Pindah ke kubikal yang baru.
Mestinya  hal itu bisa menjadi momen untuk berubah menjadi pribadi baru. Tapi  susah juga sih kalau hati sudah keras seperti batu. Semua hal baik yang  dilakukan oleh managemen bisa diterjemahkan sebagai tindakan buruk.
Padahal,  dalam acara peresmian kubikal baru itu pun Pak Presiden Direktur sudah  menyampaikan pesannya dengan jelas. Di acara tumpengan itu beliau  mengharapkan agar semua orang yang pindah ke kubikal baru itu bisa  memiliki semangat baru dalam bekerja. Sehingga dengan semua peralatan  yang serba baru itu, mereka diharapkan bisa menunjukkan prestasi kerja  yang lebih baik.
Emang  begitu ya. Kalau hati kita sudah dipenuhi oleh prasangka. Kebaikan  apapun yang dilakukan oleh orang lain untuk kita. Selalu saja direspon  secara negatif. Alih-alih senang diberi fasilitas baru. Eh. Mereka malah  menyumpah-nyumpah. Merasa kalau mereka itu diusir dari tempat kerja  yang selama ini sudah menjadi zona nyamannya.
Didepan  Pak Presiden Direktur sih mereka manggut-manggut. Menunjukkan kalau  mereka itu merasa terhormat sudah mendapatkan kesempatan baik di tempat  yang baru. Bertepuk tangan paling heboh ketika pita yang melintang di  pintu gerbang itu digunting. Makan paling banyak ketika nasi tumpeng  sudah boleh diserbu. Tampil paling heboh ketika dipersilakan mencoba  fasilitas-fasilitas baru.
Kelihatannya  aja mereka antusias dengan perubahan itu. Padahal. Setelah Pak Presiden  Direktur dan BOD lainnya pada meninggalkan tempat. Omongan mereka sudah  beda lagi. Nggak tahu deh. Apakah hati mereka yang berpenyakit. Ataukah  mereka itu justru orang-orang yang cerdik. Mungkin memang berpenyakit.  Soalnya, mereka memakai topeng supaya bisa bermuka dua. Mungkin juga  memang cerdik, sehingga mereka tahu harus memasang topeng yang mana saat  berhadapan dengan siapa.
Tapi.  Satu hal saja yang bisa disimpulkan dari keadaan itu. Orang yang hatinya  berpenyakit dikombinasikan dengan otaknya yang cerdik, bisa berubah  menjadi orang yang….licik!
Itu baru  ngomongin soal perpindahan kubikal loh. Yang jelas-jelas kondisinya  lebih baik daripada yang sebelumnya. Bukan soal berubah yang enggak  enak-enak gitu.. Mestinya orang-orang yang tetap tinggal di kubikal lama  yang protes. Mereka nggak protes tuch. Terima aja. Sekalipun sebenarnya  mereka mau juga kalau dipindah ke kubikal yang baru.
Emang  sih. Capek juga mesti mindahin barang-barang serta semua file yang  berhubungan dengan pekerjaan. Ribet banget. Tapi. Semuanya bisa ditebus  dengan suasana baru. Meja dan kursi baru. Serta perlengkapan kerja yang  serba baru lainnya. Tapi. Mereka percaya kalau semuanya sudah diputuskan  oleh management. Dan mereka terima aja. Toh itu bukan soal kenaikan  gaji atau tunjangan yang dibeda-bedakan.
Mereka  bersyukur. Managemen telah mau menyewa tambahan space kantor agar  suasana kerja menjadi lebih nyaman. Nggak uyel-uyelan seperti  sebelumnya. Kan nggak sedikit juga uang sewa yang mesti dikeluarkan.  Apalagi di pusat perkantoran keren seperti itu. Soal siapa yang tinggal  dan siapa yang pindah kan nggak terlalu penting untuk dipermasalahkan.  Lagian cuman beberapa langkah aja kok. Nggak beda lantai. Apalagi beda  gedung.
Kontras  banget kan cara orang merespon kebijakan managemen? Tindakannya sama.  Tapi responnya bisa beda-beda. Celakanya. Respon negatif itu gampang  banget mempengaruhi orang lain. Bisa-bisa. Orang yang sebelumnya  berpikir positif juga bisa terpengaruh sehingga mereka berubah jadi  negatif juga.
Sama  seperti misalnya kita memasukkan telur busuk kedalam keranjang telur  yang bagus-bagus. Bukan telur busuk itu yang berubah menjadi telur  bagus. Malah telur bagus itulah yang bisa ikut menjadi busuk.
Emang  sih. Manusia bukan telur. Yang bisa pasrah aja dengan apa yang ada di  lingkungannya. Kita punya pertimbangan akal dan perasaan. Makanya kita  bisa tahu mana baik dan mana buruk. Mana yang harus diikuti dan mana  yang mesti dihindari. Cuman. Dalam prakteknya nggak selalu semudah itu.
Saking panasnya telinga. Opri dan teman-temannya di kubikal lama pernah juga menyampaikan unek-uneknya. 
Ketegangan  sempat berlangsung cukup lama. Sehingga persetruan antara Opri dan  Voldy semakin memuncak. Dan berkepanjangan. Baru mulai mereda setelah  Natin masuk menjadi Office boy di kantor itu.
Dulu.  Hampir setiap hari terjadi keributan antara Opri dan Voldy. Kejadiannya  dimana lagi kalau nggak di pantry. Soalnya. Itulah satu-satunya tempat  yang dikunjungi oleh semua karyawan. Dari semua bagian. Dan dari semua  tingkatan.
Nggak  cuman pagi-pagi ketika orang-orang mengambil minum. Tapi juga siang hari  kalau mereka pas lagi males makan di luar. Atau sore hari ketika mereka  memakan cemilan. Malahan. Kadang-kadang juga beberapa manager ngumpul  di pantry ketika  menunggu meeting dengan boss besar dimulai. Kalau di ruang meeting, gerah katanya.
Pokoknya.  Nggak ada bedanya deh dengan kondisi pantry di semua kantor. Kecuali  ketika Opri dan Voldy pas lagi bareng-bareng masuk ke ruangan itu. Pasti  terjadi keributan kecil.
Di hari  pertama Natin masuk kerja. Terjadi persetruan mereka soal kubikal baru  itu terjadi pas seru-serunya. Kedua jagoan itu ngotot dengan pendapatnya  masing-masing. Semua orang juga bisa ngerasain kalau Voldy itu emang  cuman cari gara-gara. Sedangkan Opri terlalu mudah tersulut emosinya.  
Voldy  tidak henti-hentinya mengungkit-ungkit soal perpindahan pantry itu. Dan  dia selalu punya alasan untuk mempermasalahkan setiap kebijakan  managemen. Bagi Voldy. Apapun yang dikatakan oleh managemen selalu  dianggap tidak adil. Sedangkan Opri sudah cukup muak dengan ocehannya.
Teman-teman  Opri sudah mengingatkan kalau sebenarnya Voldy itu cuman mau cari  perhatian aja. Dia itu cowok caper. Soal itu Opri sendiri sudah setuju  dengan pendapat semua orang. Tapi, ada satu krusial lainnya yang membuat  Opri tidak sepaham dengan teman-temannya. Yaitu, ketika mereka bilang  kalau Voldy itu sengaja mencari perhatian Opri.
Jadi  sebenarnya Voldy bukan ingin mempermasalahkan kebijakan managemen. Tapi  dia sengaja menggunakannya sebagai kesempatan untuk ‘berdekatan’ dengan  Opri. Nah. Soal ini nih yang nggak bisa diterima oleh Opri. Dia ngotot  kalau persetruan itu murni soal prinsip terhadap pekerjaan.
Ada  banyak orang yang menyaksikan pertengkaran di pantry itu. Perhatian  semua orang tersedot kepada kehebohan yang ditimbulkannya. Sampai-sampai  mereka semuanya tidak menyadari kalau Natin pun memperhatikan seluruh  detail kejadiannya. Sebagai orang baru. Apa lagi posisinya yang hanya  office boy. Natin sama sekali nggak ikut campur. Hanya orang-orang itu  saja yang berusaha untuk melerai.
Usaha  mereka baru berhasil setelah beberapa orang menarik Voldy untuk  menyingkir dari pantry. Setelah beberapa teriakan dari mulut  masing-masing. Akhirnya suasana kembali hening.
“Tinggalkan gue sendiri deh…” begitu Opri menjawab ketika teman-temannya berusaha untuk menghiburnya.
“Oke deh  kalo gitu…” itulah yang dikatakan oleh teman-temannya sambil beranjak  pergi. “Tapi elo baik-baik aja kan?” kata mereka ketika kaki mereka  hendak melintasi garis pintu pantry.
Opri  mengangguk. Sekarang dia tinggal berdua dengan office boy baru itu.  Dengan malas dia melirik ke kursi plastik di pojokan yang tadi  didudukinya. Hloh…kemana office boy itu? Dia sudah tidak terlihat lagi  di tempatnya. 
“Ah,  sudahlah… gak penting.” Opri menepiskan tangannya. Dia tidak perlu  pusing memikirkan office boy itu. Dia malah seneng. Karena bisa  sendirian di ruangan itu. Lalu kembali menatap cangkir kopi yang sedari  tadi tidak disentuhnya. 
Ketika  matanya melihat cangkir itu dia melihat ada secarik kertas terselip  disana. Tulisan didepannya jelas sekali menunjukkan jika kertas itu  ditujukan kepadanya. ‘Untuk Mbak Opri….’
Opri agak  heran juga. Soalnya. Nggak pernah ada orang yang memanggilnya dengan  sebutan ‘Mbak’. Hanya satu kemungkinannya. Yaitu orang yang baru  bergabung di kantor itu. Dan hanya satu orang yang baru bergabung  dikantor itu. Yaitu. Office boy itu.
Opri membuka lipatan kertas itu. Dan dia membaca tulisan ini:
SEMANGAT BARU ITU ADANYA DIDALAM DIRI
BUKAN PADA FASILITAS BARU DAN KEBENDAAN LAINNYA
Sejak saat itu Opri tidak lagi gampang terpengaruh oleh ulah dan ocehan Voldy.
Sekarang Opri mengerti. Mengapa ada orang-orang yang dikasih apapun tetap saja merespon secara negatif. Mengapa ada orang-orang yang diperlakukan bagaimanapun juga tetap saja menganggap orang lain salah.
Seperti  kata Natin. Segala sesuatunya sangat ditentukan oleh apa yang ada  didalam diri kita sendiri. Jika kita memang baik. Semua hal yang datang  dari luar akan direspon dengan cara yang baik. Bahkan sekalipun orang  lain melakukan sesuatu yang buruk.
“Heh! Ngapain elo pake ngelamun segala?” 
Opri  benar-benar terperanjat dengan pertanyaan itu. Seperti liliput kecil  yang tiba-tiba menampakkan dirinya Fiancy ujuk-ujuk sudah berada  dihadapannya. Menempuk bahunya sampai jantungnya nyaris copot….
“Aduduhh… ajaja… dasar lu ya. Bikin gue kaget aja!” Opri menghardik habis-habisan.
“Ya  elonya tuch yang aneh. Gue udah berabad-abad nongkrong disini.” Balas  Fiancy. “Gue panggil-panggil kok nggak jawab. Ya udah gue tampol aja  pundak elo yang sterek itu…” 
Opri cuman bisa melongo. Setengah nggak percaya kalau temannya itu sudah dari tadi nongkrong disitu.
“Tumben. Elo ngelamun kayak gitu,” Aiti menghampiri.
‘Gawat.  Apakah gue sudah separah itu ya….?’ Opri bergumam dalam hatinya sendiri.  Hampir nggak percaya kalau pikirannya melayang hingga jauh ke masa lalu  seperti itu.
“Elo lagi jatuh cintrong ya non….?” Jeanice melontarkan pertanyaan nakalnya.
“Ngaco lo  ah!” Opri gondok setengah mati. Bukan karena dia merasa ditohok. Tapi  dia merasa kalau sampai saat ini pun belum ada cowok yang menurutnya  cocok buat dirinya.
“Elo sih  boleh aja bilang gitu, Pri…” Sekris menanggapi dengan santainya. “Tapi…  sejak kejadian di warung Mak Minun kemarin, kayaknya elo lebih sering  mikirin Voldy……ya nggak teman-teman……”
Semua cewek itu langsung terpekik-pekik. Antara lucu. Iseng. Dan seneng ngeliatin reaksi Opri.
“Yeee…  apa-an sih elo. Gue mikirin Voldy bukan karena gue suka sama dia tauk!”  hardiknya. Ketihatan sekali kalau dia bener-bener kesel. 
“Lho,  siapa yang bilang elo seneng sama Voldy, Pri….?” Timpal Fiancy menimpali  lagi. “Sekris kan cuman bilang kalau elo mikirin Voldy… eh, ternyata  bennner…hihi…”
Opri nggak tahan lagi dengan ocehan absurd itu. Dia mengejar cewek-cewek yang pada berhamburan menjauhinya.
Untuk  beberapa waktu keadaan dikubikal menjadi heboh. Semua orang yang sedang  duduk pun pada ikutan mengolok Opri. “Dari dulu juga elo cocok kok sama  Voldy…” katanya. Opri pun berganti arah mengejar orang yang baru ngomong  itu.
“Hampir  jadian, tapi keburu pindah ke kubikal lain….” Itu adalah kalimat yang  dikatakan oleh orang lainnya. Tepat ketika Opri hampir bisa menangkap  orang yang tadi.  Maka Opri pun berlari kesana kemari. Mengejar semua orang yang semakin semangat menggodanya.
“Anak-anak….!” Teriakan keras Pak Mergy menghentikan langkah mereka.
Tak  seorang pun yang berani menatap kearah beliau. Mereka nyadar kalau sudah  melakukan sesuatu yang nggak pantas di jam kerja. Mestinya mereka nggak  lari-larian kayak gitu. Ini kantor. Bukan sekolahan. Apalagi saat ini  sedang ada tamu penting yang sedang meeting dengan Pak Presiden  Direktur.
Mereka  hanya bisa pasrah aja. Gimana lagi. Udah terlanjur. Tak ada yang bisa  dilakukan selain berharap Pak Mergy tidak memarahi. Kecuali Opri yang  dibakar oleh kekesalan yang semakin menjadi. Karena dia tidak bisa  membalas kejahilan teman-temannya.
Suasana  hening dalam penantian keputusan yang bakal diambil oleh Pak Mergy.  Ketika semua orang bersiap-siap untuk mendengarkan kata-kata beliau  selanjutnya. Pak Mergy berjalan mendekati mereka. 
Semakin  lama. Semakin terasa langkahnya. Dan semakin mencekam keadaannya.  Membuat semua orang di kubikal menahan nafas. Menantikan apakah gerangan  fatwa yang akan disampaikan oleh Pak Mergy.
“Ada yang tahu nggak sih…” kata Pak Mergy. Gadis-gadis itu makin mengkerut. “CLBK itu artinya apa sih?”
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…... .
Tiba-tiba  saja semua orang di kubikal menyadari bahwa bukanlah fasilitas baru  yang bisa menghasilkan semangat baru. Bukan juga hal-hal lain yang  sifatnya material yang bisa menambah antusiasme seseorang dalam bekerja.  Melainkan sikap dia menghadapi situasi di tempat kerja. Apapun yang  terjadi disana. Pasti jadi kebaikan. Bagi orang-orang yang sikapnya  baik. 
Jabatan  baru. Fasilitas baru. Dan semua hal yang baru lainnya tidak mungkin  sering-sering kita dapatkan. Skema insentif baru. Atasan baru. Managemen  baru. Belum tentu sesuai dengan selera semua orang. Makanya. Bener kata  Natin. Jangan pernah membiarkan orang lain menentukan semangat didalam  dirimu. Karena mereka tidak benar-benar tahu apa yang engkau inginkan.  Natin bilang; temukanlah didalam dirimu sendiri. Karena didalam dirimu  itu. Tersimpan semua gagasan tentang apapun yang engkau dambakan dalam  hidupmu. Itulah yang akan selalu menjadi penyemangat. Di sepanjang  hidupmu.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman – 7 Juni 2012
  Catatan Kaki:
Meskipun  kita tidak selalu mendapatkan hal-hal baru. Tetapi kita bisa selalu  menumbuhkan semangat baru didalam diri kita. Karena setiap hari baru  yang kita jalani. Menyimpan harapan baru. Bagi pribadi-pribadi yang  dapat menemukan semangat baru dari dalam dirinya sendiri. Hore, Hari  Baru!
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
  Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!DEKA - Dadang Kadarusman
Rabu, 6 Juni, 2012 22:36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar