Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Salah  satu pertanyaan paling sulit yang saya dapatkan adalah ini;”Bagaimana  mempertahankan pernikahan kami?” Sampai sekarang pun saya belum tahu  harus menjawab apa,  soalnya pernikahan kami sendiri baru berumur 14  tahun lebih sedikit. Masih terlalu dini untuk bisa menjawab pertanyaan  itu berdasarkan pengalaman kami sendiri. Sebenarnya saya bisa saja  menjawabnya secara ‘teoritis’. Toh sang penanya tidak tahu bagaimana  saya menjalani kehidupan pernikahan kami. Tetapi, lha kok rasanya kurang  afdol ya? Bagaimana jadinya jika teori yang saya gunakan itu, ternyata  benar-benar ‘hanya sebatas teori’ saja. Bagaimana seandainya ternyata  suatu saat nanti saya tidak berhasil melewati masa-masa sulit dalam  kehidupan rumah tangga kami. Bagaimana seandainya kami…..
Akhirnya  saya memilih untuk ‘tidak menjawab’ pertanyaan-pertanyaan seperti itu.  Sebab setelah cukup lama bersemedi pun ternyata saya tidak memiliki  kemantapan hati untuk berani menjawabnya. Kalau pun saya harus  menjawabnya, saya harus melakukannya berdua dengan istri saya. Dan jika  kami jadi menjawabnya, maka kami terikat oleh sebuah kewajiban untuk  melakukan apa yang kami katakan kepada orang lain. Padahal, jika kami  menghadapi badai yang sama; belum tentu kami pun berhasil melewatinya.  Walhasil, daripada menjawab pertanyaan itu; saya lebih memilih untuk  berceloteh saja tentang apa yang sedang saya dan istri saya pelajari  saat ini dalam pernikahan kami. Bagi Anda yang tertarik menemani kami  belajar menjaga bahtera pernikahan ini; saya ajak untuk memulainya  dengan merenungkan 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:  
1.      Mengingat saat pertama kali jatuh cinta.  Saat jatuh cinta pertama kali kepadanya adalah salah satu saat terindah  dalam hidup saya. Seperti serum saja, didalam darah saya terkandung  nuansa romansa itu. Dan serum inilah yang sering menolong saya  menghadapi masa-masa sulit dalam kehidupan pernikahan kami. Setiap kali  saya memerlukan penyegaran atas cinta dan kehidupan rumah tangga kami,  saya berusaha untuk mengingat saat-saat pertama kali kami jatuh cinta.  Mengingat hal itu, rasanya setiap kekesalan dan kekecewaan mencair  begitu saja. Dalam sekejap saya sudah bisa merasakan gelora itu lagi.  Persis seperti pertama kali saya melihatnya. Persis seperti ketika saya  bertekad; tidak ada perempuan lain yang lebih saya inginkan selain  dirinya.
2.      Mengikrarkan cinta saat dia tidak mendengarnya.  Rajin-rajinlah mengucapkan kata ‘cinta’ ditelinganya. Begitulah  nasihatnya. Saya tidak terlalu percaya itu.  Faktanya, sering sekali  kata cinta itu hambar rasanya. Terutama ketika kita mengucapkannya tidak  sambil membawa ketulusan hati. Saya memilih untuk lebih banyak  mengikrarkan cinta justru pada saat istri saya tidak mendengarnya.  Ketika dia sedang bergaya didepan cermin, saya berbisik didalam  hati;”Damn, I love her sooo much!”. Saat dia sedang senyum-senyum  didepan blackberry, saya bergumam sendiri;”Saya sangat mencintainya…”  Waktu dia cemberut, hati saya berkata;”dia semakin menggairahkan saat  bibirnya manyun begitu…”
3.      Berterimakasih atas penerimaannya.  Jujur saja, saya belum tentu merupakan lelaki terbaik untuk belahan  jiwa saya. Dia bisa saja mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik  daripada saya. Tetapi, dia menerima saya. Mengijinkan saya untuk  mengobral rayuan gombal dibungkus kata cinta yang klise itu. Membiarkan  saya melamarnya dengan gaya koboy. Mengangguk ketika saya mengajaknya  untuk menikah. Menandatangai surat nikah itu. Mengikuti kemana saja saya  membawanya pergi meski lebih banyak susahnya daripada senangnya.  Sungguh, dia bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari ini. Maka tak  pernah lekang rasa terimakasih saya kepadanya atas semua penerimaan yang  telah diberikannya kepada saya. Saya lebih sering terjaga dimalam hari  daripada dirinya. Sehingga saya memiliki kesempatan untuk menatap  wajahnya ketika sedang terlelap. Memandangnya, sungguh membuat hati saya  tersentuh. Sambil mengecup keningnya, saya berterimakasih kepadanya.  Atas penerimaan yang telah diberikannya kepada saya.
4.      Ganti ‘tak kenal maka tak sayang’ dengan ‘semakin kenal semakin sayang’. Tak  kenal maka tak sayang. Itu benar. Tetapi, banyak juga pasangan yang  justru bercerai setelah satu sama lain saling mengenal. “Sekarang saya  tahu siapa dia sesungguhnya,” adalah kalimat yang sering kita dengar di  infotainmen saat sedang mengeksploitasi pasangan yang sedang bermasalah.  Makanya, dalam konteks pernikahan pepatah itu tidak cocok. Ganti  pepatah itu menjadi ‘semakin kenal semakin sayang’. Sebelum menikah,  kita tidak tahu kalau dia tidurnya mengorok. Kita juga tidak tahu jika  dia suka melempar handuk sembarangan. Atau menyimpan pakaian kotor  dilantai. Kita, tidak tahu tentang semua hal yang tidak pernah  terbayangkan sebelumnya. Setelah menikah, kita mengetahui lebih banyak  hal. Seandainya saja ‘semakin kenal kita semakin sayang’, maka mungkin  cinta kita semakin hari semakin bertambah murni.
5.      Percaya kepada diri sendiri.  Awalnya, saya menuruti nasihat untuk ‘memberi kepercayaan kepada  pasangan’. Sebab katanya, jika kita memberi kepercayaan itu, maka dia  pasti menjaganya dengan baik. Tetapi kemudian saya merasa hal itu malah  menempatkan dirinya pada sebuah tuntutan untuk ‘bisa saya percaya’.  Padahal saya percaya bahwa ‘cinta’ bukan soal tuntutan kepada orang yang  kita cintai; melainkan memberikan komitmen kita kepada dirinya.  Makanya, titik berat saya sekarang bukanlah menuntut dirinya untuk  menjaga kepercayaan yang saya berikan, melainkan menjaga kepercayaan  saya kepada diri saya sendiri. Yaitu; saya ‘percaya kepada diri saya  sendiri’ bahwa saya dapat menjaga kesucian cinta kami. Jika saya sampai  merusak kepercayaan itu, maka saya sendiri mengetahuinya. Dan saya tidak  sedang mengkhianati siapapun selain diri saya sendiri. Tidak fair jika  saya menuntut soul mate saya untuk mempercayai saya, jika dihadapan diri  sendiri saja ternyata saya tidak bisa dipercaya. Maka sebelum  memintanya untuk percaya kepada saya, sekarang saya belajar untuk  terlebih dahulu memberi diri saya sendiri kepercayaan itu.
Sungguh,  saya tidak tahu akan menjadi seperti apakah perjalanan pernikahan kami.  Namun dengan ke-5 hal itu saya menjadi lebih tentram. Bahkan saya masih  tenang ketika di HP-nya ada SMS gombal dari para lelaki culas. Apalagi  setelah kita memasuki era blackberry. Didunia ini banyak sekali lelaki  yang gemar menggoda istri orang dengan menyalahgunakan anugerah  teknologi yang Tuhan titipkan ditangannya. Saya tahu itu karena istri  saya sesekali menunjukkan pesan-pesan di blackberry-nya yang tidak  senonoh. Kadang kami menjadikannya sebagai bahan candaan. Malah ada  diantara para lelaki itu yang saya tahu persis siapa orangnya. Bahkan di  fitness center, saya mengenal seorang lelaki yang dia tidak tahu jika  saya tahu kata-kata apa yang dikirimkannya kepada blackberry istri saya.  Alih-alih emosi, saya malah kasihan kepadanya. Kasihan, sudah setua itu  masih saja mengumbar nafsu hewani. Jadi;”Bagaimana mempertahankan  pernikahan kami?” Saya tidak tahu. Tetapi, semoga celoteh ini bisa  mengkompensasi ketidakmampuan saya dalam menjawabnya.  
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman  - 20 Juli 2011
Catatan Kaki:
Tidak ada  yang mengetahui akan menjadi seperti apa perjalanan perkawinannya.  Namun, jika sesuatu yang buruk terjadi, kita perlu memastikan bahwa  bukan kita penyebabnya. 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.
Selasa, 19 Juli, 2011 20:31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar