Oleh: Muhammad Musrofi
Bagaimana cara mengubah masalah  menjadi peluang? Tentu ada seribu  satu cara. Salah satu caranya ikuti  langkah-langkah berikut : Pertama,  tulislah masalah Anda di secarik kertas. Kemaslah  masalah dalam bentuk  pertanyaan. Kedua, cegah jangan sampai mencari sebab  masalah, apalagi  membuat solusi. Oleh karena kalau hal ini dilakukan dengan  serampangan  bisa-bisa ditemui jalan buntu! Ketiga, tulislah kata acak yang Anda   ingat, atau tulislah sebuah benda yang Anda lihat, benda apa saja.  Keempat,  tulislah berbagai hal yang terkait dengan kata tersebut.  Kelima, paksakan  kaitan antara masalah Anda dengan berbagai hal yang  terkait dengan kata Anda. Keenam,  tulislah ide-ide Anda.  (Langkah-langkah tersebut merupakan kombinasi dari “Pikiran  Brutal”  dalam Thinkertoys karangan Michael  Michalko dan InnovAction oleh Dennis  Shewoord). Berikut kasus nyata bagaimana mengubah masalah menjadi peluang. 
Kasus Nyata Pertama 
Ervianto, pemilik dan pimpinan perusahaan mebel ekspor menemui saya,”Mas, tolong carikan investor. Saya ada order baru nih. Saya tidak punya modal (kerja). Pinjam bank sudah tidak bisa, sertifikat tanah sudah masuk bank.” Apa yang dikatakan Ervi tersebut adalah masalah (ada order baru), sebab masalah (tidak ada modal kerja), dan solusi (cari investior). Mari kita fokuskan pada masalahnya saja, lalu ikuti keenam langkah di atas : pertama, rumusan masalah,”Bagaimana cara mengatasi order baru?” Kedua, tahan jangan mencari sebab masalah. Ketiga, ketika dihadapkan pada masalah itu, saya melihat tempat sampah. Spontan saya tulis “sampah”. Keempat, saya tulis hal-hal yang terkait dengan sampah : dibuang, daur ulang, dipilah (sampah organik dan anorganik), sumber penyakit, bau tidak sedap. Kelima, saya buat analogi dan asosiasi dari hal-hal yang berkaitan dengan sampah lalu saya paksa kaitkan dengan masalah Ervianto tersebut :
Ervianto, pemilik dan pimpinan perusahaan mebel ekspor menemui saya,”Mas, tolong carikan investor. Saya ada order baru nih. Saya tidak punya modal (kerja). Pinjam bank sudah tidak bisa, sertifikat tanah sudah masuk bank.” Apa yang dikatakan Ervi tersebut adalah masalah (ada order baru), sebab masalah (tidak ada modal kerja), dan solusi (cari investior). Mari kita fokuskan pada masalahnya saja, lalu ikuti keenam langkah di atas : pertama, rumusan masalah,”Bagaimana cara mengatasi order baru?” Kedua, tahan jangan mencari sebab masalah. Ketiga, ketika dihadapkan pada masalah itu, saya melihat tempat sampah. Spontan saya tulis “sampah”. Keempat, saya tulis hal-hal yang terkait dengan sampah : dibuang, daur ulang, dipilah (sampah organik dan anorganik), sumber penyakit, bau tidak sedap. Kelima, saya buat analogi dan asosiasi dari hal-hal yang berkaitan dengan sampah lalu saya paksa kaitkan dengan masalah Ervianto tersebut :
- Dibuang (sampah dibuang). Kata “dibuang” menghasilkan ide : order itu dikesampingkan dulu, atau order itu dikaji ulang : apa benar menguntungkan? Dari sini, saya menanyakan order tersebut pada Ervi. Ternyata order baru adalah garden furniture. Padahal selama ini perusahaan memproduksi indoor furniture, dimana proses produksi garden furniture jauh berbeda dan lebih kompleks dibandingkan indoor furniture.
 - Daur ulang sampah. Kata “daur ulang” memunculkan ide : kalau ada barang setengah jadi yang ditolak (reject) dirakit, lalu dijual ke pasar lokal dengan harga murah. Begitu juga barang jadi yang reject, dijual di pasar lokal. Hasil penjualan untuk memperkuat modal kerja. Dua ide ini layak dilakukan, karena tdi perusahaan banyak tumpukan barang setengah jadi dan barang jadi yang reject.
 - Dipilah. Kata “dipilah” memicu ide : pemilahan atau pemisahan proses produksi order baru dengan order lama, bahkan dengan pembentukan PT (Perseroan Terbtas) baru. Cara ini lebih menarik minat investor, dari pada investor hanya diposisikan sebagai penyedia dana saja tanpa terlibat didalam perusahaan.
 - Sumber penyakit (lalat pembawa penyakit). Kata “terbang” menghasilkan ide : ke sana ke mari mencari informasi tentang sumber permodalan selain bank dan investor individual, misalnya Depkop dan UKM, dan BUMN (PT TELKOM, PT PLN, PT ANGKASA PURA, dsb.).
 - Bau tidak sedap. Kata “bau” saya kaitkan dengan “mengetahui”, “mengenal”. Bagaimana agar perusahaan yang berprospek bagus tersebut dikenal berbagai sumber permodalan. Ide : membuat prospektus sederhana sebagai alat komunikasi dengan berbagai sumber permodalan.
 
Langkah keenam, saya  tulis semua ide: 1) Kaji ulang keuntungan dan kerugian menerima order baru. 2) Barang setengah jadi yang reject dirakit, lalu dijual di pasar lokal.  3) Barang jadi yang reject  yang  menumpuk di gudang dijual di pasar lokal. 4) Pembentukan  perusahaan (PT) baru.  5) Pembuatan prospektus. 6) Mencari informasi ke  Depkop dan BUMN.                
Kasus Nyata Kedua 
Rekan saya (Agus)  adalah asisten laboratorium komputer di sebuah  politeknik (dia tidak bisa  menjadi dosen karena lulusan D3). Dia  mengeluh,”Saya bingung. Politeknik  menerapkan aturan baru yang ketat :  tidak boleh pulang atau keluar kampus sebelum  jam 16.00. Akibatnya saya  tidak dapat tambahan pendapatan, karena saya tidak  bisa  nyambi menerima service  komputer di luar  kampus, pada jam kosong. Mau keluar (dari  politeknik), tidak punya lagi gaji  tetap, sudah beristri soalnya…” 
Agus menghadapi jalan  buntu, justru karena ia telah menetapkan sebab masalah (yakni tidak bisa nyambi service komputer).  Saran apa  yang saya berikan ke Agus? Ketika itu di meja saya ada  Majalah “Entrepreneur”  (ME). Spontan saya tulis kertas kosong: “majalah  ME” dan hal-hal yang ada di  majalah tersebut : terbit sebulan sekali, entrepreneur,   sampul didominasi warna gelap, ada warna merah, ada warna kuning, 54  halaman. Lalu  saya kembangkan kesamaan dan saya paksa kaitkan dengan  masalah Agus :  
- Terbit sebulan sekali. Kata “terbit”, memunculkan ide : buat dan terbitkan buku praktis tentang reparasi hardware dan software komputer. Naskah buku dibuat di kampus, pada jam kosong, tidak perlu keluar kampus.
 - Majalah “Entrepreneur”. Kata entrepreneur memunculkan ide : Agus agar sering membaca biografi / outobiografi para entrepreneur untuk membangkitkan jiwa wirausaha.
 - Warna gelap ME. Kata “gelap” dianalogikan dengan bingung, tidak tahu arah. Hal ini memunculkan ide : agar Agus membuat visi diri (menjadi apa setahun atau lima tahun dari sekarang).
 - Warna merah pada ME. Merah identik dengan berani, memunculkan ide: Agus harus berani mengambil keputusan untuk memilih : tetap menjadi asisten atau keluar menjadi entrepreneur.
 - Warna kuning di ME, mengingatkan saya pada burung kepodang. Burung terbang ke sana ke mari, saya analogikan bahwa Agus harus terus menambah pengetahuan dan keterampilan dari berbagai sumber.
 
Jadi  ide-ide untuk Agus : 1) Mengarang buku tentang komputer, lalu diterbitkan.  2)  Membaca biografi / otobiografi entrepreneur sukses. 3) Berani mengambil  keputusan. 4) Membuat visi diri. 5) Selalu menambah pengetahuan dan  keterampilan. 
M Musrofi
Kamis, 19 April, 2012 02:37 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar