Ternyata banyak  banget loh yang bisa kita pelajari dari teman-teman sendiri. Sepertinya  ilmu itu nggak ada habis-habisnya. Apalagi yang berhubungan langsung  dengan pekerjaan. Kerasa banget kalau kita hanya menguasainya sedikit  saja. Padahal, katanya kepengen sukses karirnya. Tapi kemampuan kerja  kita cemen banget. Cemen karena cuman bisa mengerjakan bagian kita aja.  Sementara soal pekerjaan teman di departemen lain kita gelap banget.
Emang sih  paling enak kalau cuman mikirin kerjaan sendiri. Kalau kerjaan udah  selesai ya udah aja. Damai sentosa gitu. Kalau perlu langsung cabut deh  dari kantor. Lho, kan kerjaan sudah selesai. Mau apa lagi. Kalau boss  sampai negur kita juga tenang aja lagi. ‘Semua pekerjaan sudah selesai  boss, silakan periksa kalau nggak percaya…’ tantang gitu aja sekalian.  Pasti semuanya beres.
Lha, terus  boss mau ngapain lagi? Kalau semuanya sudah kelar, nggak mungkin kan  dia menghukum? Ya, kecuali kalau boss yang senewen. Kan ada aja tuch  boss yang kayak gitu. Seperti YKW-lah. Tapi nggak fair juga sih kalau  nyorotin YKW aja. Soalnya kan bisa jadi boss yang kayak YKW itu ada  nggak cuman di perusahaan ini aja. Buktinya kalau lagi pada ngumpul  dengan teman-teman lama, mereka selalu bilang hal-hal buruk soal  bossnya. Kalau dipikir-pikir, ya mirip YKW juga. You Know Who.
Nah kalau  pas beliau ada di kantor, mau tidak mau kita juga mesti pinter bawain  dirilah sedikit. Pura-pura aja ada disana. Pura-pura ngerjain apaaaa  gitu. Dan pura-pura pak pik pek. Kalau nggak, maka akan ada 2  kemungkinan. Kalau anak buanya sendiri, dimarahin. Kalau anah buah orang  lain dilaporin ke atasannya. Emang sih, boss lain juga udah tahu kok  gayanya yang sok sempurna itu. Makanya kita sering EGP aja. Tapi kan  kita temenan sama anak buahnya. Mesti solider dong, ya kan? Pokoknya  ribet deh.
Sekarang  keadaannya beda banget. Setelah menjalankan saran Natin untuk saling  mengajari dengan teman, cara orang-orang kubikal mengisi waktu luang itu  benar-benar berbeda 180 derajat. Pikiran mereka sudah terbuka. Alias  nyadar kalau waktu yang kita miliki itu terlalu berharga untuk dilewati  dengan sekedar nongkrong. Atau terbuang percuma hanya gara-gara  pekerjaan sudah diselesaikan. 
Sekarang,  mereka tahu kalau waktu yang masih tersisa itu bisa menjadi aset  berharha yang sangat tinggi nilainya. Dan nggak perlu lagi pura-pura  ngerjain sesuatu saat ada waktu luang. Karena waktu itu sangat berharga  untuk mempelajari sesuatu yang baru.
Setelah  mengikuti kelas dari Fiancy, mereka menjadi lebih paham tentang cara  berpikir orang finance. Bagaimana mereka bekerja. Dan apa saja hal-hal  terpenting dalam melaksanakan tugasnya. Memang sih, nggak semua yang  diajarkan Fiancy itu bisa dipahami 100%. Tapi, hal-hal prinsipilnya  sudah mereka pahami. Bahkan ada beberapa hal praktis yang mereka bisa  kerjakan. Misalnya, kalau dikasih tugas kecil-kecil soal urusan finance  pede juga kok ngerjainnya. Ternyata nggak sulit-sulit amat. 
Sewaktu  Aiti sharing soal tugas dan pekerjaannya juga begitu. Orang-orang di  kubikal jadi tahu kenapa komputer jadi sering ngehang. Malahan, dari  Aiti itu mereka jadi paham kalau ternyata aktivitas komputer kita bisa  dimonitor tanpa disadari. Singkatnya, semua yang ada di layar komputer  itu bisa dilihat oleh ‘seseorang’ dari jarak jauh sehingga mereka tahu  persis apa yang sedang dilakukan oleh seorang karyawan dengan  komputernya. Pokoknya, kita bisa lebih waspada dari sebelumnya deh.
Tapi itu  juga nggak berarti kalau semuanya berjalan mulus. Surga kali ya kalau  semuanya oke-oke aja. Kalau di kubikal sih sama saja seperti di tempat  lainnya. Semangat kerja kadang naik, kadang juga turun. Emosi kita juga  sama. Nggak selamanya datar aja. Ketika baru menjalankan suatu ide, kita  semangat banget. Tapi kalau sudah berjalan beberapa waktu, biasanya sih  sudah mulai kendor lagi tuh. Bukan sekerdar kendor. Bahkan bisa aja  dipertanyakan; buat apa kita melakukan itu.
“Iya ya.  Sebenernya kita melakukan semuanya ini buat apa sih!?” Cetus Opri. Nggak  terlalu jelas apakah dia itu mengajukan pertanyaan atau pernyataan.  Tapi nada bicaranya terdengar seperti sebuah gugatan.
“Maksud eloh?” Seperti halnya teman-teman lain, Sekris nggak benar-benar paham apa maksudnya.
“Ya kita ngapain ngelakuin yang begini-begini. Toh gue juga nggak bakal disuruh ngerjain pekerjaan orang lain.” Balas Opri.
Wajar.  Jika manusia mempertanyakan sesuatu ketika tengah dilanda kebosanan.  Jangankan urusan sepele seperti yang tengah Opri gugat itu. Pada urusan  penting pun kita begitu kok. Misalnya. Ketika pekerjaan sedang tidak  menyenangkan orang cenderung bertanya; ‘apa nggak ada kerjaan lain yang  bisa gue dapat?’. Kalau lagi bête sama pacar pun begitu ‘emangnya nggak  ada cowok lain yang lebih baik dari dia?’
Wajar.  Karena pertanyaan itu sangat manusiawi. Nggak usah menyesal punya  perasaan galau kayak gitu. Justru hal itu menunjukkan jika jiwa kita  sedang membutuhkan tambahan alasan untuk menjalani segala sesuatu.  Artinya, ada ruang kosong dalam jiwa kita yang butuh ‘zat pengisi’. Yang  paling penting kita mesti segera mengisi ruang kosong itu dengan  sesuatu yang positif aja. Biar nggak keburu dikuasai oleh ‘zat pengisi  yang buruk’. Bahaya.
Makanya  dalam setiap pertanyaan menggugat itu selalu ada titik kritisnya. Yaitu  suatu keadaan yang paling menentukan apakah pertanyaan itu menjadi  penguat jiwa kita dalam melakukan sesuatu. Atau sebaliknya bakal  menumbangkan semangat yang sudah ada sehingga nggak mau lagi  melakukannya. Banyak banget loh contohnya. Misalnya aja ya. Banyak orang  yang berhenti bekerja tanpa alasan yang jelas. Cuman kebawa emosi  doang.  Karena kesal dengan system. Gondok sama atasan.  Kecewa karena nggak berhasil rebutan jabatan. Keluar. Padahal belum  punya kerjaan baru dan nggak tahu mau ngapain sesudah itu. Nah itu  contoh kalau zat pengisi yang buruk keburu mengisi ruang kosong didalam  jiwanya. 
Bukan  berarti kalau zat pengisinya baik orang itu nggak bakal keluar juga sih.  Tapi, ketika dia memutuskan untuk keluar itu, pastinya dia lakukan  tidak semata-mata karena emosi yang memuncak sampai ke ubun-ubun gitu.  Melainkan dengan pertimbangan yang matang dan dewasa.
Pertanyaan  Opri bukannya dapat jawaban dari teman-temannya. Mereka malah jadi pada  bengong. Setelah itu mereka seperti tertular virus penyebab kezombian.  “Iya ya. Sebenernya kita melakukan semuanya ini buat apa sih!?” 
Harusnya  giliran Sekris yang sharing tentang pekerjaannya sebagai sekretaris.  Tapi gara-gara pertanyaan menular itu semuanya jadi nggak ngapa-ngapain  sama sekali. Mulut mereka melongo seperti sedang menyerbut huruf ‘O’  setengah hati. Mata melotot seperti lagi kesambet. Tubuh mematung  seperti sedang terserang mantra pembeku orang Eskimo.
“Nok. Nok. Nok….” Seseorang datang entah darimana asalnya. Tapi tak seorang pun yang memperdulikan kehadirannya.
“Hellllloooooo…..?” kata orang itu.
Mereka masih pada diam juga.
“WOOOOOOY, ELO PADE UDAH PADA SEDENG YA!” Akhirnya, orang itu berteriak sekeras-kerasnya.
Seperti bayi yang terserang sawan karena mendengar bunyi petir. Mereka terkejut alang kepalang. 
“VOLDY….!!!!” Opri mendampratnya dengan suara yang nggak kalah keras. “NGAPAIN SIH ELO TERIAK-TERIAK KAYAK GITU!?”
“Lha, itu elo sendiri teriak-teriak,” balas Voldy nyantai aja.
Sementara  kedua sejoli itu sibuk dengan gaya ributnya yang kayak kucing lagi kawin  itu, semua orang di kubikal cuman mesam-mesem aja. Mereka seperti  sedang menonton telenovela Korea yang pastinya ribut dulu sebelum  jadian.
“Ya udah  deh terserah elo!” tampaknya Voldy benar-benar menemukan lawan yang  seimbang. “Gue kesini juga demi kepentingan elo!” katanya.
“Maksud  elo apa?” Opri masih garang. Tapi nada suaranya menurun. Telinganya  terpengaruh oleh ‘demi kepentingan elo!’ yang barusan Voldy katakan.
“Nih, ada  surat buat elo yang nyasar ke tempat gue!” katanya, sambil mengacungkan  amplop berwarna pink. Lalu menghempaskannya diatas meja Opri.
“Woooooow…….” Tanpa disadari bunyi itu keluar dari mulut orang-orang kubikal. 
Opri  melirik tajam kepada mereka yang langsung menutup mulut dengan tangannya  masing-masing. Dia hampir kembali membalikkan badan kearah Voldy ketika  tiba-tiba saja Sekris nggak dapat menahan diri untuk mengatakan  “Toooooo twiiiiit…….”
“Eeehhh… apaan sih!” protes Opri.
“Ngaco lu!” hardik Voldy.
Sementara kedua sejoli itu mendamprat Sekris. Semua orang lainnya melihat mereka berdua sebagai pasangan yang sangat kompak.
“Jangan  mikir yang nggak-nggak ya!” kata mereka. Nyaris bersamaan banget. Ketika  selesai mengucapkan itu, Opri langsung melihat ke arah Voldy. Begitu  pula sebaliknya.
Tweweweng….  Tweng tweweweng…. Seperti ada kabel listrik yang mengalirkan setrum PLN  kedalam dada mereka. Badegup. Blep! Kayaknya jantung mereka sempat  berhenti sebentar. Lalu berfungsi lagi seperti baru saja di setrum di  ruang UGD.
Kejadiannya hanya berlangsung sepersekian detik. Tapi efeknya sepertinya bakal menempel hingga berabad-abad.
“Ehm..  em.. gue… gue pergi dulu….” Kata Voldy. Dia langsung balik badan dengan  dadanya yang ditegap-tegapin kedepan seperti biasanya. Tapi kali itu  sikap angkuhnya tidak berhasil menyembunyikan kegugupannya.
Opri nggak  terlalu memperhatikan apa yang terjadi setelah itu karena pikirannya  tiba-tiba menghilang entah kemana. Dia baru nyadar beneran ketika  teman-temannya berteriak nyaris terpekik,”Cepetan buka surat cintanya  Pri…..”
“Eh, mmmh…  apaaa-an sih lo. Dia kan udah bilang kalau ini surat buat gue yang  nyasar ke tempatnya.” Katanya. Percuma aja dia pura-pura nggak  deg-degan. Suara degup jantungnya terdengar seperti pake toa.
“Keren juga cara cowok elo itu menyatakan cinta Pri…” celetuk Mbak Aster. 
Protes  Opri sudah tidak ada artinya lagi dibandingkan kekompakan  teman-temannya. Dia gagal meyakinkan mereka kalau itu bukan surat cinta.  Terutama ketika mereka bilang; “Gimana elo tahu itu bukan surat cinta  kalau belum membukanya?” 
Sekarang  Opri menghadapi dua pilihan yang sulit. Kalau surat itu tidak dibuka  didepan teman-temannya, maka mereka pasti akan mengira kalau itu beneran  surat cinta. Tapi. Kalau dia membukanya disitu. Gimana kalau itu  beneran surat cinta dari Voldy? Bukankah memalukan sekali? 
Opri  melihat teman-temannya yang tengah mengerubungi dirinya seperti  segerombolan kucing liar yang mengelilingi seorang musafir yang sedang  makan dengan sepotong ikan. Akhirnya.. dia mengalah juga. Sambil  berusaha menguatkan hatinya untuk mengambil resiko jika surat itu  benar-benar dibuat oleh Voldy khusus untuk dirinya.
Matanya  terpejam ketika tangannya membuka amplop pink itu. Namun secepat kilat  dia menarik surat itu kedadanya ketika semua orang pada berebutan untuk  melihat isinya. “Ini surat buat gue!” katanya. Sepontan aja  teman-temannya jadi surut ke belakang.
“Bacain dong Pri… “ kata Aiti.
“Iya Pri… please…” timpal Jeanice. “Udah lama banget gue nggak denger orang yang menulis surat cinta seperti itu lagi….” Tambahnya.
“Iya Pri… please…” timpal Jeanice. “Udah lama banget gue nggak denger orang yang menulis surat cinta seperti itu lagi….” Tambahnya.
“Iya, sekarang sih kebanyakan cuman menggombal lewat BBM doang!” Kata Mrs. X dengan wajahnya yang berubah menjadi kecut.
Opri nggak  punya pilihan lain selain membacakan surat itu buat teman-temannya.  Tapi dalam hati dia sudah berniat kalau misalnya ada kata-kata khusus  yang dia nggak ingin teman-temannya tahu bakal dia lewat aja. Nggak  bakal dibacain. Nanti dibaca bagian yang ‘aman-aman’ aja….
Begitu dia  membuka surat itu. Wajahnya tiba-tiba berubah. Tidak terlalu jelas  antara suka dan sebel. Pokoknya campur aduk aja deh. Hal itu membuat  semua orang di kubikal menjadi bingung. Apa sih sebenarnya yang  ditulis Voldy di surat itu? 
“Bacain dong, Pri…” Jeanice tidak sabar lagi menanti.
“Nih, baca  aja sendiri…” kata Opri sembari menghempaskan surat itu ke atas meja.  Untuk sesaat teman-temannya hanya bisa terpaku. Menatap surat itu dengan  ragu. Kemudan termangu. Tanpa seorang pun yang melakukan apapun.
Baru  beberapa menit kemudian Mbak Aster yang sudah senior mengulurkan  tangannya untuk melihat isi surat itu. Membacanya. Lalu mengeluarkan  bunyi ‘Oooooh’ yang membuat semua orang semakin penasaran.
Kemudian  Mbak Aster menyerahkan surat itu kepada Mrs. X. Setelah membacanya, Mrs.  X pun hanya mengeluarkan bunyi ‘Ooooh…..” yang sama. Tak lebih dari  itu.
Semua  orang makin penasaran. Sedangkan permintaannya untuk dibacakan nggak  juga direspon. Bukannya ngasih tahu isi surat itu, Mrs. X menyerahkannya  kepada Jeanice yang sedari tadi sudah bilang ‘please’ lebih dari  seratus kali.
Begitu surat itu tiba ditangan Jeanice, Aiti langsung menghardiknya;”Kalau bilang ‘Ooooh…’ juga awwas lu ya Jean!” katanya. 
Jeanice  langsung gugup lalu berjanji membacakannya untuk semua orang. Ternyata  surat yang katanya untuk Opri namun nyasar ke tempatnya Voldy itu isinya  begini:
BAYANGKAN KALAU NANTI JADI ATASAN
ANDA TIDAK TAHU APA PEKERJAAN ANAK BUAH ANDA
Ternyata  dugaan mereka keliru. Amplop pink itu bukan surat cinta Voldy untuk  Opri. Tapi pesan dari Natin untuk semua orang. Sebenarnya ada banyak  pertanyaan di benak mereka. Bagaimana surat itu bisa ada di tempat  Voldy. Dan bagaimana ceritanya kok Voldy bisa begitu yakin kalau surat  itu buat Opri? Aneh. Tapi pikiran aneh itu langsung tertutupi oleh  kesadaran mereka atas apa yang barusan diingatkan oleh Natin.
Secara  semua orang di kubikal itu masih berharap untuk bisa membangun karirnya  lebih baik lagi di kemudian hari. Nggak hanya yang masih muda-muda  seperti Opri, Aiti, Fiancy, Sekris maupun Jeanice. Mbak Aster dan Mrs. X  juga masih berharap kalau mereka bisa mendapatkan perbaikan karirnya.  Tapi, saat nyadar kalau selama ini mereka hanya terpaku kepada  pekerjaannya saja dan tidak peduli dengan pekerjaan orang lain, mereka  melihat ketidakcocokan antara cita-cita dan kelakuan.
“Makanya  elo pade kalau kerja jangan cuman menyelesaikan pekerjaan elo sendiri  aja,” kata Opri. “Kalau kerjaan elo udah selesai, gunakan waktu buat  memahami pekerjaan yang lain,” tambahnya.
Semua  orang nyengir. Perasaan tadi dia sendiri yang menggungat. Kenapa sekali  jadi berbalik begitu? Tapi mereka mengamininya saja. Karena mereka  maklum dengan kegalauan yang melanda sahabatnya.
“Biar elo pade bisa memenuhi kualifikasi untuk menjadi atasan yang bagus kelak…” kata Opri lagi.
“Selain itu,” lanjutnya. “Jangan pernah godain gue sama Voldy lagi. Gue nggak mau denger lagi…” kata Opri. 
Teman-temannya  mengangguk meskipun dalam hati mereka tidak yakin kalau hal itu akan  ditepatinya. Meskipun berusaha untuk memalingkan wajahnya, tapi semua  orang tahu kalau Opri benar-benar galau. 
“Ada apa ini? Kalian kok pada menggerombol disini?” Pak Mergy sekonyong-konyong datang dengan gayanya yang elegan campur lebay.
“Oh.. mhhm. Nggak ada apa-apa kok Pak, eh…” Sekris menjawabnya dengan gugup sambil memberi isyarat kepada teman-temannya.
Nggak  perlu dikasih kode dua kali, mereka langsung merapat untuk melindungi  Opri biar Pak Mergy nggak bisa melihat wajahnya yang seperti es campur.
“Ah, kalian menyembunyikan seusatu ya…” kata Pak Mergy. “Minggir, saya mau lihat…” lanjutnya.
Percuma  saja mereka mencegahnya karena beliau sudah melesak ketengah kerumunan  hingga berhasil berhadapan langsung dengan Opri yang sedang bête. 
Disaat  semua orang menahan nafas was-was, Pak Mergy nyeplos seenaknya; “Oooh,  kamu toh Pri…. Tenang saja,” katanya. “Voldy memang begitu kok, tapi dia  baik loh orangnya…”
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas….... orang ini benar-benar sotoy…
Tiba-tiba  saja semua orang di kubikal menyadari bahwa tak seorang pun yang bekerja  dengan tujuan hanya untuk mendapatkan pekerjaan alakadarnya. Semuanya  pastinya mengharapkan untuk mendapatkan yang lebih baik lagi.  Gampangnya, pengen dapat kesempatan yang lebih baik daripada apa yang  selama ini mereka dapatkan. Mereka sadar jika mesti belajar banyak. 
Yang lebih  baik dalam pekerjaan itu tentunya bukan melulu soal promosi. Bisa jadi  juga kesempatan untuk bekerja di bidang lain yang lebih nyaman, atau  lebih disukainya. Atau di tempat yang lebih dekat dengan rumah. Dengan  memiliki banyak keterampilan, maka kesempatan pun bisa semakin luas  lagi. Dan kalau semuanya sedang pas banget, mungkin berkesempatan juga  untuk menempati posisi yang lebih tinggi. Mungkin. Kalau itu benar  terwujud, maka pantesnya sih seseorang memiliki kemampuan yang memadai  untuk memahami semua jenis pekerjaan yang menjadi tanggungjawab berbagai  macam bagian yang dipimpinnya kelak. Semoga saja, kan.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
  Catatan Kaki:
Orang  yang rugi itu bukan mereka yang terus sibuk meningkatkan kapasitas  diri. Melainkan mereka yang menghamburkan waktu untuk hal-hal yang  sekedar memenuhi kesenangannya aja.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
DEKA - Dadang Kadarusman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar