Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Saya  pernah menegur seorang pemimpin yang memarahi bawahannya  sampai  menangis. Tidak ada kesalahan yang boleh dibiarkan, memang.  Tetapi  apakah harus sampai sejauh itu? Saya sepakat jika pada situasi  tertentu  sikap keras itu sangat diperlukan. Tetapi tidak pada semua  situasi. Saya  juga termasuk tipe pribadi ‘whatever it takes’. Tetapi,  memarahi  karyawan sampai menangis; tentu ada rambu-rambunya. Sangat  mudah untuk  membuat bawahan menangis, asal tahu saja jika hatinya balas  memaki dan  melaknat selama-lamanya. Tetapi saya percaya bahwa ada cara  ampuh untuk  membuat orang menangis, tanpa menyakiti hatinya. Sejauh  yang saya ingat,  ada 3 kejadian dimana orang yang saya pimpin menangis  di ruangan saya.  Dan saya yakin semuanya tidak menyebabkan saya dikutuk  oleh mereka.  Namun hanya satu kejadian yang  akan saya ceritakan  disini dengan harapan bisa memberi inspirasi bagi  proses pematangan  jiwa kepemimpinan kita.
Jika  Anda termasuk pemimpin yang gampang mengeluarkan kata-kata  kasar kepada  bawahan, mungkin ini saatnya untuk berlatih dengan cara  yang berbeda.  Jika Surat Peringatan sangat mudah tercetak dari printer  Anda, ini juga  saat yang tepat untuk menghemat kertas sekaligus  menemukan cara lain  yang lebih berdampak. Meskipun dibenarkan oleh  aturan yang berlaku,  tetapi coba secara fair melihat fakta bahwa  ternyata SP sama sekali  tidak bisa mengubah seseorang. Saya lebih  memilih membuat ‘gentlement  agreement’ secara langsung daripada  mengeluarkan SP. Dan saya tidak  pernah meleset dengan hal itu. Bagi  Anda yang tertarik menemani saya  belajar tentang bagaimana menemukan  proporsi toleransi terhadap  kesalahan karyawan; saya ajak untuk  memulainya dengan mempraktekkan 5  kemampuan Natural Intelligence  berikut  ini:
1.      Fahamilah bahwa mereka sama manusianya seperti kita. 
Sungguh beruntung jika kita menyadari bahwa sebagai manusia, kita  pun  bisa melakukan kesalahan yang sama. Tidak ada gunanya memelihara  sifat  takabur dan terlampau yakin jika kita ini adalah manusia yang  bersih  dari kesalahan. Jika bukan berbohong, maka kita mungkin sudah  lupa apa  yang pernah kita lakukan dimasa lalu. Atau, barangkali kita  bisa  tergelincir dimasa yang akan datang. Kesadaran semacam ini penting  agar  ketika menemukan adanya kesalahan yang dilakukan  oleh bawahan,  kita menyikapinya secara proporsional. Bersikap  over-reactive sama  sekali bukanlah cara seorang pemimpin sejati  menangani kesalahan yang  dilakukan oleh anak buahnya. Sebab ketika  menangani sebuah kesalahan,  Anda tidak hanya berurusan dengan pelakunya.  Anda sedang mengirimkan  sinyal kepada semua orang yang Anda pimpin.  Mereka menilai cara Anda  mengatasinya, dan mereka mengantisipasi  kemungkinan-kemungkinan bagi  dirinya sendiri. Sinyal itu sangat  menentukan sikap semua orang di team  Anda. Jadi, fahamilah bahwa mereka  sama manusianya seperti Anda.
2.      Dahulukan keteladanan yang Anda sendiri lakukan. 
Berapa kali Anda mendengar seorang pemimpin memarahi bawahannya  untuk  suatu kesalahan yang dia sendiri melakukannya? Maka tidak heran  jika  hukum menjadi lelucon umum (1) atasan selalu benar, (2) jika  atasan  salah, lihat hukum nomor (1). Sungguh sangat sulit untuk  mendapatkan  komitmen karyawan tanpa keteladanan para pemimpinnya. Saya  memanggil  seseorang ke kantor, lalu menyodorkan 2 lembar kertas. Satu  data absensi  saya, satunya lagi miliknya. “Kasih tahu gue, berapa  kali  gue terlambat ke kantor bulan ini. Dan kasih tahu gue, berapa kali  elu  masuk ke kantor tidak terlambat bulan ini.” Dia menatap saya “Iya,   Pak.” Katanya. “Elu nggak pantes ngomong apapun sebelum mengerti isi   kertas itu.” Begitu saya bilang.  “Tapi Pak, teman-teman  lain juga  sering terlambat nggak apa-apa,” Itulah resiko demokratisasi  yang harus  saya terima. “Mereka bukan urusan gue. Selama elu masih mau  gabung di  team gue, elu musti ikut aturan main disini. Kalau elu  kepengen seperti  mereka, elu boleh pindah ke departemen mereka. Gue  bantu elu pindah  kesana.” Jam 7 pagi, biasanya saya sudah berada di  kantor sehingga  teman saya bisa melihat bahwa kedisiplinan itu bukan  sekedar untuk  memperindah lidah. Saya tidak menuntut mereka datang pagi  sekali. Tapi  jam 8 tepat, sebaiknya mereka sudah berada ditempat.  Lakukan, dan  jadilah teladan bagi  orang-orang yang Anda pimpin.
3.      Ambillah tanggungjawab kepemimpinan secara utuh. 
Apa sih tanggungjawab kepemimpinan itu? Salah satunya; memastikan  semua  proses berjalan sehingga menghasilkan profit yang tinggi bagi   perusahaan dengan tetap menjaga etika dan rambu-rambu operasionalnya.   Kalau ada penyimpangan? Ya harus dipertanggungjawabkan oleh sang   pemimpin. Lho, bukannya oleh pelakunya? Tidak cukup. Karena seorang   pemimpin bertanggungjawab untuk memastikan tidak ada pelanggaran dan   penyalahgunaan seperti itu. Bukankah ‘tanggungjawab’ yang  menjadikannya  dibayar lebih mahal dari orang lain? Memang tidak ada  seorang pun  dimuka bumi yang bersedia untuk mempertanggungjawabkan  kesalahan yang  dilakukan oleh orang lain. Jadi supaya tidak tertimpa  kejadian seperti  itu, maka seorang pemimpin mesti benar-benar memastikan  agar semua  proses dan operasional berjalan sebagaimana mestinya.  Manusia mempunyai  kecenderungan untuk melakukan kesalahan, bahkan ‘to  test the fence’.  Tugas pemimpinlah untuk memastikan jika pagar selalu  kokoh agar setiap  kali serigala mencoba masuk bisa segera dihalau.  Dengan begitu, Anda  tidak akan pernah kehilangan seekor ayam pun dari  dalam kandang.  Serigala itu pengaruh buruk, sedangkan ayam adalah aset  mental.
4.      Sentuhlah hati nuraninya, bukan menyayatnya. 
Sebagai pemimpin, tentu Anda bersedia memperjuangkan hal terbaik  untuk  anak buah Anda. Tetapi, bagaimana jika ternyata dia  menyalahgunakannya?  Saya langsung memanggilnya ke ruang kerja saya.  Setelah memaparkan semua  temuan dan dia mengakuinya, saya hanya berkata  begini;”Saya tidak  menyangka kamu melakukan itu. Setelah semua yang  saya lakukan untukmu  selama ini? Saya mengira, saya bisa membantu kamu  untuk menjadi  kebanggaan bagi keluargamu. Ternyata saya salah. Saya   sungguh berharap anak-anakmu bisa berdiri didepan kelas sambil   menceritakan kepada teman-teman mereka tentang kebanggaan terhadap   Ayahnya yang hebat. Saya mengimpikan kamu kelak menjadi seseorang yang   bisa berdiri tegak dengan penuh kebanggaan dan kehormatan. Tapi,   kelihatannya mimpi kita tidak sama.” Saya mengenal keluarganya. Dan   sungguh, saya melihat meleleh air matanya. “Kamu menangis karena saya   menegurmu?” saya penasaran. “Bukan…” katanya. “Saya sangat menyesali   tindakan saya….” Sejak saat itu, dia tidak pernah mengecewakan lagi. Dan   saya bangga kepadanya. Mungkin, inilah tangisan karyawan yang tidak   menjadikan atasannya dilaknat didalam hati mereka.
5.      Berteguh-hatilah saat harus mengambil keputusan paling pahit. 
Dari  beragam kesalahan yang dilakukan oleh anak buah, kadang  memang ada yang  melampaui batas. Jika itu berupa pelanggaran terhadap  integritas, maka  solusinya memang harus tuntas tas tas. Seorang Manager  di team saya  berhasil menemukan penyalahgunaan data penting yang  dilakukan oleh salah  satu staff di team kami. Selain melanggar  integritas, tindakan itu juga  sangat membahayakan kelangsungan hidup  perusahaan, dan bisa mencelakai  pelanggan, serta merusak  kredibilitas  team secara keseluruhan. Saat mendapatkan rincian laporan  dan  bukti-buktinya, saya bertanya; “Then what is your recommendation?”  Saya  paham ketika pilihannya hanya ada dua; diminta mengundurkan diri,  atau  diberhentikan. Saya memastikan bahwa saya mendukungnya 100%. Apa  yang  kagumi dari sahabat saya ini? Dia mengkomunikasikannya secara  senyap,  dingin dan bersih. Bahkan saya tidak perlu mengeluarkan satu  kata pun  untuk menghasilkan penyelesaian yang ‘win-win’ itu. Hubungan  personal  kami masih tetap baik, meskipun hubungan professional kami  terhenti.  Memang, kami kehilangan seseorang. Tetapi, teman-teman didalam  teamnya  memahami mengapa keputusan itu harus diambil. Dengan begitu,  lebih  banyak lagi sahabat kami yang selamat dari godaan untuk melakukan   kesalahan yang sama.
Kita  sering sedemikian mudahnya memvonis orang lain. Padahal  sebagai manusia,  kita juga punya peluang untuk melakukan kesalahan yang  sama. Mari kita  belajar menyikapi kesalahan orang lain secara  proporsional. Apalagi jika  yang melakukannya adalah orang-orang yang  kita pimpin sendiri. Kitalah  yang bertanggungjawab untuk memperkecil  kemungkinan terjadinya kesalahan  itu. Namun jika terlanjur terjadi,  kita pun tidak sepatutnya melepaskan  diri dari tanggungjawab itu.  Apalagi sampai menimpakan seluruh  kesalahan itu kepada orang-orang yang  tindak tanduknya sangat ditentukan  oleh keteladanan yang  kita  tunjukkan.
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 6 Juli 2011
Master Trainer & Natural Intelligence Inventor
Catatan Kaki:
Di rumah  kita, sebuah cermin bisa memperlihatkan seperti apa wajah  kita. Di  kantor, cermin itu mewujud dalam perilaku orang-orang yang  kita pimpin.  Sebaik apa kita memimpin? Semuanya terlihat dari perilaku  mereka.
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.
Minggu, 10 Juli, 2011 19:08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar