Sabtu, 21 Mei 2011

Mengapa Sibuk? Mengapa Bukan Nilai Tambah?

Oleh:  Nugroho Nusantoro

Bila kita seorang manager, berapa sering kita sibuk mengerjakan hal-hal kecil yang mestinya bisa dilakukan orang lain? Seberapa sibuk kita menghadiri dan mengadakan meeting yang sebenarnya bisa saja dilakukan dengan cara lain?

Bila kita seorang business owner, berapa sering kita sibuk melakukan hal-hal kecil yang mestinya bisa dikerjakan orang lain untuk kita? Seberapa banyak waktu kita tersita untuk menyelesaikan urusan-urusan yang sebenarnya tidak harus kita lakukan, paling tidak BUKAN kita yang melakukan?Di sisi lain, seberapa sering kita, terutama para bapak, menenggelamkan diri dalam koran, majalah, atau gadget kita pada waktu di rumah usai kerja?  Seberapa banyak waktu bersama keluarga yang kita lewatkan dengan alasan capek sudah bekerja seharian?

Mengapa banyak orang yang melakukan hal-hal seperti itu?
Apakah para manager seperti di atas tidak mengerti ada praktek-praktek yang disebut delegasi dan leveraging?

Apakah bapak-bapak (atas nama emansipasi, ibu-ibu juga bisa) di atas tadi belum mengerti pentingnya meluangkan waktu bersama keluarga?

Saya meragukan itu semua. Saya cukup yakin bahwa para manager itu mengerti hal-hal seperti delegasi dan leveraging. Saya merasa pasti bahwa para bapak dan ibu yang seperti di atas juga tahu pentingnya waktu untuk keluarga.

Lalu mengapa banyak orang yang melakukan hal-hal seperti itu?
Meskipun  manusia sekarang hidup di dunia perjalanan galaksi dan realitas virtual yang dikendalikan oleh teknologi, kita masih menghadapi kehidupan sehari-hari dengan ciri-ciri yang melekat kuat bak mahluk pemburu-pengumpul makanan ala zaman batu. Begitu kata Robert K. Cooper dalam bukunya Unleash Your Other 90%.

Robert K. Cooper menjelaskan tentang bagian otak kita yang sering disebut sebagai limbic area, yang padanya juga terdapat RAS (Reticular Activating System).  Bagian inilah yang menyelamatkan nenek moyang homo sapiens kita dari terkaman harimau saber, T-Rex, dan yang lainnya. Bagian inilah yang membantu nenek moyang kita belajar bahwa hewan bertaring semacam di atas adalah berbahaya ketika nenek moyang kita itu melihat teman-temannya dimangsa oleh binatang-binatang bertaring tersebut. Informasi tentang bahaya itulah yang diwariskan kepada manusia modern melalui keberadaan RAS dan limbic area.
Warisan primitif itulah yang lebih banyak kita gunakan dalam upaya kita memenuhi enam kebutuhan manusia. Masih ingat tulisan saya tentang ini? Ya. Manusia mempunyai kebutuhan untuk merasa aman, menjadi bagian, mendapatkan kepastian, merasa signifikan, merasa diperlukan, dan berubah. Ke-enam kebutuhan itu selalu kita cari pemenuhannya dari waktu ke waktu dan bila kita tidak memperhatikan, maka kita akan memenuhinya sesuai dorongan warisan primitif itu.

Warisan primitif itu yang membuat seorang manager memilih untuk melakukan hal-hal kecil atau terlibat pada meeting-meeting yang berkepanjangan. “Agar kamu terlihat penting, signifikan dan ini mudah dilakukan, lebih pasti daripada memikirkan strategi atau pengembangan anak buah.” Begitu warisan primitif itu mendorongnya. Itu juga terjadi pada business owner yang lebih suka menghabiskan waktunya untuk melakukan hal-hal yang, semestinya, bisa dilakukan orang lain. “Ini bisnis kamu. Lagian kalau tidak melakukan ini, kamu mau melakukan apa? Orang akan menganggap kamu tidak ada, tidak penting, bila kamu tidak melakukan ini. Juga apakah kamu pikir bisnis kamu sudah besar sehingga kamu mampu membayar orang untuk melakukan pekerjaan ini?” Begitu kata warisan primitif itu.


Sementara para bapak dan ibu dalam tulisan di ataspun mengalami hal yang sama. Ketika para bapak dan ibu yang seharian menghabiskan waktu untuk bekerja di  luar rumah itu pulang, maka warisan primitif itu berteriak kencang-kencang, “Kamu sudah capek bekerja memastikan bahwa uang untuk keluarga ini cukup sampai akhir bulan. Kamu berhak untuk istirahat. Kamu harus MEMASTIKAN bahwa kamu bebas gangguan. Posisi kamu signifikan dalam keluarga.” Alhasil bila pikiran mereka berhenti di limbic area itu, maka mereka akan memasang rambu-rambu di sekeliling tubuh untuk memberi tahu siapapun di keluarga mereka bahwa mereka CAPEK dan butuh istirahat.

RAS dan limbic area diciptakan untuk tujuan melindungi kita. Seperti pada beberapa orang tua yang ingin melindungi anak-anaknya, sering kali perlindungan yang diberikan berlebihan alias over protective. Ini bisa bisa kita atasi bila kita membiasakan diri untuk selalu mengacu pada tujuan mulia kita dalam setiap fungsi yang kita jalani – tentu saja kita terlebih dahulu harus menetapkan tujuan mulia itu. Seorang manager akan lebih mudah menenangkan RAS dan limbic area-nya ketika ia mampu merujuk pada tujuan mulia yang, semisal, berbunyi “saya adalah pemimpin yang bertugas memberdayakan orang-orang yang saya pimpin dan memimpin mereka menuju masa depan terbaik yang belum pernah mereka bayangkan.” Hal yang sama berlaku untuk para business owner dan kita para orang tua pekerja.

Kita sudah paham bagaimana kita sering terlarut dalam hal-hal yang nilai tambahnya sangat kecil dalam hidup kita hanya karena kita ingin merasa signifikan, diperlukan dan yang lainnya. Pemahaman ini bisa menjadi titik balik kita untuk berubah dan maju. Mulailah menentukan tujuan mulia kita dan melakukan segala sesuatu yang selaras dengan tujuan itu. Seiring waktu berjalan lakukan hal-hal yang lebih besar lagi, dengan nilai tambah yang lebih lagi. Itu akan membawa kita pada pemenuhan enam kebutuhan kita secara benar dan berdaya.
Selamat membuat nilai tambah dalam hidup.


Nugroho Nusantoro

Minggu, 15 Mei, 2011 12:27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar