Sabtu, 22 Oktober 2011

Papan Tulis

Oleh: Ietje Sri Umiyati Guntur


Dear Allz…
 
Selamat pagiiiiii…semangaaatt pagiiii….Selamat menyambut awal minggu…Uhuuyy…semangat dong, ya….Kan kita barusan liburan…mestinya sekarang semangat sedang mekar-mekarnya…
 
Ibarat kertas , libur minggu kemaren adalah saatnya kita membersihkan kertas kita yang sudah tertulis di minggu lalu. Coretan-coretan yang tidak penting, sudah kita rapikan. Coretan-coretan yang bermanfaat bisa kita gunakan untuk hari ini dan hari esok. Begitulah, hidup kita bergulir, dari satu coretan ke coretan lainnya…Tergantung kepada kita, mau mencoret apa di dalam kehidupan kita ini. Iya, kan…mau menulis lagu, silakan. Mau menggambar, juga boleh. Bahkan kalau kita hanya ingin sekedar menarik satu garis tak terputus, itu pun merupakan ekpresi dari diri kita…
 
Eeeh, saya jadi teringat. Punya  corat-coretan buat teman dan sahabatku semua. Mumpuuuung…mumpuuung…Mumpung kita ketemu. Mumpung kita lagi sehat. Mumpung kita diberi kesempatan untuk mencorat-coret. Naaah…sekarang saya perlu sarana buat mencoret niiih….
 
Bagaimana kalau kita pakai papan tulis saja ? Boleh, khan ? Kalau boleh, ya saya cerita saja tentang papan tulis. Nanti kita lihat, kita boleh mencoret pengalaman apa di situ.
 
Okeee ?? Dokeee…??? Selamat menikmati papan tulis kita…Selamat mencoret juga.
Semoga berkenan.
 
Jakarta, 17 Oktober 2011
 
Salam hangat,
 
 
Ietje S. Guntur
 
 
♥♥♥
 
 
 
 
 
Art-Living Sos 2011 (A-10
Friday, October 14, 2011
Start : 10/14/2011 7:09:08 AM
Finish : 10/14/2011 2:02:24 PM
 
 
PAPAN  TULIS
 
Saya sedang berada di kelas. Menghadapi sejumlah peserta pelatihan Iya…walaupun sehari-hari pekerjaan saya bukanlah sebagai seorang guru atau dosen, akan tetapi ada hari-hari khusus, saat saya dengan kegembiraan dan semangat empat lima manggung di kelas-kelas pelatihan…hehe…Istilah kerennya sih training atau pelatihan, tetapi yang saya rasakan adalah berbagi pengalaman. Dan biasanya…justru saya yang mendapatkan pengalaman lebih banyak dari peserta di kelas…Itu adalah salah satu alasan, kenapa saya suka sekali mengisi kelas-kelas pelatihan.
 
Alasan kedua adalah, ini kata ibu saya dulu, bahwa saya perlu menyalurkan energi yang berlebih dari diri saya. Ngomong ! Iya, saya harus membuka mulut, dan mengeluarkan kata-kata. Berbicara…kepada siapa saja. Duluuuu…saya bisa tahan ngomong berjam-jam, kepada orang di rumah, kepada kucing, kepada anjing, kepada pohon…bahkan kepada angin yang lewat…hehe…Kalau tidak ngomong, ya nyanyi…Mending kalau suara saya bagus. Rasanya siiih…kualitas suara saya hanya lumayan buat membuat nyamuk berhenti berdenging… kuatir dapat saingan…hahaha…
 
Berbagi pengalaman di kelas, dan ngomong…itu adalah passion saya. Gairah saya. Rasanya gimana gitu…kalau sudah ngoceh-ngoceh…Di tambah satu lagi…hobby mencorat-coret ! Pas banget buat jadi modal di depan kelas…eheemmm…
 
Nah, dengan semua alasan itu, terutama alasan corat-coret…* yang juga untuk menyalurkan energi yang berlebih *, saya butuh sarana buat mencorat-coret yang halal. Untuk itulah saya butuh papan tulis.
 
Jadi deeeh…kelas saya, di mana pun, baru lengkap kalau ada papan tulis, papan buat corat-coret. Di situlah nanti saya akan melampiaskan dan mengeluarkan isi hati, isi kepala, dan pengalaman apa saja yang tersimpan…yang tentunya relevan dengan tujuan pelatihan, dalam bentuk gambar, tulisan, bahkan hanya sekedar coretan tak berarti…
 
 
Ngomong-ngomong soal papan tulis. Rasanya sih, bukan hanya saya yang membutuhkan media tersebut. Semua guru di kelas, bahkan sekarang di kelas alam di luar ruang, membutuhkan papan tulis. Papan tulis ini, sesuai dengan namanya, memang diutamakan untuk menulis, plus menggambar. Yang ditulis tentu saja materi yang sedang diajarkan, atau terkadang hanya sekedar menulis : Tugas rumah ! alias : PR. Kerjakan halaman sekian sampai dengan halaman sekian…hihi…
 
Perkembangan bentuk dan bahan papan tulis ini juga mengikuti jaman. Duluuu…papan tulis ini terbuat dari papan yang dicat warna hitam, sehingga disebut juga blackboard. Untuk menuliskannya dipergunakan kapur tulis berbentuk batang. Urusan papan hitam dan kapur tulis ini punya banyak cerita di jaman sekolah dulu. Tapi itu nanti ya, kita bahas di belakang.
 
Belakangan, papan tulis dibuat dari bahan papan dengan lapisan formika putih, dan mempergunakan semacam spidol warna warni untuk menulis. Bahkan di beberapa perusahaan, papan tulis tidak lagi berbentuk papan, tapi dari lempengan kaca yang agak tebal, yang ditempelkan di dinding mirip hiasan. Jadi secara estetika memang lebih indah. Tidak kumuh dan sekedar seperti tempelan belaka.
 
Namun apa pun bahannya, yang paling utama dari kehadiran papan tulis ini adalah fungsinya. Bagi murid-murid, papan tulis bisa menjadi sumber informasi atau sumber pengetahuan yang diperlukan. Tetapi bisa juga menjadi area yang paling ditakuti.
 
Saya ingat, jaman SD sampai SMA, istilah ‘ maju ke papan tulis’, mirip dengan instruksi untuk menjalani hukum gantung atau hukum tembak. Bila ada tugas rumah atau PR, maka kecemasan yang pertama dibawa ke sekolah adalah pertanyaan, “ Bagaimana nanti kalau disuruh maju ke papan tulis !”
 
Hampir semua anak, yang ranking satu maupun yang tidak ada rankingnya, selalu cemas bila disuruh ke depan kelas, dan menuliskan sesuatu di papan tulis. Kita pasti akan ingat, guru-guru yang paling galak seantero sekolah, yang selalu memberi giliran tanpa pandang bulu kepada setiap murid di kelas. Wajah-wajah yang ketakutan, wajah-wajah yang sok cuek, wajah-wajah yang memelas biasanya akan menjadi sasaran utama untuk menjalani prosesi maju ke papan tulis…Saya sendiri, tidak urung, kalau disuruh ke papan tulis akan berkeringat dingin. Telapak tangan menjadi basah, dan jantung berdebar seratus kali lebih cepat dari biasa. Tidak jarang, mata menjadi berkunang-kunang. Sehingga tidak tahu lagi, mau menulis apa di papan tulis…hiiikss…
 
Bukan hanya itu. Kadang-kadang papan tulis juga menjadi area tempat hukuman.
 
Selain tempat untuk menulis tugas rumah, papan tulis dan sekitarnya juga menjadi wilayah untuk menghukum anak-anak yang tidak membuat tugas, anak-anak yang tidak disiplin, atau beberapa pelanggaran peraturan lainnya. Jaman saya SD, ketika sering dilakukan pemeriksaan rutin untuk kebersihan kuku, maka papan tulis adalah area paling ditakuti, karena bisa menjadi semacam etalase.
 
Saya sendiri pun tidak jarang termasuk ‘golongan orang-orang yang malang’…yang tertangkap tangan karena belum sempat menggunting kuku tangan dan kuku kaki…hiiikss…Namun, karena biasanya golongan ini termasuk golongan mayoritas di kelas, jadi deeeeh…kami merasa senasib sepenanggungan, dan menderita berjamaah. Memang malu juga sih dipajang karena kuku kaki dan tangan yang mirip tangan kucing…tapi kan malunya ditanggung bersama…hihihi...
 
 
Masih ada lagi. Sisi lain dari papan tulis.
 
Selain tempat menjalani prosesi hukum gantung , papan tulis adalah area kekuasan…hmmh…Bagaimana ceritanya ?
 
Coba saja perhatikan. Biasanya papan tulis yang sudah penuh coretan akan dihapus bila kita akan menggunakan ruang itu untuk menulis lagi. Nah, yang boleh menghapus papan tulis biasanya adalah anak-anak yang memiliki keistimewaan. Keistimewaan pertama adalah bagi ketua kelas ! Yang notabene dipilih karena mau disuruh-suruh, dan pandai pula menyuruh-nyuruh teman sekelasnya…hehe…
 
Dengan kewenangan yang dimilikinya, seorang ketua kelas akan membersihkan dan menghapus papan tulis. Lalu dengan gagah, kadang sambil cengar-cengir,  akan keluar kelas untuk membersihkan penghapus papan tulis yang biasanya penuh dengan bubuk kapur tulis. Kebolehan keluar kelas pada saat teman-teman sekelas dicekam ketakutan menghadapi guru, merupakan hak istimewa untuk ketua kelas, atau anak yang diistimewakan tadi.
 
Itu sebabnya juga, jabatan ketua kelas jaman SD sampai SMA dulu identik dengan hak istimewa untuk menghapus papan tulis…hahahaha….
 
 
Saya pikir, urusan papan tulis telah selesai ketika saya menerima ijazah SMA dan melanjutkan kuliah.
 
Yeaaah…ternyata tidak !
 
Ketika saya sudah bekerja, sebagian besar waktu saya juga dihabiskan di dekat-dekat papan tulis. Memang sekarang fungsinya tidak lagi sebagai area hukum gantung. Tetapi tetap saja…di dalam rapat atau pertemuan dengan unit kerja atau pun dengan pihak luar, kami menggunakan sarana papan tulis untuk menampilkan informasi yang akan disampaikan.
 
Papan tulis, terutama papan putih dan kadang papan beralas kertas, memang merupakan sarana penampilan informasi. Walaupun sekarang, sudah ada yang menggunakan tampilan elektronik, seperti infokus * maaf, ini bukan iklan*, atau slide projector * produk yang agak lama *, tapi tetap saja....urusan coret-mencoret itu diperlukan di depan kelas. Bagi orang yang agak kelebihan energi seperti saya, bergerak di depan papan tulis seperti sebuah hiburan tersendiri. Melampiaskan energi sekaligus berpikir sambil bergerak. Yaah, kalau penari sih menguasai panggung dengan tarian. Penyanyi menguasai panggung dengan lagu. Seorang trainer atau penyaji presentasi menguasi audiens dengan papan tulis...hehe...
 
Dan…lagi-lagi…di dunia kerja pun papan tulis bisa menjadi banyak fungsi. Selain berfungsi sebagai media presentasi untuk unjuk diri, di sisi lain juga seperti media tiang gantungan. Terutama bila kita akan presentasi di depan klien yang galak, atau di depan boss yang setengah dewa…hiiks…Berdiri di depan papan tulis, ditatap oleh sekian pasang mata tajam yang mirip dengan pedang terhunus, tidak jarang membuat keder para penyaji materi. Papan tulis pun dapat menjadi obyek pelampiasan…dicoret-coret…sana sini, agar tampilan presentasi kelihatan keren…Padahal tujuannya, untuk membuat audiens terkesan, dan bagi penyaji materi presentasi untuk meredakan ketegangan.
 
 
Menatap papan tulis di depan kelas, saya tersenyum. Lalu merenung.
 
Beruntung, kali ini saya mendapat dua papan tulis. Yang satu papan tulis elektronik berlatar putih yang bisa dicetak hasilnya. Dan satu lagi papan dengan alas kertas, yang siap untuk dicorat-coret.
 
Sungguh, papan tulis hanyalah sarana atau media. Tapi bayangkan kalau tidak ada papan tulis, yang hitam atau yang putih, bagaimana dulu kita dapat belajar ? Bagaimana dulu kita dapat berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru-guru kita ? Bagaimana dulu kita dapat memperoleh informasi yang begitu berharga dan menjadi modal awal pengetahuan kita tentang huruf “A, B, C, D hingga Z”?
 
Papan tulis di ruangan saya masih tegak dan diam membisu. Dia masih belum terisi oleh tulisan maupun coretan apa pun. Namun, dengan kehendak kita, maka ia dapat berisi informasi apa pun yang kita inginkan.
 
Seandainya kita dapat belajar dari papan tulis. Yang menerima hidup ini dari berbagai pihak. Yang menerima dan menyampaikan informasi kepada orang-orang yang membutuhkan. Yang dengan rendah hati, siap dicoret dan dihapus. Yang dengan rendah hati telah menjadi bagian dari kemajuan dan perkembangan dunia ini.
 
Semoga saja….
 
 
Jakarta, 14 Oktober 2011
 
Salam hangat,
 
 
Ietje S. Guntur
 
Special note :
 
Terima kasih kepada guru-guruku di SD, SMP dan SMA…yang membuat aku percaya diri menghadapi papan tulis yang kosong…dan juga kepada sebuah resto unik yang menuliskan menu-menunya di papan tulis, dengan tulisan yang lucu…Terima kasih telah menjadi inspirasi tulisan ini…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar