga hal.
Pertama, Berprasangka baik kepada Allah. Kedua, berprasangka baik pada orang lain. Ketiga, petik hikmahnya. Berprasangka baik kepada Allah & orang lain, sekaligus memetik hikmahnya akan membuat kita merasa aman dan nyaman. membuat hidup kita bahagia.
Apa manfaat syukur? Manfaat syukur ada tiga hal. pertama, kita menyadari bahwa hidup ini tidak ada yang kebetulan, semua apa yang kita alami adalah anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kedua, bersyukur berarti kerelaan kita untuk menerima apapun yang telah menjadi tetapan Allah atas hidup kita. Ketiga, bersyukur berarti memaafkan kesalahan orang lain yang pernah menyakiti hati kita.
Wassalam,
agussyafii
Rabu, 13 Oktober, 2010 02:16



8.  Pengorbanan Seorang Istri

Hidup bagaikan sebuah perjalanan panjang yang tidak mengenal lelah. Seorang ibu memiliki suami dan anak-anak adalah kebahagiaan yang tidak terkira namun kebahagiaan itu membutuhkan pengorbanan dirinya untuk selalu menopang rumah tangganya. Suami yang bukanlah imam yang baik di dalam keluarga. Tidak pernah sholat lima waktu dan kegemaran minum-minuman keras hampir menjadi kebiasaan. Ditengah kondisi itu tidak membuatnya menyerah. Semakin membuat dirinya lebih mendekatkan diri kepada Allah. Anak-anaknya dibimbing dijalan Allah. Sekalipun tidak mudah, tidak membuatnya menyerah. 'Allah Maha Pengasih, akan membukakan pintu hati suamiku,' Itulah yang selalu terucap di dalam hatinya. Banyak orang-orang disekitarnya yang menganjurkan untuk meninggalkan saja suami seperti itu, tidak pantas menjadi kepala rumah tangga apalagi istri sebaik dirinya. Istri yang setia itu memilih tetap tegar dan bersikukuh untuk menjaga dan merawat suami dan anak-anaknya.
Sebagai seorang istri menyadari semakin dalam cintanya pada suami maka semakin perih luka dihatinya, namun luka itu juga mengajarkan tentang ketulusan dan pengorbanan demi kebahagiaan orang yang dicintai, karena cinta yang hakiki bukan dilewati dengan pujian, cinta yang hakiki justru diuji dengan berbagai peristiwa yang menyakitkan yang membuat hatinya terluka. Allah membentuk dan melatih melalui luka itu, bukan pada seberapa besar luka itu tetapi seberapa besar cinta yang dimiliki untuk menjalani luka itu. Kalau cintanya kecil, luka kecilpun menjadi beban yang berat. Namun dirinya memiliki kekuatan cinta yang besar, luka sebesar apapun maka dirinya mampu menanggung luka dan derita yang dialaminya untuk meraih keridhaan Allah.
Ditengah luka dan derita yang ditanggungnya, beliau datang & bershodaqoh di Rumah Amalia dengan harapan shodaqohnya menjadi jalan untuk meraih keridhaan Allah agar berkenan membukakan pintu hati suaminya. Sampai suatu hari sang suami jatuh sakit dan harus masuk rumah sakit karena menderita sakit lever yang dideritanya cukup parah harus segera dioperasi, dalam kondisi yang mencekam itu  membukakan hati suaminya, sebuah kesadaran untuk menuju jalan Allah yang selama ini diabaikannya. Air matanya mengalir mendengar suara suaminya yang terus menerus beristighfar ditengah terbaring lemah pasca operasi. Doa dan perjuangan yang dilakukan telah membuahkan hasil. Suaminya telah kembali menjadi imam di dalam rumah tangga, membimbing istri dan anak-anaknya di jalan yang diridhai oleh Allah.

Wassalam,

M. Agus Syafii
Selasa, 10 Mei, 2011 21:41

Tidak ada komentar:

Posting Komentar