Minggu, 31 Juli 2011

Semangat Pempek

Oleh:  Ietje Sri  Sumiati Guntur
Dear Allz….

Selamat pagiiiiiiii…cemangat pagiiiii…teman-teman dan sahabatku semuaaaa…hehehe… benar-benar harus semangat, yaaa…Ini kan hari Senin…hari pertama kita memulai minggu ini. Walaupun sekarang adalah minggu terakhir di bulan Juli, dan minggu terakhir sebelum memasuki bulan Ramadhan…bulan puasa, tetapi semangat itu harus tetap menyala dan berlimpah…

Hari ini saya ingin membawa oleh-oleh , buah tangan dari perjalanan saya minggu lalu ke Jambi, di tepi Sungai Batanghari. Negeri yang ngetop dengan sebutan negeri Angso Duo itu ternyata menyimpan banyak potensi yang belum tergali, atau bahkan terlupakan. Barangkali selama ini kita hanya mengenal Jambi, Angso Duo dengan berita pasar dan cabe keriting atau tomat gondol dan kol gepeng. Jarang ada yang mengenal Jambi karena seni kulinernya.

Mumpung sekarang belum bulan Ramadhan…bolehlah saya menyajikan salah satu hidangan dari Jambi…Pempek. Eeeh, jangan protes dulu. Pempek memang berasal dari Sumatra Selatan . Tapiiii…semangat pempek yang hangat, manis, asam, pedas dan meningkatkan gairah ini justru saya petik dari Jambi. Dari sahabat-sahabat saya yang luar biasa…

Semoga…hidangan yang legendaris ini pun dapat menjadi inspirasi dan semangat untuk teman-teman dan sahabatku semua…di Sumatra Selatan, di Palembang, di Jambi, di Medan, di Bandung…dan di mana pun sahabatku sekarang berada….

Selamat menikmati….semoga berkenan….

Jakarta, 25 Juli 2011
Salam sayang,

Ietje S. Guntur
-          Dari sudut Jakarta Selatan…bangeeeettt

Art-Living Sos 2011 (A-7
Jambi - Jumat, 22 Juli 2011

SEMANGAT   PEMPEK

Pulang kantor. Saya dan beberapa sahabat sudah berjanji pulang bersama. Kebetulan kami searah dan seiring sejalan. Biasanya di akhir pekan, kami meluangkan waktu untuk makan bersama, sambil saling curhat...mencurahkan isi hati , tentang kehidupan sehari-hari. Kadang cerita tentang bos di kantor ( olalaaaa...nasibnya jadi Boss, menjadi bahan perbincangan dan sedikit infotainment...hiiiks...), kadang cerita tentang anak dan pasangan....( kalau cerita tentang anak, biasanya siiich...ada nada-nada bangga gitu...hehe..), kadang cerita tentang diskon di toko tertentu....hahahaha...biasanya ini yang seperti gayung bersambut...Siapa sih yang kebal diskon ?

“ Eeeh...dari tadi ngobrol melulu...kita mau makan dimana nih ?” celetuk seorang sahabat, melerai perbincangan yang semakin heboh dan tak tentu arah.
“ Iya, yaaa...aku pengen makan yang panas-panas...,” sahut yang lain.
“ Panas . Berkuah. Pedas. Agak asam sedikit !” sahabat yang satunya mengedipkan mata.
“ Alaaaaa...pengen pempek saja pakai muter-muter begitu. Ya sudah...sepakat deeh...cari pempek saja. Kan ada hidangan panas-panas berkuah di situ !” sambut saya dengan gembira.
“ Okeeee....dokeeee....!! Mantaaaaffff...!!” Sorai sorai menyambut usulan saya. Biasa niiih…kalau para sahabat sudah berkumpul, bisa lupa umur dan status…hihiii…

Akhirnya, kami memutuskan untuk mampir di warung pempek yang searah perjalanan pulang. Di warung pempek langganan, yang konon rasanya memang mantap .

Saya memesan pempek Kapal selam. Sssttt...jangan kaget dulu. Ini bukan sembarang kapal, tapi merupakan jenis pempek , yaitu pempek dengan isi telur yang kemudian ditambah mie kuning, timun, dan ditaburi abon ebi...sebelum akhirnya diguyur kuah cuko yang asam dan pedas. Sahabat saya yang satu memesan pempek  Lenggang. Sama seperti kapal selam, hanya saja ia polos  tanpa isi berbentuk balok, dipotong-potong dan digoreng dengan telur. Mirip telur dadar. Sahabat satunya lagi memesan pempek Model, yaitu pempek berisi tahu yang disiram dengan kuah sop yang panas. Sahabat satu lagi cukup puas dengan menikmati sepiring pempek campur, yang beraneka bentuk dan cita rasa.

Hmmhhh...sekarang saatnya Pempek Party....Uhuuuyyy...

Bayangkan rasanya. Gurih. Pedas. Agak kecut cuka sedikit, dan kalau mau ada yang rasanya agak manis. Disesuaikan dengan lidah orang Jawa dan orang Jakarta. Sejenak perbincangan berhenti. Tidak ada yang sempat mengobrol, karena masing-masing sibuk dengan hidangan masing-masing. Kami mengunyah sambil berdecap kepedasan....shhh...sshhh... Apalagi ditambah dengan minuman es jeruk nipis yang segar... waaaahhh...rasanya lidah ikutan berjoget gembira. Tanpa terasa, keringat mengalir dan hmmh...hidung pun sampai meler....Gile beneeerr... ! Tidak salah, bila setelah menyantap hidangan pempek, gairah langsung menyala, dan semangat langsung berkobar….ahaaaa….!!!


Usai menyantap pempek, saya jadi teringat perjalanan saya dengan makanan yang terbuat dari tepung sagu dan daging ikan ini.

Seingat saya, semasa masih jaman anak-anak di Medan dulu,  pempek yang konon berasal dari Palembang di Sumatra Selatan belum cukup populer. Saya bahkan tidak pernah menyantap pempek sebagai penganan selingan. Maklum, saat itu pempek hanya dijual di restoran khusus, dan harganya tidak terjangkau oleh uang jajan anak-anak . Popularitas pempek masih kalah dibandingkan dengan penganan dan jajanan lokal di Medan pada saat itu...hhmmhh...

Saya pertama kali menyantap pempek justru di rumah saudara ibu saya, di Jakarta. Beliau menikah dengan orang Palembang, dan kemudian membuka restoran khusus pempek. Saya sempat bingung juga saat itu.  Kok ada makanan yang mirip pastel, tapi rasanya seperti karet....Kenyal, agak liat , dan berasa  gurih...hahaha...Tapi karena kuahnya yang pedas, asam, manis...sesuai selera saya, maka saya pun jatuh cinta pada si Pempek rasa karet itu...hihiiii...

Sejak itu, pempek masuk ke dalam DPM...daftar pencarian makanan...hehehe...Di mana pun saya berada, saya selalu mencarinya. Dan bagi saya pempek sudah naik kasta, sudah menjadi penganan alternatif bila saya sedang mati gaya terhadap nasi dan mie !...( kalau  nasi sih sudah masuk daftar makanan yang bisa menendang ke alam mimpi berwarna....hehehe...dasar perut dandang.. asli banget perut Melayu ).

Boleh dikatakan, setiap minggu saya pasti makan pempek dengan aneka rasanya. Bahkan di rumah, pempek selalu ada sebagai stok makanan yang tersimpan di  lemari es. Dan menjadi pembangkit semangat, bila tengah malam saya kelaparan....hahaha...


Ngomong-ngomong soal pempek. Setelah saya berjalan kian kemari di berbagai penjuru Indonesia dan sesekali ke negeri jiran, ternyata memang pempek berasal dari Sumatra Selatan, atau lebih top lagi dari kota Palembang. Ini sudah diklaim oleh mereka dengan label Pempek Palembang...eh, tapi sudah dipatenkan apa belum, ya ?

Saya pernah bertanya, kenapa makanan ini namanya pempek . Ada yang bilang, makanan ini diolah oleh para imigran keturunan Cina yang datang ke Palembang, dan dijual oleh bapak-bapak, yang disebut apek-apek..( bener gak siich ?).  Sekilas awalnya pempek seperti bersaudara dengan baso ikan , kekian atau ngohyang yang merupakan makanan dari negeri Tirai bambu. Namun kemudian makanan ini beradaptasi dengan lingkungan di Sumatra Selatan. Ibarat tak ada rotan, akar pun jadi, maka kekian pun disulap menjadi pempek sagu dengan daging ikan. Malah fungsinya lebih luas lagi, tidak sekedar menjadi makanan tambahan, malahan sudah menjadi makanan utama.

Konon pempek sudah dibuat oleh warga Palembang sejak puluhan...eh, barangkali lebih dari seratus tahun lalu. Rasanya tidak sah menjadi orang Palembang , apalagi yang lahir di Bumi Sriwijaya , kalau tidak pernah menyantap pempek. Dulu, pempek dibuat dari tepung sagu dengan campuran ikan belida. Ikan sungai yang terdapat di Sungai Musi, sungai terbesar di Sumatra. Tapi belakangan, karena orang Palembang suka merantau dan sulit mendapatkan ikan belida, maka mereka menggantinya dengan ikan yang berdaging banyak seperti ikan tenggiri atau ikan kakap merah . Bahkan sekarang pun segala ikan berdaging tebal dan berwarna putih dicoba untuk menjadi bahan pempek, seperti ikan ekor kuning, ikan tuna putih, ikan parang-parang dan sebagainya. Dan ternyataaaa...rasanya juga tetap enak dan sangat memanjakan lidah.

Sejak itu...sejalan dengan perjalanan orang-orang Sumatra Selatan, yang lazim disebut orang Palembang, yang merantau ke berbagai daerah, maka pempek pun ikut terbawa sebagai bagian dari budaya kuliner khas Sumatra Selatan. Sekarang pempek bisa ditemukan di Bengkulu, Jambi, Lampung, Bangka, bahkan Medan dan Bandung.

Saya termasuk orang yang sangat diuntungkan dengan perjalanan pempek ini. Di Bandung, saya punya langganan pempek yang berjualan di sebuah kedai di pojok jalan. Kedainya sempit. Pengap. Tapi rasa pempeknya benar-benar membuat saya ketagihan. Belakangan, anak saya pun ikut keranjingan makan pempek. Jadilah...keluarga kami menjadi pecinta pempek ala Palembang ini. Kedoyanan ini pun saya tularkan kepada teman-teman, sahabat, keluarga yang awalnya tidak mengenal pempek . Jadi sekarang saya tidak kuatir lagi menjadi pecinta pempek...Karena sekarang keluarga kami, dan sahabat-sahabat saya ketularan menjadi pecinta pempek ala Palembang... hahaha...mantaaappp…


Kembali ke pempek, kembali ke selera asal…ohoooyy…

Saya beruntung, ketika suatu saat seorang sahabat mengajak saya bergabung untuk mengembangkan sumber daya manusia di bidang pempek ini. Luar biasa, pikir saya. Pempek yang semula hanya makanan jajanan selingan, tetapi ternyata punya prospek luar biasa. Pempek memang belum menjadi makanan utama, tetapi ia sudah menjadi makanan alternatif yang penuh gaya…hmmh…

Bila dulu pempek lebih banyak dijajakan berkeliling dengan naik sepeda keliling kota, atau didorong dengan gerobak dan mangkal di sekolah-sekolah dasar ( dulu bahkan sempat ada istilah jajanan Inpres…hihiii…), sekarang pempek sudah banyak yang naik kasta. Menjadi hidangan kedai dan restoran…dan merayap naik ke resto atau hotel berbintang. Orang pun tak sungkan lagi menyajikan pempek di pesta-pesta pernikahan yang mewah, sejajar dengan kuliner lain yang sudah lebih dulu naik kelas. Bukan tidak mungkin, suatu saat nanti pempek akan menjadi hidangan internasional khas Indonesia…wooow….


Sambil menyantap sisa-sisa pempek kapal selam di piring, saya merenung…

Pempek adalah kombinasi budaya makanan yang luar biasa. Dari sagu tapioka, yang berasal dari tepung singkong atau tepung sagu pohon, dicampur dengan ikan dari laut atau sungai dengan aneka bumbu…diguyur kuah cuko dari gula merah kelapa, asam jawa atau cuka aren, ebi, bawang putih…Jadilah sebuah perpaduan rasa yang harmonis.

Sungguh indah perpaduannya. Sungguh nikmat rasanya.

Seandainya saja kita bisa belajar dari pempek. Tak sekedar bersatu dalam rasa, ia juga bersatu dalam perbedaan, bersatu untuk sebuah identitas baru yang bernama pempek, yang merayap pelan untuk naik ke  kelas yang lebih tinggi…Sungguh, pempek dapat menjadi guru kehidupan yang harmonis.

Semoga saja….kita dapat menikmati serta belajar dari semangat dan kelezatannya …. hmmh… hmhh…sshhh….sshhh…


Jakarta, 25 Juli 2011

Salam hangat teramat manis….


Ietje S. Guntur


Special note :
Terima kasih untuk tante Cipluk yang mengenalkan pempek kepadaku…dan juga sahabat-sahabat perjalananku dari Grup 3 in 1 - Selatan Bersatu …Lisa, Kuri, Yanto, Nunung, Vira , Ade, Dani, Rudi, Rini …sungguh nikmat dan indah perjalanan pempek tuuu…Dan thanks juga untuk sahabatku Irma yang membuka wawasan baru tentang SDM Pempek…dan keluarga besar Selamat yang memiliki visi luar biasa…thanks pak Andy, pak Rudi, pak Edi…juga sahabat unik dan gokil…Nonce dan Iwan Kaslan…serta semua-mua teman dan sahabat di Jambi…” Gak ada pempek, gak rame…gak ada yang gokil, gak seru…”..I love U allz…
♥♥
Minggu, 24 Juli, 2011 22:37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar