Minggu, 17 Juli 2011

WAKTU ITU ADALAH…ARLOJI…. Waktu iIu adalah Arloji

Oleh:  Ietje S. Guntur
Dear Allz,

Apakabaaaarrr…??? Hehe…lama banget ya saya nggak menyapa-nyapa…Iya, niiih…rada sibuk jadi juru edar…seperti kaki seribu yang doyan banget jalan-jalan kian kemari…hmh…

Mumpung lagi sehat…mumpung ada waktu…tidak ada salahnya kita berjalan kemana kaki hendak melangkah. Seperti kata seorang sahabat, sampai mati pun kita tidak mungkin dapat menyusuri semua jalan dan gang yang ada di seluruh pelosok bumi ini. Waktu kita sangat terbatas. Itu sebabnya, senyampang ada waktu..semasa ada kesempatan…mari kita manfaatkan semua waktu yang kita miliki…untuk menjalani…untuk menikmati…hehe…

Naaah….mumpung lagi berbicara tentang waktu…saya jadi pengen cerita nih, tentang alat penunjuk waktu. Kali ini saya memilih cerita tentang arloji…hmmh…boleh, khan ?

Agar tidak berpanjang cerita…nikmati saja suguhan saya di akhir minggu ini. Ssttt…sambil  melirik manis kea rah arloji di tangan…Semoga berkenan….

Selamat menikmati…


Jakarta, 8 Juli 2011

Salam sayang,


Ietje S. Guntur


♥♥♥





WAKTU ITU ADALAH…ARLOJI….

Hari libur. Saya sedang menikmati saat-saat sendiri…hehe…luntang-lantung di sebuah pusat perbelanjaan di dekat rumah. Setelah seminggu…eh, mungkin lebih…jadi juru edar…beredar dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kota ke kota lain…dan sstttt…dari satu Negara ke Negara lain, akhirnya seperti bangau ! Kembali ke pelimbahan juga…Kembali ke kompleks perumahan tercinta.

Dan setelah merambah entah berapa pusat perbelanjaan, mal, plaza, pusat pameran antar Negara…yeaaah…baliknya ya, ke pusat perbelanjaan yang kecil mungil di rumah sendiri…Di sini enak. Tempatnya tidak terlalu luas. Tapi segala keperluan dasar sudah terpenuhi. Dari mulai swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari, penjual pakaian dan toko karpet, penjual cangkir dan perabotan rumahtangga, hingga tempat makan dan ngopi yang asyik. Oya…ada juga bioskop yang memutar film segala rupa…dari mulai film bermutu sekelas Laskar Pelangi dan Serdadu Kumbang, hingga film yang bikin bulu kuduk berdiri , yaitu film sejenis setan merayap di jalan tol…hihiiii…

Jadiiii…begitulah…seluruh dunia seperti berhenti di sini. Dan saya suka banget kelayapan di sini, karena bisa cuci mata di jendela etalasenya tanpa perlu malu-malu atau gengsi. Menikmati pajangan dagangan, sambil mengukur kebutuhan…yang penting maupun tidak penting…Dan yang asyik juga, saya bisa tampil apa adanya…kadang hanya memakai pakaian sehari-hari, tanpa ada mata yang usil atau paparazzi yang salah bidik sasaran…hihiiii…seleb sindrom banget.

Satu demi satu toko sudah saya masuki. Keluar masuk. Lihat-lihat. Pegang-pegang. Tanya-tanya… hahaha… kayak orang lagi riset pasar dan harga. Mbak-mbak dan mas-mas penjaga tokonya hanya tersenyum. Sudah biasa orang sekompleks ini iseng tanya-tanya melulu…dan belinya nanti…akhir bulan, atau menjelang lebaran. Itu juga yang saya suka. Mbak-mbak dan mas-masnya full senyum semua. Maklum. Sesama tetangga.

Bosan keluar masuk toko, mendadak mata saya tertambat melihat deretan toko arloji. Hmh…ini termasuk salah satu kesukaan saya. Melihat-lihat arloji model terbaru yang dipajang di etalase. Dari mulai arloji kacangan yang terbuat dari plastik, hingga arloji yang dikerangkeng di dalam lemari dengan harga yang lumayan menggoncangkan dompet. Entah kenapa, saya suka sekali melihat arloji…dan kadang tergoda untuk membelinya…hahahaha…. Padahal, kalau sudah dibeli belum tentu juga langsung dipakai. Apalagi kalau harganya mahal…waaah…itu arloji bisa jadi barang keramat, yang lebih banyak disimpan di dalam kotak daripada dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari…hiiikss…


Cerita tentang arloji, barangkali saya terpaksa buka rahasia sedikit. Saya ini sebetulnya termasuk arloji-mania. Pengumpul dan pemulung arloji…hiiikss….

Saya  ingat…arloji saya yang pertama adalah warisan dari ibu saya. Saya lupa mereknya, tapi kata ibu saya buatan Rusia. Arloji itu saya pinjam ketika saya akan mengikuti ujian SD, sekian puluh tahun yang lalu, di akhir tahun enampuluhan…( woooww…sudah lamaaaa banget). Sebelum meminjamkan arloji itu, ibu saya sudah pesan-pesan…wanti-wanti…yang panjangnya mungkin sekitar 2 lembar ketik folio. Intinya satu : itu arloji mahal, warisan dari Eyang Kakung, dan harus dijaga sebaik-baiknya.

Saking takutnya arloji itu hilang atau cacat, saya terpaksa membungkusnya dengan sapu tangan. Dan kalau mau melihat angka penunjuk waktu di permukaan arloji, saya harus mengintipnya dengan hati-hati…uuuhh…ribet banget ! Untunglah, masa pakai dan masa pinjam arloji itu hanya 2 hari. Setelahnya saya merasa bebas sekali. Betapa beratnya menanggung beban sebuah arloji warisan ! pikir saya.

Sejak itu saya jadi bermimpi, seandainya suatu hari nanti punya uang sendiri, saya akan membeli arloji yang saya sukai. Saat itu memang tidak ada arloji murah. Semua arloji berharga mahal dan modelnya klasik. Saya suka melihat-lihat pajangan arloji di pertokoan Kesawan, salah satu pusat pertokoan terkenal di Medan. Dan saya selalu takjub melihat jarum panjang dan jarum pendek yang berkeliling selama 24 jam tanpa henti, di dalam sebuah lingkaran yang kelihatannya kemilauan dan sangat mewah.



Setelah arloji pinjaman itu, beberapa tahun kemudian saya mendapat sebuah arloji dari ayah saya. Mereknya Seiko. Itu arloji model pria, yang besarnya segede gaban. Saya sukaaaa sekali. Suara detikan jarum kecilnya seperti suara ketukan ritmis yang mempesona. Beberapa teman sempat menertawakan arloji saya itu. Ya, iyalah…jaman itu belum ada anak perempuan yang memakai arloji model bapak-bapak…hehe…Tapi daripada tidak punya arloji, ya…arloji gaban juga okelah…Apalagi jaman itu saya agak-agak tomboy…jadi cocoklah pakai arloji model eksekutif bank yang rada macho…hmh…

Rupanya ibu saya tidak tega melihat saya memakai arloji kebesaran itu. Akhirnya beliau merelakan salah satu arlojinya  - ini hasil kerja ibu saya waktu membuka sekolah menjahit -  yang memakai tali kulit . Jadi kalau ke sekolah, saya pakai arloji dari ibu saya. Biar agak feminin dan sesuai standar sekolah. Dan kalau sedang bergaul, saya pakai arloji gaban kebanggaan… hahahaha….

Beberapa waktu kemudian, ayah saya punya beberapa arloji buatan Jepang yang disimpan di dalam kotak mirip kotak biskuit. Katanya, beliau mengumpulkan dari beberapa toko. Salah satu, modelnya memiliki tali logam berwarna metalik, dan pakai pengatur waktu digital. Aneh banget. Saya dapat jatah satu arloji, dan adik-adik saya juga dapat jatah masing-masing. Yang saya punya mereknya Fuji. Barangkali, sampai sekarang baru itulah saya punya arloji yang mereknya tidak dikenal . Tapi karena modelnya unik dan mirip gelang, jadi saya pakai jugalah si arloji ini. Untuk mengetahui waktunya, saya harus memencet sebuah tombol di samping, dan angka akan menyala terang. Jadi ini arloji anti nyontek. Orang tidak bisa asal intip untuk mengetahui waktunya. Harus saya yang mencet, baru waktunya akan muncul.

Setelah koleksi arloji Jepang dan Rusia tadi, barulah saya mulai melek merek dan model. Ternyata di dunia ini ada banyak model dan merek arloji…hahaha…Norak banget ya pengetahuan saya. Dan inceran saya jatuh pada merek Rolex, arloji kesayangan ayah saya…hihiii…Arloji ini memang suatu ketika diberikan kepada saya, ketika ayah saya sudah pensiun. Dan tidak lama kemudian beralih pemilikan, jatuh ke tangan Pangeran Remote Control…karena katanya, saya sudah gak pantas pakai arloji segede gaban lagi…hehe…bisa ajaaah…

Rupanya tidak hanya ayah saya yang tahu bahwa saya termasuk arloji-mania khususnya arloji gaban . Ketika pertama kali bertemu dengan Pangeran Remote Control sekian puluh tahun lalu, dia pun membelikan saya sebuah arloji mungil merek Bulova, menggantikan arloji gaban saya. Katanya, saya harus tampil lebih feminin…dan itu bisa dimulai dari arloji…Duuuh…padahal saya cinta banget sama arloji gaban warisan ayah saya..hiiiks…

Dan seperti termakan oleh mimpi sendiri, sampai sekarang, saya paling tidak tahan kalau melihat model arloji tertentu…Kadang saya tidak sempat berpikir, tahu-tahu sudah membeli arloji itu. Tapi kadang-kadang, bisa saya biarkan saja di etalase , dan setiap kali ke toko itu saya sempatkan untuk menikmatinya…seperti orang yang mengunjungi kekasih atau berziarah.

Waktu  berlalu. Tahun berganti. Arloji saya pun berganti-ganti. Modelnya bermacam-macam. Harga dan mereknya beraneka rupa. Tapi tidak semua arloji ini awet. Ada yang rusak karena jatuh. Ada yang beset ketika saya tabrakan dan tergesek di aspal. Ada yang hilang karena dicopet ketika turun dari kendaraan umum. Ada yang mati total karena mesinnya sudah tidak bisa jalan lagi. Rupanya ada waktu yang harus berhenti…dan kemudian berganti…


Melihat arloji yang terpajang di toko, dan menikmati koleksi arloji saya yang aneka ria campuran model dan mereknya…saya termenung…

Kenapa, ya…semua arloji itu hanya menunjuk waktu hingga jam 12, dan kembali lagi ke angka satu. Tidak ada arloji, yang semahal apa pun…yang nekad mencantumkan angka 13 atau 14 di piringan waktunya ?

Arloji memang hanya dibedakan dari bahan atau material dan modelnya. Material dan model inilah yang kemudian mengusung arloji menjadi sebuah mode dan status sosial. Material dan model inilah yang membedakan kasta arloji, dari kasta plastik yang bisa dibeli kiloan atau lusinan, hingga kasta yang hanya bisa dibeli berdasarkan pesanan perorangan. Yang satu dibuat pabrikan berdasarkan cetakan massal , yang lain dibuat dengan tangan dan kemahiran seni yang tinggi.

Hidup kita sebetulnya mirip arloji juga. Di dunia ini tidak ada orang yang memiliki waktu lebih dari 24 jam sehari, atau dua kali putaran angka 12. Dari mulai presiden hingga tukang becak, dari mulai kyai hingga preman pemabukan, dari mulai polisi hingga penjahat buron…semua punya waktu yang sama. Persis seperti apa yang ditulis di atas piringan arloji. Dua belas !

Kita hanya dibedakan oleh material dan model. Kita hanya dibedakan oleh daya tahan dan keuletan. Kita hanya dibedakan oleh kompetensi dan moral.

Kita tinggal memilih  hidup kita. Mau menjadi seperti arloji produksi massal yang biasa-biasa saja, atau menjadi arloji eksklusif yang bercita rasa tinggi…Hidup kita, karya kita…adalah hasil mahakarya…yang kita sendiri menentukan kualitasnya…

Semogaaaaaaa kita bisa menjadi arloji bermerek kelas dunia…

Jakarta, 8 Juli 2011

Salam hangat,



Ietje S. Guntur

Special note :
Terima  kasih tidak terhingga untuk Ma dan Pa, yang mengajarkan tentang makna hidup melalui waktu dan arloji…juga untuk My Pangeran Remote Control yang memberikan arloji sebagai symbol kebersamaan…I love U, Allz…Thanks juga buat semua tukang jual arloji yang mengijinkan aku ‘berziarah’ ke mesin waktu di etalasenya…hehehe…
Friday, July 08, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar