Oleh:  Dadang Kadarusman
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Kita  semua tahu bahwa hubungan antara atasan dengan bawahan sangat  menentukan keutuhan unit kerja dan efektivitas kepemimpinan. Maka  membangun hubungan yang baik dengan bawahan atau atasan merupakan  kondisi yang tidak bisa ditawar lagi. Masalahnya, ego sering mengungguli  semua pertimbangan akal sehat. Jadi, meski mengerti, kita sering tetap  terjebak dalam hubungan yang tidak sehat. Bagaimana seandainya Anda  mengalami hal ini? 
Chatting di blackberry sering  berisikan topik tentang ketidakpuasan bawahan kepada atasannya. Atau  kekesalan atasan kepada bawahannya. Bisa dibayangkan jika atasan merasa  tidak cocok dengan bawahannya, dan sebaliknya. Hampir bisa dipastikan  jika hubungan mereka cepat atau lambat akan berakibat pada memburuknya  kinerja yang dihasilkan. Itu jika hubungan yang buruk tidak segera  diperbaiki. Makanya, penting untuk segera mengupayakan perbaikan  hubungan. Khususnya jika Anda berperan sebagai atasan. Bagi Anda yang  tertarik menemani saya belajar memperbaiki hubungan dengan bawahan, saya  ajak memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini: 
1.      Yang butuh harus lebih proaktif.  Jika kita berada pada posisi ‘membutuhkan’, maka kitalah yang harus  lebih gigih mengusahakan pemulihan hubungan. Lho, kalau saya tidak  butuh, bagaimana? That’s your call. Tapi, apakah iya Anda tidak  membutuhkan orang lain? Sebagai atasan, Andalah yang lebih membutuhkan  baiknya hubungan dengan bawahan. Kalau Anda tidak bisa membangun  hubungan yang baik dengan bawahan, kinerja mereka bisa berantakan.  Bukankah kinerja Anda sangat dipengaruhi kinerja bawahan? Lantas, kalau  saya bawahan, bagaimana? Its your call juga. Tapi, sebagai bawahan,  Andalah yang lebih  membutuhkan terjalin baiknya hubungan dengan atasan. Kalau Anda tidak  bisa membangun hubungan yang baik dengan atasan, penilaian dan masa  depan karir Anda dipertaruhkan. Bukankah atasan Anda mempunyai  kewenangan yang lebih besar dari Anda? Makanya, fokus saja pada usaha  memperbaiki hubungan. Tanpa mempermasalahkan posisi dan jabatan.  
2.      Mawas diri atas semua tindakan.  Tidak  mudah untuk mengaku salah kepada orang lain. Meski hati kecil  menyadarinya kita sering merasa berat untuk menyatakannya. Apalagi jika  kita sendiri pun tidak menyadari telah melakukan kesalahan. Makanya,  dibutuhkan kebesaran hati untuk mawas diri atau mengevaluasi  jangan-jangan tindakan atau perlakuan kita kepada orang lain memang  belum tepat. Sama seperti halnya Anda yang sebal kepada orang yang  ngotot dengan kebenarannya sendiri, maka orang lain juga sebal jika kita  tidak mau mawas diri. Jadi, biasakanlah untuk mawas  diri supaya bisa memastikan bahwa kita sudah bersikap dan bertindak  secara tepat dalam hubungan yang sedang bermasalah itu.   
3.      Meminta maaf jika memang kita salah.  Menyadari kesalahan adalah sebuah tindakan yang besar. Namun, belum  cukup besar jika tidak didukung oleh kesediaan untuk meminta maaf.  Kesadaran itu baru akarnya, sedangkan keberanian untuk meminta maaf  adalah batangnya. Perdamaian adalah daunnya. Ketentraman adalah salah  satu buahnya. Tanpa permintaan maaf, kita tidak bisa mendapatkan  kebaikan yang kita harapkan. Bukan mohon maaf ketupat lebaran maksud  saya, melainkan maaf yang memang Anda lakukan secara khusus tepat pada  saat  Anda menyadarinya. Jangan menyepelekan kesalahan kepada bawahan, karena  boleh jadi apa yang kita lakukan 10 tahun lalu masih terasa segar dalam  ingatannya. Apalagi jika sekarang Anda masih bersama sang bawahan. Maka  meminta maaf bisa menjadi sarana untuk mencairkan suasana yang kaku.  Dan boleh jadi, kinerja team segera pulih kembali.
4.      Terus berinisiatif berbuat baik.  “Saya sudah berusaha memperbaiki hubungan, tapi bawahan saya tidak  menunjukkan itikad untuk memperbaiki dirinya juga.” Seperti halnya  unconditioned love, usaha memperbaiki hubungan dengan bawahan juga  membutuhkan ketulusan. Jika Anda melakukannya dengan harapan bawahan  Anda akan melakukan hal yang sama, maka Anda tidak berlebihan. Tapi,  jika Anda berhenti bersikap atau berbuat baik hanya karena bawahan Anda  tidak merespon balik dengan perilaku baik yang Anda harapkan, mungkin  Anda belum benar-benar tulus.  Tugas kita  bukanlah untuk menjadikan orang lain baik, melakinkan menghimbau dan  memberi keteladanan kepada mereka. Jika kita berhenti baik karena mereka  buruk, maka mereka tidak melihat alasan yang kuat untuk mengikuti  ajakan kita. Tapi, kalaupun mereka ngotot dengan keburukannya, maka  minimal; kita tidak terpancing untuk menjadi pribadi yang buruk juga.  So? Teruslah berinisiatif untuk berbuat baik.
5.      Berfokus kepada kinerja.  Hubungan dengan bawahan berbeda dengan hubungan yang terjalin dengan  orang yang tidak memiliki ikatan kerja. Maka apapun yang terjadi, sikap  profesional harus terus dijaga. Sekalipun bawahan Anda tidak merespon  pesan dan perilaku baik Anda selama ini, maka soal kinerja Anda tidak  bisa memberinya toleransi. Jika memang hubungan pribadi Anda sudah  menjadi sedemikian buruknya dengan bawahan, sudah tidak usah dipikirkan  terlalu panjang. Asal Anda bisa pastikan bahwa biang keburukan hubungan  itu bukan dari Anda sambil tetap membuka diri untuk berdamai. Tapi soal  kinerja? Maaf, itu  tidak boleh terganggu oleh masalah antara Anda dan bawahan Anda. Ada  SOP dan ada tuntutan kerja sesuai dengan kesepakatan dengan perusahaan.
Hubungan antara atasan dengan bawahan  tidak bisa dibangun hanya satu arah. Dua-duanya harus memiliki komitmen.  Tetapi bagaimanapun juga, Anda harus menjadi orang yang teguh memegang  komitmen untuk membangun hubungan baik itu. Jika Anda tetap gagal  mengajaknya untuk membangun komitmen yang sama, tugas Anda sudah tuntas.  Dan kewajiban Anda, sudah ditunaikan hingga lunas. 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman –  20 September 2011
Trainer “Natural Intelligence Leadership Training”  
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (jadwal terbit Oktober 2011)
Catatan Kaki:
Memimpin  bukan sekedar mencapai hasil, tetapi juga soal membangun hubungan. Jika  Anda memiliki kesediaan untuk selalu memperbaiki hubungan dengan orang  lain, maka Anda memang layak untuk menjadi seorang pemimpin.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahalanya Anda dapat secara penuh. 
Jika pertanyaan-pertanyaan Anda belum mendapatkan jawaban dari saya, silakan untuk mengeceknya di  Frequently Asked Question (FAQ) dalam website kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar