Pada  awalnya terasa janggal juga. Nggak tahu saja harus mulai dari mana.  Ternyata, nggak gampang loh untuk memahami pekerjaan orang lain.  Meskipun kelihatannya sepele sekali. Tapi rupanya pekerjaan orang lain  tidak segampang yang kita kira. Meskipun secara teknis bisa  mengerjakannya, tapi secara mental belum tentu siap melakukannya.  Pekerjaan data entry misalnya. Sepele banget kan? Tapi waktu mencobanya,  baru tahu kalau pekerjaan itu membutuhkan kombinasi antara jari jemari,  kejelian mata, dan konsentrasi yang tinggi.
Bukan  hanya orang yang belajar tentang pekerjaan orang lain yang merasakan  betapa tidak mudahnya itu. Orang yang mengajarinya tidak kalah kikuk  juga. Secara selama ini mereka hanya melakukannya. Tapi nggak pernah  mengajarkannya kepada orang lain. Gara-gara gagasan itu, mereka jadi  mesti menunjukkan kepada orang lain bagaimana cara melakukan  pekerjaannya. Kita bisa saja pintar mengerjakan tugas-tugas kita. Namun  belum tentu sanggup untuk menjadi guru atau mentor yang baik bagi orang  lain.
Semua  orang di kubikal terkesan dengan kemauan satpam itu. Meskipun  pekerjaannya sebagai satpam, tapi dia mempunyai pikiran yang besar untuk  meningkatkan kualitas hidupnya dimasa mendatang. Makanya dia semangat  sekali untuk mempelajari hal lain selain soal kesatpaman. Dia sadar  kalau kelak usianya sudah tidak mungkin kuat lagi untuk begadang  semalaman karena harus bertugas di shift malam. Dengan belajar menjadi  office boy, dia mempunyai peluang lain untuk tetap bisa bekerja tanpa  terlalu terpengaruh oleh usinya.
Lagi pula,  pekerjaannya sebagai satpam itu kan sifatnya outsourcing. Jadi,  kondisinya tidak bisa menjamin kalau dia selamanya akan terus bekerja  disitu. Dengan belajar tentang tugas dan pekerjaan office boy, katanya,  dia bisa mempunyai keterampilan lain untuk menjaga berbagai kemungkinan.
Setelah  satpam itu menceritakan soal pertemuannya dengan Natin dia pun pamit.  Sementara semua orang di kubikal sepakat untuk mengikuti tindakan yang  diambil oleh satpam itu. Mereka sepakat untuk mengisi waktu luang yang  mereka miliki dengan belajar tentang pekerjaan orang lain. Tapi,  bagaimana memulainya? 
Setelah  berdebat ini itu, akhirnya mereka sepakat untuk melakukan pooling.  Setiap orang menulis di kertas kosong secara rahasia mengenai bidang apa  yang terlebih dahulu ingin mereka pelajari. Ternyata, bidang finance  mendapatkan pemilih yang paling banyak. Walhasil, Fiancy harus bersedia  untuk menjadi guru pertama kalinya.  
Boleh  dibilang, di kubikal sekarang sedang terjadi proses pertukaran ilmu.  Meskipun prosesnya belum benar-benar lancar tapi sudah menunjukkan  tanda-tanda yang menggembirakan. Seru juga loh. Ada saja yang bisa bikin  mereka tertawa tergelak. Misalnya yang terjadi ketika Fiancy mengajari  teman-temannya tentang pembukuan. Ada yang nggak ngerti-ngerti dikasih  tahu soal istilah-istilah akunting. Sudah dibilangin bolak-balik, eh  tetep aja nggak nyangkut di otak. Ada yang bingung soal menempatkan  jumlah tagihan dari vendor. Ini dimasukkan ke kolom kiri atau kanan. Ada  yang benar-benar bolot, sehingga laporan keuangan nggak pernah bisa  balance.  
“Misalnya,  perusahaan membeli satu set komputer seharga 5 juta secara tunai,”  begitu kata Fiancy. “Itu masuk ke Aset atau Liability, siapa yang bisa  jawab?” tantangnya.
Orang-orang  pada mengerutkan dahi. Termasuk yang nggak mau pusing dengan urusan  hitung-hitungan dan angka-angka. Soalnya kalau nggak ikut mengerutkan  dari bakal ketahuan kalau dia nggak serius belajarnya. Lumayanlah.  Setidaknya mereka bisa mengerti apa yang dikerjakan oleh orang-orang  finance.
Ada berbagai jawaban yang keluar dari mulut mereka. Keadaan jadi seru banget ketika  Fiancy,  sang trainer ahli keuangan itu, mengatakan ‘salah!’. Semua orang  langsung tertawa kegirangan. Lebih seru lagi ketika Fiancy bilang ‘Yes,  Benar!!!’. Orang yang tadi menjawab langsung teriak ‘hore’ sambil  bergaya narcis banget. 
Yang  paling seru adalah ketika orang-orang dengan jawaban yang berbeda itu  ditanya alasan mengapa menjawab demikian. Setiap kali muncul jawaban  yang berbeda menimbulkan perbedaan pandangan sehingga tanpa disadari  mereka terlibat dalam diskusi yang serius banget tapi dalam suasana yang  asyik. 
Belum  tentu loh kegiatan seseru ini bisa didapatkan dalam training finance for  non finance di luaran. Soalnya kan ini dilakukan tanpa beban. Nggak  pake target yang muluk-muluk. Nggak pake biaya macam-macam. Pokoknya,  spirit yang dipakai kan cuman satu; belajar dari teman sendiri di waktu  luang. Lagian, kalaupun melakukan kesalahan kita nggak malu. Kan yang  tahu teman-teman kita juga. Nggak perlu takut juga. Soalnya semuanya kan  hanya dummy. Tapi jangan salah loh. Acara ini aplikatif sekali soalnya  yang diajarin sama Fiancy adalah semua hal yang membumi. Nggak  ngawang-ngawang dengan teori-teori yang tinggi-tinggi.
Sekarang  mereka tahu, ternyata belajar dan saling mengajari dengan teman itu bisa  sangat menyenangkan sekali. Fun banget deh pokoknya. Nggak stress  seperti ketika sedang mengikuti training di luar yang diwajibkan oleh  perusahaan. Selain hal itu merupakan kewajiban, trainernya juga belum  tentu memahami perasaan mereka. Belum lagi trainer yang ilmunya sudah  menyentuh langit. Teori-teorinya jadi terlalu rumit. Jadinya nggak jelas  lagi apakah trainer itu sedang mengajar, ataukah sedang menunjukkan  jika dia itu orang pinter. Disini, kita semuanya pekerja. Makanya,  materi belajarnya pun terkait langsung dengan pekerjaan. 
Bukannya  menganggap teori itu nggak penting. Pastinya penting dong. Tapi apa sih  gunanya teori kalau nggak nyambung dengan kenyataan dalam pekerjaan  sehari-hari. Waktu Fiancy ikutan trainingnya yang resmi pun begitu.  Pulang dari training dia mendapatkan setumpuk makalah yang di bundle  menjadi modul yang tebalnya minta ampun. Boro-boro sanggup membacanya  setelah training. Pada saat training pun cuman dibahas sekilas aja kok.  Makanya pulang dari training berhari-hari itu cuman bisa membawa pulang  ilmu sedikit aja.
Jadi  penyedia training publik itu jelek? Oh. Nggak sama sekali. Mereka bagus  kok. Hanya saja, semua materi yang mereka buat itu bersifat umum. Jadi,  wajar aja kalau nggak bisa menyentuh kasus-kasus aktual yang secara  nyata dihadapi oleh Fiancy. Tapi, dari pengalaman itu Fiancy mendapatkan  pelajaran penting, yaitu; mengajari teman-temannya soal hal-hal yang  praktis aja.
“Selamat siang Mbak, mohon ijin untuk bicara,” Satpam itu datang lagi. Tapi kali ini tidak membawa minuman seperti kemarin.    
“Ada apa Mas?” Opri langsung memandang kearahnya.
“Siap, saya disuruh Natin untuk menyampaikan pesan,” katanya. 
“Ya sudah, simpan aja pesannya di meja itu dulu…” balas Opri.  
“Siap Mbak, mohon maaf pesan dari Natin hanya bisa disampaikan secara lisan.” Jawab satpam itu.  
“Ya udah,  kalau gitu ceritakan apa pesan Natin,” Kata Fiancy sambil memberi  isyarat kepada Opri dan teman-temannya supaya memberinya kesempatan  untuk bicara.
Satpam itu lalu mengatakan kalau Natin menitipkan pesan ini. Katanya:
AJARKANLAH KEPADA ORANG LAIN
MAKA KETERAMPILANMU AKAN SEMAKIN TERASAH
Hal itu  benar-benar dirasakan oleh Fiancy. Minimal, melalui persiapan yang  dilakukannya sebelum mengambil peran sebagai pengajar bagi  teman-temannya. Meskipun semua pekerjaannya menyangkut akunting sudah  bisa dikerjakannya, tapi dia tetap belajar lagi untuk memastikan kalau  acaranya bisa berhasil baik. Jangan sampai ada pertanyaan yang tidak  bisa dijawabnya. Sehingga dia menyiapkan dirinya semaksimal mungkin.  Fiancy berusaha kembali mengingat beberapa istilah yang selama ini sudah  dia lupakan.
Hari ini  Natin mengajari mereka dua hal yang penting. Yaitu menjadi seorang  pembelajar. Dan menjadi seorang pengajar. Menurut Natin, belajar dan  mengajar itu adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Hal itu  menjadi tambahan pemahaman baru bagi orang-orang di kubikal.
Selama  ini, mereka sudah mengenal prinsip learning by doing. Belajar dengan  cara melakukannya. Pernah ada trainer eksternal yang diundang oleh  perusahaan untuk menjelaskan prinsip learning by doing itu. Ternyata  memang sangat ampuh sekali. Dengan mengerjakannya, mereka belajar secara  lebih efektif. Sayangnya, prinsip itu punya efek samping yang berat.  Misalnya, atasan yang selalu mengatakan “kerjakan dulu deh, nanti kamu  akan tahu dimana salahnya…” 
Ya susah  dong kalau begitu. Segala sesuatunya kan mesti pake ilmu. Kalau nggak  diajari dasar-dasarnya sudah pasti banyak salahnya. Trial and error  emang bagus, tapi kalau trialnya kelamaan dan errornya kebanyakan kan  sangat merugikan semua pihak juga. Repotnya, seringkali prinsip learning  by doing itu disalahgunakan sama atasan yang malas mengajari anak  buahnya. Mereka menuntut anak buahnya belajar sendiri, karena merasa  repot kalau harus mengajari. Pekerjaan atasan kan banyak sekali! 
Di kantor,  banyak atasan yang berperilaku seperti itu. Nggak mau susah mengajari  bawahannya. Tapi nggak mau terima kalau mereka melakukan kesalahan. Bagi  mereka, bawahan itu harus langsung bisa melakukan apa yang mereka  inginkan. Makanya, mereka lebih suka menerima bawahan yang sudah  berpengalaman. Padahal, nyatanya pengalaman tidak selalu berkorelasi  dengan kemampuan kerja yang mumpuni.
Tapi nggak  fair juga sih kalau menunjuk hidung para atasan itu. Soalnya. Banyak  juga atasan yang dipromosi, terus langsung bertugas untuk memimpin  orang-orang di team kerjanya. Padahal, mereka belum pernah mendapatkan  training kepemimpinan.  Jadi, mereka juga  meraba-raba soal apa yang mesti dilakukannya sebagai seorang pemimpin.  Mestinya kan mereka dikasih ilmu untuk memimpin. Supaya proses adaptasi  dari staff menjadi pemimpin itu bisa berjalan lebih smooth… dan  terhindar dari kegagalan yang nggak perlu. Soalnya kalau sedari awal  menjadi pemimpin mereka sudah ngawur, bakal sulit untuk memperbaikinya.  Jadinya semua serba ruwet deh.
Namun hari  ini, Natin telah membuka pemahaman baru kepada mereka. Natin bukan lagi  mengajarkan learning by doing. Melainkan Learning by teaching. Bukan  berarti learning by doing itu buruk, tetapi Natin mengajak kita untuk  naik satu tingkat lebih tinggi. Setelah bisa ‘doing’ itu, kita ditantang  untuk bisa ‘teaching’. 
Hari ini,  semua orang di kubikal sudah bisa membuktikannya. Mereka sekarang  mempunyai pengetahuan dan keterampilan tambahan di bidang akunting.  Bahkan ada beberapa orang yang sudah bisa mengerjakannya dengan sangat  baik. Sebaliknya, Fiancy pun bisa belajar dari pertanyaan yang selama  ini tidak pernah kepikiran sama dirinya. Termasuk pertanyaan sulit yang  belum bisa dijawabnya sehingga dia harus mengatakan;”Nah, kalau soal itu  gue mesti mikir dulu. Besok gue kasih jawabannya ya…”  Maka dia pun semakin terpacu untuk belajar lagi.
“Permisi anak-anak, saya mau bicara empat mata sama Sekris,” Sekonyong-konyong suara Pak Mergy membuyarkan konsentrasi mereka. 
Pasti  nggak ada orang yang bisa menghalangi keinginan Pak Mergy dong. Sekris  langsung menghampiri beliau. Lalu “Ya Pak…” katanya.
“Kris,  saya mau kamu kerjakan yang ini dan yang ini, dan yang ini juga, ya.”  Pak Mergy menyodorkan setumpuk dokumen kepadanya. “Mesti selesai sore  ini,” katanya.
Orang-orang  di kubikal pada menahan tawa karena geli. Mintanya bicara 4 mata. Tapi  semua tingkah dan kata-katanya bisa didengarkan dan disaksikan oleh  orang lain. Yaah… begitulah Pak Mergy.
“Oh, emh… “  Sekris terlihat ragu. “Yang ini saya belum pernah, Pak.. enggh… bisa  Bapak kasih tahu bagaimana caranya?” wajah bulatnya terlihat laksana  bulan purnama.
“Ohoh,  soal itu. Kan kamu bisa berusaha untuk mencari literaturnya sendiri. Yak  an?” balas Pak Mergy. “Learning by doing dong….” Tambahnya.
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…....
Tiba-tiba  saja semua orang di kubikal menyadari bahwa hanya orang-orang yang mampu  melakukan setiap pekerjaan dengan tangannya sendirilah yang bisa  mengajari orang lain. Dan hanya dengan cara mengajari orang lainlah  keterampilan yang dimiliki itu menjadi semakin terasah. Agak mirip  seperti telur dan ayam memang. Hanya jika ada ayam, bisa ada telur. Dan  hanya jika ada telur, bisa ada ayam. Makanya, mengerjakan sesuatu dengan  tangan kita sendiri menjadi sama pentingnya dengan mengajari orang lain  tentang hal itu. 
Ternyata  ilmu dan keterampilan kita juga begitu. Hanya bisa mengajari orang lain,  jika sudah terampil. Dan hanya bisa benar-benar terampil, jika  beresedia mengajari orang lain. Pantaslah kalau Tuhan  menempatkan  orang-orang yang berilmu itu pada derajat yang tinggi. Karena  orang-orang yang benar-benar berilmu itu adalah mereka yang melakukan  apa yang mereka katakan. Dan mereka mengatakan apa yang mereka lakukan.  Artinya, orang yang ilmunya bener itu ditandai dengan keselarasan antara  kata dan perbuatannya. 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
  Catatan Kaki:
Ilmu itu ajaib. Malah semakin bertambah ketika pemiliknya semakin rajin menyebarkannya kepada orang lain.  
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
DEKA - Dadang Kadarusman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar