Sabtu, 30 Juni 2012

Natin Mengisi Waktu Luang



Ada kalanya pekerjaan itu sangat banyak sekali. Sampai mau napas aja rasanya sesak banget. Tapi ada kalanya juga pekerjaan sangat sedikit sekali. Dikerjain beberapa jam aja sudah kelar. Seperti hari ini. Nggak tahu kenapa. Kok semua orang dikubikal seperti janjian aja. Pada sudah selesai dengan tugas-tugasnya. Padahal waktu baru menunjukkan pukul setengah sepuluh.
 
Mungkin ini kali yang disebut kurang kerjaan itu, ya. Biasanya kan kalau orang disebut kurang kerjaan berarti dia berulah melakukan sesuatu yang nggak ada gunanya. Tapi, kalau dalam kasus di kubikal hari ini, mereka benar-benar kekurangan pekerjaan.
 
Buat orang yang biasa kerja leha-leha, tentunya nggak aneh dong. Tapi bagi orang yang terbiasa dengan kerja pak pik pek ngurusin ini itu, keadaan kurang kerjaan seperti ini malah menyebabkan serasa ada yang janggal. Bukannya tambah semangat. malah jadi serba malas.
 
Ketika banyak pekerjaan yang harus diselesaikan otak berputar lebih  cepat. Tangan bergerak lebih cekatan. Dan seluruh fungsi tubuh menjadi semakin efisien. Tapi ketika sangat sedikit sekali pekerjaan seperti saat ini, kayaknya metabolisme didalam tubuh melambat menjadi seperti film yang diputar secara selloooooowwwww moootiioooon…..
 
Jenice yang pertama kali merasakan keadaan itu. Soalnya dia paling duluan bisa menyelesaikan pekerjaannya. Setidaknya, itulah yang dia kira. Nggak ada lagi tugas yang harus dikerjakannya. Padahal dia sudah berusaha untuk melakukan apapun yang bisa membuatnya terlihat sibuk. Nggak berhasil juga. Saking bingungnya, akhirnya dia meletakkan kedua sikutnya diatas meja. Menengadahkan kedua telapak tangannya seperti sedang berdoa. Lalu menyagga dagunya yang lancip dengan kedua tangan yang tengah tengadah itu.
 
Pipinya yang mungil terlihat menjadi seperti tembem karena tertekan telapak tangan. Bibirnya jadi maju seperti orang yang sedang manyun. Sedangkan hidungnya agak memendek sedikit karena tersaingi tonjolan pipinya di kanan dan kiri. Matanya menengok ke atas. Siapa tahu dapat melihat apa yang bisa disarankan oleh otaknya untuk dikerjakannya. Ternyata otaknya pun kosong. Nggak sedang memikirkan apapun. Sekujur tubuhnya benar-benar sedang menganggur.
 
Akhirnya Jeanice melirik ke samping kiri dan kanan. Nggak melihat apapun selain dinding sketsel yang memisahkan setiap kubikal. Dia jadi penasaran. Apa yang sedang dilakukan oleh teman-temannya pada saat-saat yang membosakan seperti itu.
 
Tanpa melepaskan dagunya dari tangan yang tengadah itu, Jeanice bangkit dari kursinya. Sekarang dia terlihat seperti orang yang sedang terserang meriang. Berpose seperti menggigil kedinginan. Padahal. Dia tidak menderita penyakit apapun. Cuman penasaran aja pengen lihat kesibukan orang-orang disekelilingnya.
 
Dengan malas dia menyeret lengannya yang lengket ke dagu itu. Lalu membiarkan sikutnya bertengger di pembatas kubikal. Sekarang dia bisa  melihat kubikal lain di sekelilingnya. Ajaib sekali. Ternyata semua teman-temannya sama. Sedang pada menyangga dagunya di kedua tangannya. Oh. Rupanya ini adalah hari manyun sedunia. Bukan manyun karena kesal. Tapi manyun karena pekerjaan sudah beres semua.
 
Kayaknya pemandangan manyun masal itu keren banget kalau di foto dari helicopter. Andaikan saja atap dan langit-langit kantor itu di copot. Terus ada kamera diatasnya. Pasti bisa kelihatan kotak-kotak kecil kubikal berisi orang-orang yang sedang pada manyun itu. Kalau orang nggak jeli melihatnya bisa keliru mengira kalau itu adalah foto toilet masal. Bisa masuk guiness book of record atau rekor muri …
 
“Kalian lagi ngapain sih, kok pada bengong kayak gitu?” Jeanice geli sekali melihat kebekuan yang melanda semua temannya.
 
Seperti robot yang nyaris kehabisan baterai, mereka melirik dengan enggan kearahnya. Sebenarnya mereka itu lebih mirip zombie. Wajah-wajah mereka datar tanpa ekspresi. Lalu sesekali mereka berkedip perlahan seperti orang yang menderita cacingan.
 
“Elo lagi pada ngapain?” tanya Jeanice sekali lagi. “Kok pada megangin dagu kayak gitu. Emangnya muka elo pade mau pada runtuh?”
 
Mata semua orang berkedip tiga kali ketika mendengar pertanyaan itu. Terus mereka semuanya berkata; “Lah, elo sendiri ngapain kok dagu elo disangga juga?”
 
Saking terlalu fokusnya kepada pose orang lain, Jeanice sampai lupa kalau dia sendiri pun memasang pose aneh yang sama. Maka langsung ditepiskannya tangannya sehingga sekarang wajahnya sudah kembali ke bentuk semula.
 
“Kita ke warung Mak Minun aja yuk?” ajaknya.
“Males ah….” Opri menimpali. “Si Voldy pasti sudah duluan berada disana sekarang….” Tambahnya.
 
“Ya udah, kita kemana kek… yang penting jangan disini…” Sekris menimpali.
“Lagian elo pade tuch ya, jam segiiini sudah pada pengen ngacir saja. Jam sebelas aja belum, kok. Ngaco nih orang-orang.” Fiancy menyela. Tapi dia sendiri nggak tahu mesti ngapain lagi.
 
“Lah, disini juga kan nggak jelas mesti ngapain?” balas Sekris, yang diho-ohin oleh teman-temannya.
Lumayan. Perdebatan kecil mereka menciptakan suasana yang lebih hangat. Setidaknya mereka tidak bengong seperti tadi lagi. Diskusi kan lebih baik daripada manyun sendiri-sendiri. Malahan mereka bisa melihat sisi positif yang lumayan bermanfaat juga.
 
Misalnya ketika silang pendapat itu membawa mereka kepada sebuah kesimpulan bahwa nongkrong di luar kantor pada saat jam kerja itu bisa merusak citra perusahaan juga. Kalau orang lain tahu banyak karyawan kita yang nongkrong di luar padahal seharusnya mereka bekerja mungkin mereka akan mengira  perusahaan sedang kekurang order. Atau akan bangkrut. Atau salah kelola. Atau pikiran-pikiran buruk lainnya. Kan itu sangat merugikan reputasi perusahaan.   
 
Lebih baik tinggal didalam kantor. Sehingga boss besar pun bisa melihat kalau mereka berada disana. Coba kalau sampai kantor kosong. Terus boss memergoki kita semuanya malah pada nongkrong. Wah, bisa berabe deh.
 
Soal yang satu ini Voldy punya pendapatnya sendiri. Dia selalu mengatakan kalau boss itu suka sok kepengen anak buahnya berada di tempat. Padahal mereka sendiri sering ngilang-ngilang. Mungkin ada benernya juga sih apa yang dikatakan berandal keren itu. Tapi, nggak seratus persen benar. Soalnya, kita nggak pernah tahu apa yang dikerjakan para boss di luar. Itu pertama. Keduanya, kita juga nggak pantes deh usil dengan urusan orang lain. Urusan kita aja dulu diperbaiki. Biar nanti kalau udah jadi boss, kita bisa lebih baik dari pada boss yang sering kita kritik itu.
 
“Yang penting kerjaan sudah beres,” Itu alesan Voldy yang lainnya. Nah buat alesan yang satu ini, rada susah juga menyanggahnya. Kita semuanya kan dibayar untuk menyelesaikan pekerjaan. Jadi, kalau semua pekerjaan sudah kita selesaikan; berari kita bebas merdeka dong?
 
Meski susah mematahkan argument itu, Opri berusaha untuk mencari cara untuk berseberangan dengan pendapat itu. Bukan karena dia nggak setuju. Tapi seperti biasanya dong, yang penting bisa beda pendirian dengan Voldy. Makanya Opri bisa mengatakan begini;”Pekerjaan elo emang udah selesai, tapi bener nggak elo ngerjainnya?”
 
Awalnya sih emang cuman sekedar pengen berseberangan sama musyuh bebuyutannya. Tapi, ketika kalimat itu meluncur dari mulut tebal nan seksi itu, semua orang di kubikal jadi tercenung juga. Sepertinya otak mereka baru terkena setrum deh. Sehingga kalimat itu bisa langsung masuk ke kepala mereka. Lalu logika mereka mengatakan kalau apa yang dikatakan oleh Opri itu bener 100%. Emang bener. Kita dibayar untuk menyelesaikan pekerjaan. Tapi. Bukan selesai secara asal-asalan. Mesti berkualitas tinggi, kalau Opri bilang.
 
Emangnya banyak orang yang kerja asal selesai? Weeehhh…. banyak banget. Karena pengen buru-buru selesai, ada satu digit data yang kelewat maka laporan keuangan  nggak bisa balance di kiri dan kanannya. Kalau sudah begitu, sumber kesalahannya harus dicari satu per satu. Baris demi baris. Walhasil, ujung-ujungnya malah jadi semakin lama.
Itu cuman satu contoh kecil saja. Masih banyak contoh lain yang salah gara-gara orang cuman pengen cepet doang.
 
“Jadi gimana dong?” Jeanice yang sedari tadi mengharapkan jawaban sudah nggak sabar lagi. “Gue suntuk banget deh kalau disini melulu…”
 
“Ya udah deh, kita ke pantry aja yuk. Nongkrong disitu masih jauh lebih baik…” Ajak Aiti. Setelah saling tengok sebentar, semua orang dikubikal menganggukan kepalanya yang masih disangga dengan kedua tangan masing-masing.
 
Tepat ketika mereka hendak beranjak dari kubikalnya masing-masing, sekonyong-konyong satpam kantor datang “permisi,” katanya.
 
Semua orang pada bengong. Soalnya kali ini satpam itu bertingkah di luar kebiasaannya. Kalau biasanya dia berdiri tegap seperti tentara penjaga istana inggris yang nggak pernah senyum itu. Sekarang dia datang dengan senyumnya yang sangat ramah.
 
Yang lebih mengherankan lagi, satpam itu datang sambil membawa baki berisi gelas dan cangkir. Ada yang diisi teh. Ada pula kopi. Dan gelas-gelas itu sudah diberi label nama orang-orang di kubikal.
 
Hal itu menimbulkan tanda tanya yang sangat besar diantara mereka. “Ngapain, Mas? Lagi kesambet ya?” Opri langsung nyeplos seenaknya.
 
“Ohoh, nggak Mbak…” kata satpam itu. “ Saya sedang belajar memahami pekerjaan orang lain…’ tambahnya.
“Maksud eloh?” Aiti menimpali.
 
“Ng…. anu Mbak, saya sedang belajar memahami pekerjaan Natin…” Jawabnya.
“Jadi, elo ngerjain kerjaan Natin?” tanya Sekris.
“Iyya Mbak…hehe…” satpam itu nyengir.
 
“Kok elo mau sih?” timpal Opri lagi. “Emangnya bilang apa tuch si Natin sama elo?” cerocosnya.
 
Satpam itu kemudian menceritakan kronologisnya. Mengapa dia sampai mau mengerjakan pekerjaan yang mestinya dilakukan oleh Natin. Ini bukan pekerjaan, katanya. Melainkan proses belajar.
 
Lalu diceritakannya kalau dia sedang belajar tentang dua hal. Pertama. Dia belajar memahami pekerjaan orang lain. Sehingga dia bisa mengerti susah dan senangnya pekerjaan orang lain. Dengan begitu, dia punya data otentik yang obyektif jika suatu waktu Lucifer yang rajanya para iblis itu membisikan hasutan untuk membanding-bandingkan pekerjaan dirinya dengan pekerjaan orang lain.
 
Kedua, dia belajar untuk menambah keterampilan dan kemampuan dirinya. Nggak cuman sekedar bisa jaga keamanan. Tapi juga bisa melakukan hal lain yang selama ini nggak pernah kepikiran untuk dilakukannya. Jangan salah loh. Mengepel lantai itu pun ada tekniknya. Begitu pula halnya dengan membersihkan kaca supaya nggak ada bintik-bintik atau nggak berceceran airnya di lantai. Semuanya itu ilmu. Dan ilmu itu hanya bisa didapatkannya dengan mencobanya.
 
“Saya terinspirasi oleh nasihat Natin, Mbak…” katanya.
 “Iyyya, pan dari tadi gue nanya: Natin ngomong apa sama elo?” Opri nggak sabar.
 
“Oh.., eheh… iya Mbak. Maafhh…” satpam itu gugup. Butuh beberapa tarikan nafas untuk mengatasi groginya saat berhadapan dengan gadis-gadis cantik dan galak itu.
 
Setelah merasa tenang. Dia menceritakan apa yang Natin pagi itu kepadanya. Rupanya, Natin bilang begini:
 
ISI WAKTU LUANGMU DENGAN BELAJAR HAL LAIN
DILUAR PEKERJAAN RUTIN HARIANMU
 
Mendengar penjelasan stapam itu, semua orang di kubikal merasa tersentak. Betapa nasihat Natin kepada satpam itu lebih cocok bagi mereka. Khususnya disaat-saat mereka merasa semua pekerjaannya sudah selesai dikerjakan seperi saat itu. Sekarang mereka menjadi malu sendiri. Sudah kalah beberapa langkah oleh satpam itu.
 
Dia telah berusaha untuk menggunakan waktu luangnya mempelajari hal lain dari tugas hariannya. Ketika teman shiftnya berjaga di depan, satpam itu meminta ijin untuk belajar memahami tugas-tugas office boy. Dengan begitu, katanya, dia punya bekal keterampilan lain daripada sekedar menjadi satpam.
 
Natin sepertinya sedang membawa mereka kepada sebuah kesadaran lain. Bahwa seberat apapun pekerjaan kita, ada kalanya juga menyisakan waktu luang yang sangat banyak. Sebagian orang menghabiskan waktu luang itu dengan nongkrong di warung kopi seperti yang biasa dilakukan oleh Voldy dan teman-temannya.
 
Sebagian orang lagi pergi ke mall untuk sekedar window shoping. Nggak belanja. Pokoknya asal sok iye aja melihat-lihat barang apa yang sedang didiskon. Lalu menghitung berapa bunganya kalau dicicil 6 bulan.  
 
Sebagian lainnya lagi pergi ke mushola. Bukan buat sholat. Tapi buat tidur disiang hari bolong. Sebagian lainnya lagi searching internet untuk gambar dan video-video yang yang hanya cocok untuk orang dewasa. Boleh dong, kan sudah dewasa. Tapi mereka lupa kalau itu jam kerja dimana mereka dibayar untuk bekerja.
 
Dan. Sebagian kecil yang lainnya – seperti satpam itu – menggunakan waktu luangnya untuk belajar hal lain di luar pekerjaan rutinnya. Mereka menantang diri sendiri untuk terus bertumbuh dan berkembang melampaui pertumbuhan normal teman-temannya. Mereka sadar jika waktu tidak bisa dilipat gandakan. Tetapi, nilai waktu itu bisa dibuat berkali-kali lipat bergantung kegiatan apa yang mereka kerjakan.
 
Natin tahu. Sesibuk apapun kita di kantor. Pasti ada waktu luang. Dan Natin bertanya; digunakan untuk apakah waktu luangmu itu?
 
Sebuah pertanyaan yang menohok. Sehingga semua orang manjadi bengong. Tapi beda dengan bengong yang tadi. Kalau tadi mereka bengong karena bingung mau ngerjain apa. Kalau sekarang mereka bengong karena ingat jika ternyata ada begitu banyak hal positif yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang mereka.
 
Bengong yang tidak bisa dituntaskan hingga ke puncaknya karena mereka dikejutkan oleh keributan kecil yang terjadi. Ada bunyi gerudak geruduk dari ruang Pak Mergy. Karena kaget, mereka langsung pada berhamburan untuk melihat apa yang sedang terjadi.
 
“Ahhh, sudah-sudah…” kata Pak Mergy begitu mereka tiba di depan pintunya. “Saya tahu kalian pasti pada lari kesini…” tampaknya beliau memang sudah tahu apa yang akan terjadi. “Memangnya kalian itu kurang kerjaan, apa? Hayo kerja lagi!” perintahnya.
 
“Lah, Bapak sendiri ngapain pake mukul-mukul kotak  sampah segala?” Opri geli melihat tingkah Pak Mergy.
 
“Yah, ini sih intermezzo aja Pri,” jawab Pak Mergy. “Habisnya, mau ngapain lagi ya? Semua kerjaan saya sudah beres sih…..” lanjutnya.
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…....
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa mereka selalu mempunyai waktu luang untuk mempelajari hal lain selain pekerjaan rutin yang mesti diselesaikan sehari-hari. Toh pekerjaan tidak selamanya bejibun. Ada saja saat yang longgar. Maka disaat-saat seperti itulah pertumbuhan kualitas pribadi seseorang ditentukan. Apakah dia akan menghabiskan waktu luangnya untuk hal-hal yang tidak memiliki nilai tambah. Ataukah dia akan menggunakannya untuk belajar banyak hal lagi. Sehingga semakin hari, pengetahuan dan keterampilannya menjadi semakin tinggi.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!

 
Catatan Kaki:
Sebenarnya kita mempunyai banyak waktu luang. Namun, kita sering mengisi waktu luang itu dengan kesibukan yang tidak terlalu bernilai.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
Selasa, 12 Juni, 2012 23:30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar