Oleh:  Dadang Kadarusman
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Judul ini  sengaja dibuat tendensius. Soalnya, kita sering mendengar orang-orang  mengatakan jika mereka yang tidak jujur malah mendapatkan kesempatan dan  karir yang lebih baik. Sebaliknya, orang-orang jujur dan baik malah  tersingkir. Faktanya tidak semua orang yang karirnya bagus adalah  orang-orang yang tidak jujur. Mungkin memang ada orang tidak jujur yang  karirnya cemerlang. Tetapi, keliru jika mengira bahwa ketidakcemerlangan  karir kita terjadi karena kita memilih menjadi orang yang jujur. Bukan.  Bukan karena kita jujur karir kita tidak berkembang. Justru dengan  kejujuran itu kita bisa mendapatkan karir yang bukan sekedar membumbung  tinggi, tetapi juga bernilai martabat tinggi. Jujur itu baik. Dan kita  bisa membangun karir yang baik dengan landasan kejujuran.
Bayangkan  Anda sedang berada dalam sebuah balapan lari marathon. Anda berpacu  dengan para pesaing tangguh. Jika sambil berlari Anda memanggul sekarung  pasir di pundak; bukankah peluang Anda untuk menang menjadi semakin  kecil? Pikiran negatif, dan perasaan kesal Anda kepada orang lain itu  tidak ubahnya seperti sekarung beban berat. Persaingannya sendiri sudah  sangat sengit. Memelihara perasaan kesal karena memikirkan  ketidakjujuran orang lain dalam bersaing sama artinya dengan melemahkan  daya saing kita. Sebaliknya, kita akan semakin efektif dalam bersaing  jika hati dan perasaan kita tidak dibebani oleh hal-hal seperti itu.  Sayangnya, banyak orang yang tersiksa oleh ketidakjujuran orang lain.  Lalu menjadikannya sebagai kambing hitam atas kegagalan yang  dideritanya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menyikapi  ketidakjujuran lingkungan, saya ajak memulainya dengan memahami 5  prinsip Natural Intelligence berikut ini:
1.      Tetaplah menjadi orang baik.  Seperti ikan di laut. Meski lingkungan sekelilingnya terasa asin,  tetapi daging ikan tidak ikut-ikutan menjadi asin. Meski di sekitar kita  ada orang-orang yang tidak jujur, tapi itu tidak berarti kita harus  ikut-ikutan menjadi orang yang juga tidak jujur. Mungkin tubuh kita  tidak ikut menjadi ‘asin’. Tetapi otak kita sibuk memikirkannya. Hati  kita juga sibuk menghujat; ‘mengapa orang macam itu yang mendapatkan  kesempatan?’. Hal itu menandakan jika kita terpengaruh oleh  ketidakjujuran orang lain. Mendingan Anda fokus saja untuk tetap menjaga  nilai-nilai kejujuran Anda. Tidak perlu ikut campur. Kecuali jika Anda  mampu ‘mengambil tindakan’ untuk menghentikan ketidakjujuran orang itu.  Jika tidak memiliki kemampuan itu, sebaiknya Anda tidak membuang waktu  dan energy dengan pikiran dan perasaan negatif yang ditimbulkan oleh  ketidakjujuran orang lain. Cukuplah dengan tidak mengikuti perilaku  buruk mereka. Sehingga kita bisa tetap menjadi orang baik.
2.      Adopsi keunggulan orang lain.  Kita yang sering tergoda untuk menuduh orang lain ‘tidak jujur’ ini  belum tentu benar-benar jujur, lho. Ayolah, akui saja jika kita ini  bukan mahluk suci. So, mari berhenti mempermasalahkan ketidakjujuran  seseorang. Lebih baik kita temukan keunggulan orang itu agar bisa kita  adopsi. Apa sih keburukan orang itu? Baiklah, saya tahu dan saya tidak  akan mencontoh itu. Apa sih keunggulan orang itu? Baiklah, saya tahu itu  dan saya bersedia untuk melatih diri agar bisa memiliki keunggulan  seperti itu. Sikap seperti ini, tentu lebih produktif dan positif.  Renungkanlah kembali; apakah benar ketidakujuran yang menjadi faktor  penting kesuksesan karir mereka? Ataukah keunggulan mereka yang tidak  kita miliki? Kemampuan kita untuk mengadopsi keunggulan pesaing adalah  salah satu teknik pertahanan diri yang tinggi. Maka jika kita ingin  menjadi pesaing tangguh, kita perlu secara objektif memahami keunggulan  orang lain. Lalu mengadopsinya. Maka kita akan memiliki keunggulan yang  sama.
3.      Imbangi dengan keunggulan aspek lain.  Ada kalanya keunggulan orang lain itu bukan sesuatu yang bisa  diduplikasi. Misalnya, sesuatu yang berhubungan dengan kepribadian dan  fungsi utama kerja otak kita. Soal skill, kita bisa pelajari. Tetapi  soal kepribaidian dan cara kerja otak, tidak semudah itu. Jika kita  orang yang dominan dengan otak kiri misalnya, bukan soal gampang untuk  bergeser ke otak kanan. Memaksakan diri hanya akan membuat kita semakin  ketinggalan. Akui saja jika itu memang bukan area keahlian kita.  Sekalipun begitu, kita bisa tetap berbesar hati. Karena dibalik  kelemahan kita, tersebunyi kelebihan yang tidak mereka miliki. Tugas  kita adalah menemukan keunggulan pribadi itu. Lalu menjadikannya sebagai  aset yang dapat mengimbangi keunggulan orang lain.
4.      Hindari generalisasi keadaan.  Jika Anda mendapati seseorang yang tidak jujur namun karirnya semakin  menanjak naik, Anda tidak perlu mengeneralisir keadaan. Seolah-olah  untuk bisa suskses di perusahaan Anda, seseorang harus tidak jujur.  Apalagi sampai memvonis bahwa mereka yang jujur tersingkir dan orang  tidak jujur semakin mujur. Kita sendiri yang rugi jika demikian. Kenapa?  Karena sepanjang waktu kita akan dihantui oleh perasaan kesal yang  entah kepada siapa harus disalurkan. Kita juga bisa menyesal menjadi  orang jujur. Dan kita membuang banyak waktu untuk menelan energy negatif  itu memasuki setiap sel didalam tubuh kita. Kalau pun ada yang begitu,  anggap saja itu sebagai sebuah kekeliruan. Cukup sampai disitu. Lalu  kita terus berfokus untuk melakukannya dengan cara lebih baik dan lebih  terhormat daripada orang itu.
5.      Jika memang lingkungannya buruk, cari tempat lain.  Ada orang yang berpendapat bahwa lingkungan kerjanya sudah dikuasai  oleh sekelompok orang tidak jujur yang menguasai system. Mustahil,  katanya, orang jujur seperti saya bisa mendapatkan karir bagus jika  tidak ikut-ikutan seperti mereka. Jika Anda berada pada situasi seperti  itu, apa yang akan Anda lakukan? Apakah Anda akan ikut menjadi pribadi  yang tidak jujur? Atau bertahan dengan prinsip hidup positif Anda?  Saya  pribadi meragukan jika ada lingkungan kerja seperti itu. Jika kita  bekerja di perusahaan-perusahaan yang memproduksi atau menjual produk  atau jasa yang legal, saya yakin lingkungan kerja kita tidak seburuk  itu. Tapi, marilah kita anggap saja memang ada tempat yang sudah  sedemikian buruknya sehingga orang-orang baik pasti tersisih. Jika benar  demikian, mengapa kita tidak cari tempat lain saja? Toh kita tahu itu  bukan tempat yang tepat untuk kita. Tapi sebelum Anda benar-benar  hengkang, ada baiknya merenungkan kembali; apa iya lingkungan kerja Anda  sudah sedemikian buruknya?  Atau….
Sangat mudah  untuk melihat keburukan orang lain. Lebih mudah lagi untuk menjadikannya  sebagai kambing hitam atas kegagalan-kegagalan yang kita alami.   Mungkin memang benar ada orang-orang tidak jujur yang mendapatkan  kesempatan karir yang lebih baik. Tetapi, kenyataannya tidak selalu  demikian kok. Makanya, mencari-cari alasan dari luar sama sekali tidak  bisa mendorong diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Daripada  berfokus kepada keburukan orang lain, jauh lebih produktif jika kita  menyibukkan diri untuk membangun sifat-sifat positif diri sendiri. Jika  kita berhasil menjadi pribadi unggul dengan dilandasi oleh sifat-sifat  positif, tentu selalu ada tempat baik yang bersedia menerima kehadiran  kita. Dan orang-orang baik, selalu memiliki kesempatan untuk mendapatkan  karir yang lebih baik.
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman – 17 Oktober 2011
Trainer “Natural Intelligence Leadership Training” 
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (Tahap editing di penerbit)
Catatan Kaki:
Ciri  jika kita ini orang baik adalah terus menjaga nilai-nilai kebaikan yang  kita miliki tanpa mempermasalahkan keburukan orang lain.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
Senin, 17 Oktober 2011  10:46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar