Oleh: Andre Vincent Wenas
  Natal, Sinterklaas (di Amerika jadi Santa Claus), pohon terang, tiga raja dari 
timur, dan lagu malam kudus adalah ikon-ikon tradisional bulan Desember. 
Peristiwa yang sejatinya religius-spiritual, saat ini, terasa semakin 
bermetamorfosis jadi komersial-global. Natal dan segala ikon derivatifnya telah 
menjadi industri yang bercorak lintas-batas (borderless), sebuah simfoni 
kapitalis bernada dasar D mayor (baca: Dollar!). 
   China, yang komunis (sistem politiknya) dan budhis/konghucu (corak  budayanya) dan sekaligus kapitalis (gaya perekonomiannya), telah  proaktif mengambil bagian sebagai pemasok pohon-pohon natal plastik  bermutu tinggi dan lampu kelap-kelip warna-warni (plus musiknya) yang  ditawarkan murah ke seantero bumi. Pasar pagi Mangga Dua di kawasan  utara Jakarta adalah salah satu noktah etalase industri Natal made in  China.
***
  Persisnya 1664 tahun yang lampau, di sebuah kota kecil Myra di kawasan 
Mediterania (pantai Lycia, Turki) seorang Uskup yang kondang karena kebaikan 
hatinya  baru saja wafat. Namanya Uskup Nicholas. Uskup yang gemar menolong  orang kesusahan ini kabarnya, seperti diceritakan W.B. Marsh & Bruce  Carrick dalam buku mereka ‘Great Stories from History, 365 for Everyday  of the Year’ (Icon Books UK, 2006, hlm:500-501), pernah membantu kakak  beradik putri yang ayahnya terlilit hutang dan karenanya nyaris  terjerumus dalam prostitusi. Caranya, dengan menjatuhkan beberapa  kantung uang emas lewat cerobong asap rumahnya, dan salah satu kantung  itu ada yang nyangkut di kaos kaki yang sedang digantung dekat perapian  supaya kering.
  Waktu Uskup baik hati ini wafat di tahun 343 M,  ia dimakamkan di Myra di mana kuburannya segera menjadi tempat suci.  Tidak jelas memang, apakah beliau akhirnya dikanonisasi (secara resmi  diangkat jadi orang kudus, Saint). Hikayat hanya menceritakan, karena  “popularitas” kesuciannya, beberapa pelaut Italia akhirnya memboyong  tulang-tulangnya ke kota Bari di pantai Adriatic, Italia. Di sanalah  akhirnya ia “menetap”, di tempat suci Basilika San Nicola, yang sengaja  dibangun untuk persemayamannya.
  Di abad pertengahan  (middle-ages), kultus tentang St.Nicholas semakin menyebar ke Eropa, di  mana ia digambarkan sebagai figur sejuk berjanggut penuh warna putih,  mengenakan jubah Uskup berwarna merah. Kultus ini dikabarkan sempat  meredup di Eropa jaman pertengahan, kecuali di Holland alias Belanda.
  Pada gilirannya tradisi kultus Saint Nicholas (yang oleh lidah orang Belanda 
digampangkan  sebutannya jadi Sinterklaas) di bawa pula saat mereka membuka Dunia  Baru (New World) dengan mengkolonisasi New Amsterdam (alias New York, di  Amerika) abad ke-17. 
  Di Dunia Baru itu, Sinterklaas bermetamorfosis menjadi Santa Claus, yang khas 
bercorak Amerika. Bukan lagi pakai jubah-repot, tapi berjaket dan celana 
panjang-praktis (tetap warna merah), dengan call-sign yang terkenal… Ho.. Ho.. 
Ho.. Hoooo… Pupuslah sudah wibawa seorang Uskup. Profil Santa Claus versi 
Amerika secara kasat mata lebih mirip pencinta bir yang sedang mabuk dan 
kepayang memboroskan harta-karunnya.
***
   Manusia memang butuh banyak simbol dalam meniti hidupnya yang singkat  ini. Tanpa simbol, penghayatan akan dunia jadi gagu dan kering seperti  di gurun 
pasir. Nyatalah bahwa simbol telah membuat dunia jadi bermakna.
  Panta rei, semua mengalir, kata Heraklitos. St.Nicholas mengalir jadi 
Sinterklaas, kemudian bermetamorfosa lagi jadi Santa Claus. Bukan cuma 
namanya, tapi juga kostum dan aksesorinya, berubah. Change is the only 
certain thing that never change!
  Natal beserta ikon derivatifnya nyata telah menjadi suatu industri global, 
mentradisi  dan tidak pandang latar belakang agama. Sesungguhnya – pada sisi yang  lain – masih ada banyak peristiwa dan simbol budaya bangsa yang juga  “bisa diindustrialisasikan” demi kemaslahatan bangsa. Hari raya,  kesenian, sejarah, tradisi bangsa/suku, karya seni tradisional,  situs-situs keindahan alam dan sejarah adalah sekelumit potensi – yang  dengan sedikit kecerdasan ditambah komitmen – bisa menjadi peluang  industrialisasi berskala global. Tapi jangan lupa urus hak patennya,  supaya tidak keburu diserobot tetangga! Tahun depan kita bisa lebih  baik. Selamat Natal 2007 dan Tahun Baru 2008.
-------------------------------------------------
(artikel dari Majalah MARKETING)
Selasa, 18 Oktober 2011  10:37
STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar