Ada  kalanya pekerjaan itu sangat banyak sekali. Sampai mau napas aja rasanya  sesak banget. Tapi ada kalanya juga pekerjaan sangat sedikit sekali.  Dikerjain beberapa jam aja sudah kelar. Seperti hari ini. Nggak tahu  kenapa. Kok semua orang dikubikal seperti janjian aja. Pada sudah  selesai dengan tugas-tugasnya. Padahal waktu baru menunjukkan pukul setengah sepuluh. 
Mungkin  ini kali yang disebut kurang kerjaan itu, ya. Biasanya kan kalau orang  disebut kurang kerjaan berarti dia berulah melakukan sesuatu yang nggak  ada gunanya. Tapi, kalau dalam kasus di kubikal hari ini, mereka  benar-benar kekurangan pekerjaan. 
Buat  orang yang biasa kerja leha-leha, tentunya nggak aneh dong. Tapi bagi  orang yang terbiasa dengan kerja pak pik pek ngurusin ini itu, keadaan  kurang kerjaan seperti ini malah menyebabkan serasa ada yang janggal.  Bukannya tambah semangat. malah jadi serba malas.
Ketika banyak pekerjaan yang harus diselesaikan otak berputar lebih  cepat.  Tangan bergerak lebih cekatan. Dan seluruh fungsi tubuh menjadi semakin  efisien. Tapi ketika sangat sedikit sekali pekerjaan seperti saat ini,  kayaknya metabolisme didalam tubuh melambat menjadi seperti film yang  diputar secara selloooooowwwww moootiioooon…..
Jenice  yang pertama kali merasakan keadaan itu. Soalnya dia paling duluan bisa  menyelesaikan pekerjaannya. Setidaknya, itulah yang dia kira. Nggak ada  lagi tugas yang harus dikerjakannya. Padahal dia sudah berusaha untuk  melakukan apapun yang bisa membuatnya terlihat sibuk. Nggak berhasil  juga. Saking bingungnya, akhirnya dia meletakkan kedua sikutnya diatas  meja. Menengadahkan kedua telapak tangannya seperti sedang berdoa. Lalu  menyagga dagunya yang lancip dengan kedua tangan yang tengah tengadah  itu.
Pipinya  yang mungil terlihat menjadi seperti tembem karena tertekan telapak  tangan. Bibirnya jadi maju seperti orang yang sedang manyun. Sedangkan  hidungnya agak memendek sedikit karena tersaingi tonjolan pipinya di  kanan dan kiri. Matanya menengok ke atas. Siapa tahu dapat melihat apa  yang bisa disarankan oleh otaknya untuk dikerjakannya. Ternyata otaknya  pun kosong. Nggak sedang memikirkan apapun. Sekujur tubuhnya benar-benar  sedang menganggur.
Akhirnya  Jeanice melirik ke samping kiri dan kanan. Nggak melihat apapun selain  dinding sketsel yang memisahkan setiap kubikal. Dia jadi penasaran. Apa  yang sedang dilakukan oleh teman-temannya pada saat-saat yang membosakan  seperti itu.
Tanpa  melepaskan dagunya dari tangan yang tengadah itu, Jeanice bangkit dari  kursinya. Sekarang dia terlihat seperti orang yang sedang terserang  meriang. Berpose seperti menggigil kedinginan. Padahal. Dia tidak  menderita penyakit apapun. Cuman penasaran aja pengen lihat kesibukan  orang-orang disekelilingnya.
Dengan  malas dia menyeret lengannya yang lengket ke dagu itu. Lalu membiarkan  sikutnya bertengger di pembatas kubikal. Sekarang dia bisa  melihat  kubikal lain di sekelilingnya. Ajaib sekali. Ternyata semua  teman-temannya sama. Sedang pada menyangga dagunya di kedua tangannya.  Oh. Rupanya ini adalah hari manyun sedunia. Bukan manyun karena kesal.  Tapi manyun karena pekerjaan sudah beres semua.
Kayaknya  pemandangan manyun masal itu keren banget kalau di foto dari helicopter.  Andaikan saja atap dan langit-langit kantor itu di copot. Terus ada  kamera diatasnya. Pasti bisa kelihatan kotak-kotak kecil kubikal berisi  orang-orang yang sedang pada manyun itu. Kalau orang nggak jeli  melihatnya bisa keliru mengira kalau itu adalah foto toilet masal. Bisa  masuk guiness book of record atau rekor muri …
“Kalian lagi ngapain sih, kok pada bengong kayak gitu?” Jeanice geli sekali melihat kebekuan yang melanda semua temannya.
Seperti  robot yang nyaris kehabisan baterai, mereka melirik dengan enggan  kearahnya. Sebenarnya mereka itu lebih mirip zombie. Wajah-wajah mereka  datar tanpa ekspresi. Lalu sesekali mereka berkedip perlahan seperti  orang yang menderita cacingan.
“Elo lagi pada ngapain?” tanya Jeanice sekali lagi. “Kok pada megangin dagu kayak gitu. Emangnya muka elo pade mau pada runtuh?”
Mata  semua orang berkedip tiga kali ketika mendengar pertanyaan itu. Terus  mereka semuanya berkata; “Lah, elo sendiri ngapain kok dagu elo disangga  juga?” 
Saking  terlalu fokusnya kepada pose orang lain, Jeanice sampai lupa kalau dia  sendiri pun memasang pose aneh yang sama. Maka langsung ditepiskannya  tangannya sehingga sekarang wajahnya sudah kembali ke bentuk semula.
“Kita ke warung Mak Minun aja yuk?” ajaknya.
“Males ah….” Opri menimpali. “Si Voldy pasti sudah duluan berada disana sekarang….” Tambahnya. 
“Ya udah, kita kemana kek… yang penting jangan disini…” Sekris menimpali.
“Lagian  elo pade tuch ya, jam segiiini sudah pada pengen ngacir saja. Jam  sebelas aja belum, kok. Ngaco nih orang-orang.” Fiancy menyela. Tapi dia  sendiri nggak tahu mesti ngapain lagi.
“Lah, disini juga kan nggak jelas mesti ngapain?” balas Sekris, yang diho-ohin oleh teman-temannya.
Lumayan.  Perdebatan kecil mereka menciptakan suasana yang lebih hangat.  Setidaknya mereka tidak bengong seperti tadi lagi. Diskusi kan lebih  baik daripada manyun sendiri-sendiri. Malahan mereka bisa melihat sisi  positif yang lumayan bermanfaat juga.
Misalnya  ketika silang pendapat itu membawa mereka kepada sebuah kesimpulan bahwa  nongkrong di luar kantor pada saat jam kerja itu bisa merusak citra  perusahaan juga. Kalau orang lain tahu banyak karyawan kita yang  nongkrong di luar padahal seharusnya mereka bekerja mungkin mereka akan  mengira  perusahaan sedang kekurang order. Atau akan  bangkrut. Atau salah kelola. Atau pikiran-pikiran buruk lainnya. Kan itu  sangat merugikan reputasi perusahaan.   
Lebih  baik tinggal didalam kantor. Sehingga boss besar pun bisa melihat kalau  mereka berada disana. Coba kalau sampai kantor kosong. Terus boss  memergoki kita semuanya malah pada nongkrong. Wah, bisa berabe deh.
Soal yang  satu ini Voldy punya pendapatnya sendiri. Dia selalu mengatakan kalau  boss itu suka sok kepengen anak buahnya berada di tempat. Padahal mereka  sendiri sering ngilang-ngilang. Mungkin ada benernya juga sih apa yang  dikatakan berandal keren itu. Tapi, nggak seratus persen benar. Soalnya,  kita nggak pernah tahu apa yang dikerjakan para boss di luar. Itu  pertama. Keduanya, kita juga nggak pantes deh usil dengan urusan orang  lain. Urusan kita aja dulu diperbaiki. Biar nanti kalau udah jadi boss,  kita bisa lebih baik dari pada boss yang sering kita kritik itu.
“Yang  penting kerjaan sudah beres,” Itu alesan Voldy yang lainnya. Nah buat  alesan yang satu ini, rada susah juga menyanggahnya. Kita semuanya kan  dibayar untuk menyelesaikan pekerjaan. Jadi, kalau semua pekerjaan sudah  kita selesaikan; berari kita bebas merdeka dong?
Meski  susah mematahkan argument itu, Opri berusaha untuk mencari cara untuk  berseberangan dengan pendapat itu. Bukan karena dia nggak setuju. Tapi  seperti biasanya dong, yang penting bisa beda pendirian dengan Voldy.  Makanya Opri bisa mengatakan begini;”Pekerjaan elo emang udah selesai,  tapi bener nggak elo ngerjainnya?”
Awalnya  sih emang cuman sekedar pengen berseberangan sama musyuh bebuyutannya.  Tapi, ketika kalimat itu meluncur dari mulut tebal nan seksi itu, semua  orang di kubikal jadi tercenung juga. Sepertinya otak mereka baru  terkena setrum deh. Sehingga kalimat itu bisa langsung masuk ke kepala  mereka. Lalu logika mereka mengatakan kalau apa yang dikatakan oleh Opri  itu bener 100%. Emang bener. Kita dibayar untuk menyelesaikan  pekerjaan. Tapi. Bukan selesai secara asal-asalan. Mesti berkualitas  tinggi, kalau Opri bilang.
Emangnya  banyak orang yang kerja asal selesai? Weeehhh…. banyak banget. Karena  pengen buru-buru selesai, ada satu digit data yang kelewat maka laporan  keuangan  nggak bisa balance di kiri dan kanannya. Kalau  sudah begitu, sumber kesalahannya harus dicari satu per satu. Baris demi  baris. Walhasil, ujung-ujungnya malah jadi semakin lama.
Itu cuman satu contoh kecil saja. Masih banyak contoh lain yang salah gara-gara orang cuman pengen cepet doang.
“Jadi  gimana dong?” Jeanice yang sedari tadi mengharapkan jawaban sudah nggak  sabar lagi. “Gue suntuk banget deh kalau disini melulu…”
“Ya udah  deh, kita ke pantry aja yuk. Nongkrong disitu masih jauh lebih baik…”  Ajak Aiti. Setelah saling tengok sebentar, semua orang dikubikal  menganggukan kepalanya yang masih disangga dengan kedua tangan  masing-masing.
Tepat ketika mereka hendak beranjak dari kubikalnya masing-masing, sekonyong-konyong satpam kantor datang “permisi,” katanya.
Semua  orang pada bengong. Soalnya kali ini satpam itu bertingkah di luar  kebiasaannya. Kalau biasanya dia berdiri tegap seperti tentara penjaga  istana inggris yang nggak pernah senyum itu. Sekarang dia datang dengan  senyumnya yang sangat ramah. 
Yang  lebih mengherankan lagi, satpam itu datang sambil membawa baki berisi  gelas dan cangkir. Ada yang diisi teh. Ada pula kopi. Dan gelas-gelas  itu sudah diberi label nama orang-orang di kubikal.
Hal itu  menimbulkan tanda tanya yang sangat besar diantara mereka. “Ngapain,  Mas? Lagi kesambet ya?” Opri langsung nyeplos seenaknya.
“Ohoh, nggak Mbak…” kata satpam itu. “ Saya sedang belajar memahami pekerjaan orang lain…’ tambahnya.
“Maksud eloh?” Aiti menimpali.
“Ng…. anu Mbak, saya sedang belajar memahami pekerjaan Natin…” Jawabnya. 
“Jadi, elo ngerjain kerjaan Natin?” tanya Sekris.
“Iyya Mbak…hehe…” satpam itu nyengir. 
“Kok elo mau sih?” timpal Opri lagi. “Emangnya bilang apa tuch si Natin sama elo?” cerocosnya.
Satpam  itu kemudian menceritakan kronologisnya. Mengapa dia sampai mau  mengerjakan pekerjaan yang mestinya dilakukan oleh Natin. Ini bukan  pekerjaan, katanya. Melainkan proses belajar. 
Lalu  diceritakannya kalau dia sedang belajar tentang dua hal. Pertama. Dia  belajar memahami pekerjaan orang lain. Sehingga dia bisa mengerti susah  dan senangnya pekerjaan orang lain. Dengan begitu, dia punya data  otentik yang obyektif jika suatu waktu Lucifer yang rajanya para iblis  itu membisikan hasutan untuk membanding-bandingkan pekerjaan dirinya  dengan pekerjaan orang lain. 
Kedua,  dia belajar untuk menambah keterampilan dan kemampuan dirinya. Nggak  cuman sekedar bisa jaga keamanan. Tapi juga bisa melakukan hal lain yang  selama ini nggak pernah kepikiran untuk dilakukannya. Jangan salah loh.  Mengepel lantai itu pun ada tekniknya. Begitu pula halnya dengan  membersihkan kaca supaya nggak ada bintik-bintik atau nggak berceceran  airnya di lantai. Semuanya itu ilmu. Dan ilmu itu hanya bisa  didapatkannya dengan mencobanya.
“Saya terinspirasi oleh nasihat Natin, Mbak…” katanya.
 “Iyyya, pan dari tadi gue nanya: Natin ngomong apa sama elo?” Opri nggak sabar.
“Oh..,  eheh… iya Mbak. Maafhh…” satpam itu gugup. Butuh beberapa tarikan nafas  untuk mengatasi groginya saat berhadapan dengan gadis-gadis cantik dan  galak itu.
Setelah merasa tenang. Dia menceritakan apa yang Natin pagi itu kepadanya. Rupanya, Natin bilang begini: 
ISI WAKTU LUANGMU DENGAN BELAJAR HAL LAIN 
DILUAR PEKERJAAN RUTIN HARIANMU
Mendengar  penjelasan stapam itu, semua orang di kubikal merasa tersentak. Betapa  nasihat Natin kepada satpam itu lebih cocok bagi mereka. Khususnya  disaat-saat mereka merasa semua pekerjaannya sudah selesai dikerjakan  seperi saat itu. Sekarang mereka menjadi malu sendiri. Sudah kalah  beberapa langkah oleh satpam itu.
Dia telah  berusaha untuk menggunakan waktu luangnya mempelajari hal lain dari  tugas hariannya. Ketika teman shiftnya berjaga di depan, satpam itu  meminta ijin untuk belajar memahami tugas-tugas office boy. Dengan  begitu, katanya, dia punya bekal keterampilan lain daripada sekedar  menjadi satpam. 
Natin  sepertinya sedang membawa mereka kepada sebuah kesadaran lain. Bahwa  seberat apapun pekerjaan kita, ada kalanya juga menyisakan waktu luang  yang sangat banyak. Sebagian orang menghabiskan waktu luang itu dengan  nongkrong di warung kopi seperti yang biasa dilakukan oleh Voldy dan  teman-temannya.
Sebagian  orang lagi pergi ke mall untuk sekedar window shoping. Nggak belanja.  Pokoknya asal sok iye aja melihat-lihat barang apa yang sedang didiskon.  Lalu menghitung berapa bunganya kalau dicicil 6 bulan.  
Sebagian  lainnya lagi pergi ke mushola. Bukan buat sholat. Tapi buat tidur  disiang hari bolong. Sebagian lainnya lagi searching internet untuk  gambar dan video-video yang yang hanya cocok untuk orang dewasa. Boleh  dong, kan sudah dewasa. Tapi mereka lupa kalau itu jam kerja dimana  mereka dibayar untuk bekerja.
Dan.  Sebagian kecil yang lainnya – seperti satpam itu – menggunakan waktu  luangnya untuk belajar hal lain di luar pekerjaan rutinnya. Mereka  menantang diri sendiri untuk terus bertumbuh dan berkembang melampaui  pertumbuhan normal teman-temannya. Mereka sadar jika waktu tidak bisa  dilipat gandakan. Tetapi, nilai waktu itu bisa dibuat berkali-kali lipat  bergantung kegiatan apa yang mereka kerjakan.
Natin tahu. Sesibuk apapun kita di kantor. Pasti ada waktu luang. Dan Natin bertanya; digunakan untuk apakah waktu luangmu itu? 
Sebuah  pertanyaan yang menohok. Sehingga semua orang manjadi bengong. Tapi beda  dengan bengong yang tadi. Kalau tadi mereka bengong karena bingung mau  ngerjain apa. Kalau sekarang mereka bengong karena ingat jika ternyata  ada begitu banyak hal positif yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu  luang mereka.
Bengong  yang tidak bisa dituntaskan hingga ke puncaknya karena mereka dikejutkan  oleh keributan kecil yang terjadi. Ada bunyi gerudak geruduk dari ruang  Pak Mergy. Karena kaget, mereka langsung pada berhamburan untuk melihat  apa yang sedang terjadi.
“Ahhh,  sudah-sudah…” kata Pak Mergy begitu mereka tiba di depan pintunya. “Saya  tahu kalian pasti pada lari kesini…” tampaknya beliau memang sudah tahu  apa yang akan terjadi. “Memangnya kalian itu kurang kerjaan, apa? Hayo  kerja lagi!” perintahnya.
“Lah, Bapak sendiri ngapain pake mukul-mukul kotak  sampah segala?” Opri geli melihat tingkah Pak Mergy.
“Yah, ini  sih intermezzo aja Pri,” jawab Pak Mergy. “Habisnya, mau ngapain lagi  ya? Semua kerjaan saya sudah beres sih…..” lanjutnya.
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…....
Tiba-tiba  saja semua orang di kubikal menyadari bahwa mereka selalu mempunyai  waktu luang untuk mempelajari hal lain selain pekerjaan rutin yang mesti  diselesaikan sehari-hari. Toh pekerjaan tidak selamanya bejibun. Ada  saja saat yang longgar. Maka disaat-saat seperti itulah pertumbuhan  kualitas pribadi seseorang ditentukan. Apakah dia akan menghabiskan  waktu luangnya untuk hal-hal yang tidak memiliki nilai tambah. Ataukah  dia akan menggunakannya untuk belajar banyak hal lagi. Sehingga semakin  hari, pengetahuan dan keterampilannya menjadi semakin tinggi.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
  Catatan Kaki:
Sebenarnya  kita mempunyai banyak waktu luang. Namun, kita sering mengisi waktu  luang itu dengan kesibukan yang tidak terlalu bernilai.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
DEKA - Dadang Kadarusman
Selasa, 12 Juni, 2012 23:30 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar