Oleh: Dadang Kadarusman
Tambah item.
Itu yang  pasti. Kulit semua orang sudah pada lebih gelap dari sebelumnya. Selain  Opri, semua gadis disitu pada menggerutu. Kayaknya. Nggak rela kulit  yang sudah diputih-putihin selama berbulan-bulan itu langsung menjadi  coklat tua hanya dalam waktu  dua hari saja.
Sudah resiko lah itu.
Berani pergi ke pantai. Mesti berani juga mengambil resiko kulit terbakar matahari. 
“Item itu seksi, lageee,” begitu kata Opri.
Gadis-gadis  yang lain nggak berselera untuk menanggapi. Mereka hanya saling  memandang satu sama lain. Sambil saling berkedip penuh arti. Bagi  mereka. Opri adalah seorang cewek yang mempunyai hormon testosterone  lebih banyak daripada estrogen. Jadi. Ya, gitu deh. Nggak ada  anggun-anggunnya sama sekali.
Semua orang di kubikal  belum benar-benar siap untuk bekerja. Pikiran mereka masih dipenuhi  oleh kenangan-kenangan yang menyenangkan. Badan mereka. Masih diserang  oleh kepenatan. Jadi. Meskipun secara fisik mereka sudah tiba kembali di  kubikal. Tapi secara mental. Mereka belum siap memulai kerja kembali.
Biasanya kan memang begitu.
Kalau  kita terlalu lama meninggalkan kantor. Kita jadi malas sekali ketika  hari pertama kembali ke kantor. Seperti mesin mobil yang terlalu lama  diparkir. Butuh waktu yang lama untuk memanaskannya kembali. 
Walhasil. Mereka pada nyangkut di pantry.
Seperti mengerti keadaan itu. Natin juga belum menuliskan apapun di whiteboard pagi itu. Mungkin dia paham kalau semua orang masih pada belum ‘in’ lagi.
Dari  dalam diri, mereka masih males-malesan. Dari luar, nggak ada yang  ngingetin. Lengkap sudah deh. Hari itu menjadi hari males sedunia. Apa  lagi membayangkan kerjaan yang menumpuk setelah ditinggal 2 hari outing  itu. Eerrrgghh… 
Cuma  bibir-bibir seksi mereka aja yang masih bersemangat untuk bercerita  tentang ini dan itu. Cerita-cerita yang tak akan pernah habis-habisnya  dibahas. Soal pasir. Pantai. Ikan-ikan yang manja ketika diving.  Pernak-pernik yang mereka temukan. Semuanya. 
Sudah hampir jam sembilan.
Mereka masih belum mengerjakan apapun. Memang. Sebagian sudah ada yang kembali ke kubikal masing-masing. Tetapi. Dengan langkah gontai. Dan gerakan lamban seperti orang-orang  kelaparan.
“Mohon  perhatian,” suara resepsionis terdengar di speaker yang menempel di  langit-langit seluruh penjuru ruangan. Semua orang di kubikal memasang telinganya tajam-tajam.
“Dengan ini diumumkan bahwa tahun depan,” lanjutnya. “Outing dan Training ditiadakan.”
Telinga  orang-orang tersengat oleh kata ‘ditiadakan’ yang diucapkan oleh  resepsionis itu. Sekarang mereka bersiap-siap untuk mendengarkan  penjelasan berikutnya. Mesti jelas dong. Apa alasannya.
“Demikan pengumuman ini untuk diperhatikan. Terimakasih.” Setelah itu. Tak ada suara apapun yang mengikutinya.
“Alasannya apa?” kata yang lain.
“Nggak adil!” yang lainnya lagi menimpali.
“Kita kan butuh outing,” yang lain-lainnya lagi meneriaki.
“Training kan sangat penting!” Semua orang menumpahkan unek-uneknya masing-masing.
Nggak nyangka. Outing dan training akhir pekan kemarin itu akan menjadi yang terakhir kalinya dalam karir mereka. Menyebalkan.
Ketika  mereka sedang pada ribut itu. Tiba-tiba ada bunyi ‘kling’ dari gadget  mereka. Karena berbunyi secara bersamaan, maka suaranya terdengar jadi  nyaring. Seperti zombie saja. Alam bawah sadar orang-orang kubikal sudah terprogram untuk langsung menyambar gadgetnya masing-masing. Lalu membukanya secara bersamaan.
Ada  sebuah pesan masuk. Dari ‘unknown’. Pengirimnya nggak dikenal. Pasti  nggak penting. Setidaknya. Nggak perlu dilihat sekarang. Tapi. Karena  semua orang sedang pada kesal. Maka sambil menggerutu mereka memencet  tombol ‘read’ atau ‘view’ juga.
Pada saat  bersamaan itu pula. Di layar gadget mereka muncul sebuah pesan. Yang  diawali dengan sebuah kalimat yang mereka kenal betul: “Menu hari ini.”
Maka dalam waktu sepersekian detik otak mereka langsung nyambung dengan Natin. Pantesan dia nggak nulis apapun di whiteboard. Rupanya. Kali ini pesannya dikirim lewat texting.
Soal  pembatalan outing dan training itu sudah tidak lagi menjadi fokus  pikiran mereka. Setidaknya untuk sementara. Sekarang mereka berfokus  kepada menu hari ini yang disampaikan oleh Natin. Dilayar monitor itu. Mereka membaca menu hari ini yang Natin kirim berbunyi begini:
KEBANYAKAN OUTING & TRAINING 
HANYA MEMBERIKAN DAMPAK SESAAT SAJA
Serta  merta saja pikiran mereka kembali tersambung dengan isi pengumuman yang  dibacakan oleh resepsionis tadi pagi. Sekarang mereka mulai menemukan  kaitannya. Mengapa managemen memutuskan untuk menghentikan semua  aktivitas outing dan training tahun depan. Karena seperti kata Natin. Kebanyakan Outing dan Training hanya memberikan dampak sesaat saja.
Tiba-tiba  saja. Hasrat untuk protes kepada managemen langsung padam. Nggak perlu  diperdebatkan lagi. Perilaku mereka sepanjang pagi ini menunjukkan jika  apa yang dikatakan oleh Natin  itu benar. Hanya dalam waktu 2 hari. Semangat. Motivasi. Antusiasme.  Tekad. Semua yang didapat dalam outing dan training itu. Pudar begitu  saja.
Bukannya  tambah semangat. Setelah outing semua orang malah menjadi malas memulai  pekerjaan. Masih capek, katanya. Yang nggak kecapean. Sibuk dengan warna  kulitnya yang menjadi hitam legam. 
Apa ya. Yang bisa dibawa pulang dari kelas training yang diisi oleh trainer mahal itu? Setelah kembali ke kubikal. Perilaku kerja mereka sama saja dengan sebelum mengikuti training itu. Nggak ada dampaknya sama sekali.
Apakah salah. Jika managemen memutuskan untuk menghentikan outing dan training tahun depan? 
Semua  orang hanya bisa terdiam. Pupus sudah harapan mereka untuk mendapatkan  kegiatan serupa itu lagi. Padahal. Itu bisa menjadikan sarana refreshing  yang menyenangkan. Tapi. Jika managemen sudah memutuskan. Siapa yang  bisa melawan.
“Tunggu dulu,” kata Fiancy.
Semua orang menatap kearahnya. Dalam wajah yang gundah. Tentu saja.
Orang-orang pada bengong. Nggak benar-benar menangkap apa maksudnya.
“Berarti nggak semua outing dan training dampaknya sesaat,” Aiti yang mulai memahami maksud Fiancy langsung menyahut.
“Betul!” balas Fiancy.
“Jadi, keputusan menghentikan outing dan training itu nggak tepat dong…” Jeanice nggak mau ketinggalan.
“Cerdas  elo Fi…,” ceplos Opri. Dia kalau memuji. Beneran. Nggak sekedar  basa-basi. “Kita mesti kasih masukan kepada managemen.” Lanjutnya.  “Jangan sampai mereka mengambil kebutusan yang keliru. Sampai merugikan  karyawan dan perusahaan.”
“Bener banget!” Sekris menimpali. “Kalau nggak ada training, gimana kita mau berkembang?” terusnya.
“Kalau karyawan nggak berkembang,” Aiti menyambung. “Gimana perusahaan mau terus maju?” 
“HYYYES!” kepalan tangan Opri mengacung. 
“Hiyes  sih, hiyes, Pri.” Nada suara Fiancy menyiratkan keraguan. “Tapi kalau  kelakuan kita seperti hari ini… ya susah juga kita mau ngomong ke  managemen.”
Mendengar ucapan Fiancy. Semua orang dikubikal  langsung pada terdiam. Bener apa yang dikatakannya. Bukannya tambah  semangat. Pagi ini semua orang malah males-malesan. Banyak banget alesan  untuk menunda pekerjaan.
Udah deh. Malu nyebutinnya satu per satu.
Bener kata Natin.  Kebanyakan outing cuman bisa memberi dampak sesaat. Sewaktu sedang  outing. Kita kompak banget sama teman. Saling menolong. Saling  menyokong. Tapi waktu balik ke kantor. Perilaku kita kembali seperti  semula. Cuek bebek. Seneng liat teman susah. Sikut sana lagi. Sodok sono  meneh. Elo, elo. Gue, gue. Seperti biasenye.
Bener kata Natin.  Kebanyakan training nggak memberikan efek jangka panjang. Di kelas  training kita mangut-mangut. Semangat menggelora. Tekad membara.  Trainernya ngomong yang sedih. Kitanya sampai berurai air mata. Setelah  keluar dari kelas training? Eh. Kita kembali seperti sedia kala. Seolah  nggak pernah mengikuti kelas training itu.
Lantas.  Apa bedanya kita. Dengan mereka yang tidak mengikuti acara-acara serupa  itu? Bener dong logika managemen. No more outing. Nggak ada lagi  training. Kalau kelakuan kita nggak ada bedanya.
“Ya udah,” suara Opri memecah kebekuan. “Kalau gitu. Kita fokus aja kepada kata-kata Natin yang tadi dibilangin sama Fiancy,” lanjutnya.
“S-sory  Pri. Yang mana ya….?” Wajah Sekris meringis. Antara nggak ngerti, dan  takut diketawain yang lain. Untungnya semua orang terlalu sibuk dengan  pikirannya masing-masing. Jadi pada nggak sempat menangkap sinyal  tulalit.
“Kata ‘kebanyakan’ itu,” jelas Opri. “Berarti ada outing dan training yang nggak begitu, iya kan?” suaranya penuh dengan energy.  
Memang. Tidak semua outing dan training seburuk itu. 
“Tugas kita. Adalah untuk menemukan training seperti itu.” Tambahnya. 
“Emangnya, trainer kemarin itu jelek Pri…?” sergah Aiti. Kata-katanya membuat Opri surut ke belakang.
Semua  orang sepakat jika trainer yang kemarin malah lebih baik dan lebih  mengesankan dari yang diundang tahun-tahun sebelumnya. Acara outingnya  juga seru banget. Lebih dari itu. Di outing tahun ini ada tambahan yang  nggak pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Tambahan yang secara khusus dilakukan oleh Natin.  Lewat pesan-pesan jarak jauh yang dikirimkannya. Di outing tahun ini.  Mereka mendapatkan lebih banyak hikmah daripada sebelumnya. Khususnya  hikmah yang tak henti-hentinya ditebarkan olah Natin.
Sewaktu berangkat dengan naik pesawat. Natin  mengirim pesan tentang betapa beruntungnya orang-orang yang berada di  ketinggian derajat pribadinya. Terbukti jika di posisi yang lebih tinggi  itu bahkan awan dan badai pun tidak bisa menjangkau kedamaian dalam  diri kita.
Sewaktu bermain di pinggir pantai. Natin  mengajarkan tentang betapa beruntungnya orang-orang yang memiliki hati  seluas samudera. Mereka akan terbebas dari kekeruhan hidup. Merdeka dari  dendam. Bersih dari dengki dan iri hati.
Saat menyelam di sesi diving. Natin  mengajak mereka untuk menemukan bahwa potensi diri mereka itu  sedemikian dalam dan beragamnya. Kitanya saja yang sering ketakutan  untuk menjelajahi dan mengeksplorasi hingga menjadi sesuatu yang  produktif.
Jadi. Apa  yang menyebabkan outing dan training itu tidak berguna sama sekali?  Ternyata bukan trainer atau materinya yang menjadi penyebab utama. Toh  kehadiran pesan-pesan moral Natin telah lebih dari cukup untuk menutupi bolong-bolong bobot materinya. Kalaupun trainernya biasa-biasa aja. Pelajaran dari Natin sudah bisa mengkompensasinya. 
Jadi. Apa  sebenarnya yang menyebabkan outing dan training itu tidak berguna?  Ternyata. Kitanya. Yang sering mengira bahwa. Semua yang kita dapatkan  itu tidak ada sangkut pautnya dengan keseharian kerja kita. Makanya.  Training sering nggak nyambung dengan perilaku kerja. Yang penting bisa  ketawa aja di kelas. Asal trainernya lucu aja. Yang penting. Bisa dapat  sertifikatnya saja. 
Cukup  lama mereka terpaku. Merenungkan. Betapa mereka telah salah menempatkan  kesempatan yang sudah mereka dapatkan. Mereka merenung sedemikian  dalamnya. Sehingga hampir saja mereka tidak menyadari jika seseorang  datang sambil mengendap-endap. Seolah tidak ingin ketahuan siapapun.  Jika dia datang.
Sayang. Kunci pintu tidak bisa diajak kompromi. Ketika kunci diputar. Dia mengeluarkan bunyi ‘Cekrek!’.
Bunyi  pelan itu menjadi terasa nyaring ketika semua orang berada di tengah  keheningan. Membuat semua mata berpaling kearah datangnya suara.
“Baru datang, Pak…?” Ceplos Opri seperti biasanya.
Pak Mergy  mematung. Lalu membalikkan badannya sambil nyengir. Terlihat sekali  jika beliau agak tengsin. Ketahuan terlambat datang nyaris satu jam.
“Eh, ihiyya…..” katanya. “Engh…, anu… saya ketiduran…” lanjutnya. Semua mata memandang tajam kepada beliau.
“M-maklum. Masih capek baru pulang outing…….”
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…..
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal  menyadari bahwa outing dan training adalah kesempatan emas untuk  mengembangkan diri mereka. Baik sebagai pribadi. Secara individu mereka  bisa menjadi orang yang lebih baik. Lebih terampil. Lebih profesional.  Maupun secara kolektif. Sebagai sebuah team. Mereka bisa lebih kompak  lagi. Lebih menghargai sesama. Lebih nyambung. Dan lebih berbesar hati  untuk saling menolong. Demi pencapaian bersama yang lebih baik. Outing.  Dan training. Bisa sangat besar dampaknya. Jika kita. Bersedia membawa  dan mempraktekkan ilmu yang didapatkan didalamnya. Ke tempat kerja.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman – 24 April 2012Catatan Kaki:
Tak  ada trainer yang bisa membantu Anda menjadi pribadi yang lebih baik,  tanpa kesediaan diri Anda sendiri untuk melakukan perbaikan itu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar