Sabtu, 21 Mei 2011

Punakawan~ Berdasarkan Filsafat Wali Songo

Oleh: Rudi Zamroni

Dalam kisah Mahabharata terutama versi Indonesia, terdapat tokoh-tokoh
pelayan yang tergabung dalam Punakawan, yang menjadi pelayan dari kelompok
Pandawa dan juga fihak Kurawa

Para Tokoh dalam kelompok Punakawan ini memiliki karakter yang justru
harusnya banyak dijadikan teladan karena mewakili simbol kerendah-hatian dan
penebar hikmah.

Dibandingkan karakter pewayangan yang lain yang harus dengan aturan, tokoh
Punakawan lebih tampil bebas dan apa adanya, mewakili keseharian profil manusia pada umumnya.
Semar, Bagong, Petruk, Gareng adalah Punakawan yang melayani fihak Pandawa, dan Togog adalah Punakawan yang melayani fihak Kurawa.

Tokoh Punakawan adalah gubahan para Wali ( Wali Songo ) dalam asimilasi
budaya antara budaya Hindu dengan budaya Islam.

Semar, nama tokoh ini berasal dari bahasa Arab yakni Ismar, dalam lidah jawa
menjadi Semar, Ismar bermakna PAKU, tokoh Semar menjadi pengokoh ( paku )
terhadap ajaran kebenaran, atau menjadi penasihat atas pencarian kebenaran
terhadap segala permasalahan. Agama adalah pedoman hidup manusia, dan Semar adalah simbol dari perinsip hidup setiap manusia.

Nala Gareng, diadaptasi dari kata Naala Qariin, yang dalam lidah jawa lantas
menjadi Nala Gareng, yang memiliki arti memiliki banyak teman, sebagai juru
dakwah meyebarkan kebenaran, para aulia tentu berharap mendapatkan sebanyak
mungkin teman ( ummat ) agar mengikuti kejalan kebenaran dengan sikap arif
dan niatan mulia.

Petruk, diadaptasi dari kata Fatruk, merupakan pangkal dari wejangan
tassawuf yang berbunyi "Fat-ruk kulla maa siwaLLaahi" yang artinya tinggalkan semuanya kecuali Allah.
Wejangan tersebut kemudian menjadi pegangan dan watak utama dari para wali
dan aulia.

Petruk juga sering disebut sebagai Kathong Bolong, yang memiliki arti
Kantung yang berlubang, yang bermakna bahwa setiap manusia harus menzakatkan hartanya dan menyerahkan jiwa raganya kepada Allah SWT secara ikhlas, seperti berlubangnya kantong yang tanpa penghalang.

Bagong, diadaptasi dari kata Baghaa yang memiliki arti berontak terhadap
kebhatilan dan keangkara murkaan. Bagong merupakan bayangan Semar namun
memiliki karakter lancang dan suka berlagak bodoh, seperti halnya sifat
manusia yang terkadang meski sudah mengetahui akan suatu kebhatilan namun
masih lancang mencoba dan berlagak bodoh saat melakukannya.

Karakter Punakawan mengindikasikan bermacam peran sosial dalam masyarakat,
seperti penghibur, badut, pengamat dan kritisi sosial bahkan sebagai sumber
nasihat kebenaran. Punakawan dijadikan sebagai pamong untuk tokoh wayang
utama, Pada dasarnya setiap manusia memerlukan penasihat, pengayom karena
manusia adalah mahluk yang lemah, hidupnya memerlukan orang lain ( manusia
sebagai mahluk sosial ) yang dapat mengarahkan hidupnya dan memberikan
pertimbangan dan saran.

Pamong dapat diartikan sebagai guru / Mursyid terhadap upayanya dalam
pencarian jati diri manusia.

Karakter Punakawan dimainkan dalam sesi goro-goro, selipan pada saat awal
pertunjukan wayang dimana tidak adegan ini tidak ada adegan kekerasan sampai
adegan goro-goro selesai dimainkan, memiliki makna bahwa jalan kekerasan
adalah alternatif paling akhir. Dakwah harus selalu dilakukan dengan cara
damai tanpa adanya kekerasan.

Rudi Zamroni.

Rabu, 18 Mei, 2011 09:46
**************************

Komentar Pembaca Milis The Managers:

1.  Ade Irfan

Pak Rudi, ini kalo bahasa Jawa namanya : Uthak - Athik Gathuk, artinya
dikutak-kutik dan selaras hehehe
Saya tambah : Bagavatgita versi Jawa, serasa lebih bagus dan menyentuh sukma
dibanding versi India.
Salam
Ade Irfan
man shabara zhafira


2.  Nurhadi

Pak Ade,
Meski utak-atik, khan gathuk (pas) juga khan he he.
Btw, bisa kasih pencerahan nggak? apa memang demikian arti dari cerita
punakawan ini? Apa benar ini sebagai bentuk model pengajaran kelas
tinggi pada zamannya yg dilakukan oleh para Wali Songo?
Mungkin, sama dengan creator jaman sekarang yg bisa bikin film kartun
macam tom & jerry atau Ipin & upin.
Salam,
Nurhadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar