Oleh:  Freddy Pieloor
Dear Rekan,
Selama pagi dan salam sejahtera,
Jumpa lagi dengan saya pada hari Rabu 13.07.2011 dalam even The FINE DAY dan kali ini saya akan share tema:
"The 3 Phases of Life™"
Dalam  setiap pelatihan perencanaan keuangan yang saya berikan, saya  selalu  men-share konsep dan nilai2 yang terkandung dalam "The 3 Phases  of  Life™" yang saya ciptakan setelah melalui perjalanan hidup dan  membaca  lebih dari 100 buku Perencanaan Keuangan.
"The 3 Phases of Life™"  sesuai dengan namanya, bahwa sesungguhnya  kehidupan terkait perencanaan  keuangan dapat dibagi dalam 3 masa atau  fase kehidupan yaitu:
1. Masa persiapan (masa anak) berlangsung dari 0 tahun - max 25 tahun.
2. Masa produktif (masa orang tua) berlangsung dari 25 - 55 tahun.
3. Masa menikmati (masa senior) berlangsung dari 55 - 80 tahun atau meninggal.
Setiap Fase Kehidupan hanya akan berlangsung 1 kali saja.
Hari Rabu ini saya akan bahas Masa Persiapan (masa anak) dari 0 - max 25 tahun.
Fase hidup sebagai anak adalah masa persiapan diri, dalam meningkatkan kemampuan teknis dan kematangan karakter.
Di fase ini, pada umumnya kita "menggantungkan" hidup kepada orang tua kita masing2.
Kita meminta uang atau orang tua membayar seluruh tagihan kebutuhan kehidupan kita.
Mulai dari pakaian, uang sekolah, makanan dan lain sebagainya, hingga uang jajan untuk ngapel sang pacar.
Intinya  di fase ini kita "menggantungkan" hidup pada orang tua, karena  memang  masa ini adalah masa sekolah dan persiapan untuk mandiri.
Orang tua "wajib" membayar segala kebutuhan hidup sang anak sesuai dengan kemampuannya, terutama dalam hal dana pendidikan.
Orang  tua "wajib" membentuk dan menciptakan setiap anak-anaknya menjadi   "manusia mandiri, sukses dan mulia" melebihi keadaan dirinya.
Setiap anak adalah "Master Piece" orang tua di dunia, dan bukan jabatan/pangkat, harta dunia atau barang dunia lainnya.
Sehingga  perlu dipahami dalam konsep "The 3 Phases of Life™", setiap  anak adalah  OBLIGASI atau kewajiban orang tua, dan bukan Investasi  (yang harus  memberikan keuntungan dan imbal hasil).
Tanggung jawab orang tua  kepada anak dalam hal ekonomi hanya sebatas  dana pendidikan tuntas, dan  tidak ada tanggung jawab ekonomi lainnya,  seperti membiayai pesta  perkawinan atau membelikan rumah.
Namun bila orang tua memiliki kemampuan keungan yang OK, ya silahkan saja, dengan catatan "Jangan Mati Bangkrut".
Jadi  setelah anak selesai menempuh pendidikan Sarjana 1, mulai saat itu  dia  harus berdiri dengan bertumpu pada kakinya sendiri. Dia sudah  harus  menjadi manusia produktif.
Dia tidak boleh lagi meminta bantuan  orang tuanya untuk menopang  kebutuhan hidupnya, apalagi saat dia sudah  berani untuk berumah tangga.
Saya pikir orang yang sudah berumah  tangga namun masih meminta ransum  dari orang tua adalah orang tidak  pernah berpikir dan tidak memiliki  kebanggaan dalam dirinya (tiada harga  diri).
So, saat selesai sekolah S1, setiap anak harus menghadapi  "Dunia Nyata"  dan harus memampukan dirinya menjalani kehidupan ini  dengan otak,  tenaga, keringat dan air mata-nya sendiri.
Orang tua  juga harus mendukung kemandirian setiap anaknya, jangan  memanjakan anak  yang sudah berusia dewasa dan bahkan sudah berumah  tangga.
Ingat,  setiap anak adalah "Master Piece" orang tua di dunia, dan kala  mereka  sudah meninggal dunia, anak dan cucu yang akan meneruskan  "garis" dan  "nilai" keluarga.
Demikian share saya pada pagi hari ini, semoga bermanfaat.
Salam,
Freddy Pieloor
Financial Planning & Marriage CounselorSelasa, 12 Juli, 2011 18:06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar