Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Orang-orang  yang sulit biasa disebut sebagai difficult people. Bagi seorang atasan,  menangani bawahan yang sulit merupakan sebuah tantangan tersendiri. Hal  ini bukan hanya bisa meruntuhkan wibawanya, tetapi sangat melelahkan  hati. Merusak reputasi, dan membikin frustrasi. Dalam banyak kasus,  orang yang dikira sulit itu tidak selalu benar-benar sulit. Melainkan  atasannya yang belum tahu bagaimana cara memimpinnya. Begitu menerapkan  cara memimpin yang tepat, mereka ’berubah’ menjadi orang-orang yang  sangat koperatif. Apakah Anda memiliki bawahan yang sulit? Ataukah  justru Anda adalah bawahan yang sulit bagi atasan Anda?
Kebanyakan  orang kegirangan ketika mendapatkan promisi jabatan. Tak jarang yang  kemudian ’makan hati’ saat menjalani hari-hari sulit dalam memimpin  orang. Bahkan tidak sedikit yang menutupi ketidakmampuannya dalam  memimpin orang lain dengan memberi label bawahannya sebagai orang sulit.  Secara objektif, memang ada orang-orang yang sangat sulit diatur hingga  tidak segan untuk melakukan pembangkangan. Mereka pada dasarnya  orang-orang yang tidak mau menerima kepemimpinan   atasannya. Namun secara sukyektif, tidak jarang juga ’kesulitan’ itu  ditimbulkan oleh ketidakmampuan atasan untuk menyesuaikan gaya  kepemimpinannya dengan sifat dan karakter bawahan.  Situasi serupa ini  bisa terjadi di perusahaan apapun dan dialami oleh pemimpin yang  manapun. Maka sebagai seorang pemimpin, kita perlu belajar mengatasinya.  Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mengatasi bawahan yang  sulit, saya ajak memulainya dengan mempraktekkan 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn) berikut ini:
1.      Perlihatkan kematangan. 
Salah  satu alasan klasik orang-orang sulit adalah menilai atasannya sebagai  orang yang tidak layak memimpin mereka. Apakah karena mereka merasa  lebih senior, atau lebih berpengalaman, atau sekedar merasa lebih berhak  mendapatkan jabatan itu. Makanya kalimat favorit mereka berbunyi;”Elu  kira elu itu siape?” Cara terbaik menghadapi mereka adalah dengan  memperlihatkan kematangan kita. Usia, masa kerja, dan pengalaman kita  boleh saja tidak lebih banyak dari mereka. Namun, kepemimpinan   bukanlah semata-mata ditentukan oleh hal-hal semacam itu. Ironisnya,  banyak atasan yang menghadapi tantangan seperti ini dengan menggunakan  kekuatan jabatan alias position power dengan prinsip ’Gua boss elu. Suka  atau tidak, elu musti nurut sama gua!” Efektifkah? Bisa ya, bisa tidak.  Tetapi saya memiliki keyakinan dan pengalaman bahwa kekuatan jabatan  itu bisa tidak selalu diandalkan. Malah sebaliknya bisa semakin  menimbulkan penolakan orang-orang sulit. Beda dengan kematangan. Cukup  banyak bukti yang menunjukkan bahwa bawahan yang awalnya sulit dan  menyepelekan atasannya, kemudian berubah menjadi respek kepadanya. Bukti  bahwa kematangan seseorang dalam memimpin mempunyai dampak langsung  kepada rasa hormat anak buahnya.
2.      Tunjukkan rasa hormat. 
Setiap  orang berhak untuk menunjukkan ekspresinya. Termasuk perasaannya  terhadap pemimpinnya. Anda tidak akan pernah bisa memaksa seseorang  menyukai Anda. Mengapa? Karena perasaan suka dan penghormatan adalah  bagian yang tidak bisa diintervensi oleh orang lain. Bukankah Anda juga  tidak dapat menghormati orang-orang yang menurut pendapat Anda layak  dihormati? Masalahnya, banyak atasan yang karena kedudukannya merasa  dirinya layak dihormati. Padahal, bukan hanya atasan yang layak  mendapatkan penghormatan. Bawahan juga memiliki hak yang sama. Maka  gagasannya adalah; bagaimana antara atasan dan bawahan bisa ‘saling  menghormati’. Siapa yang harus terlebih dahulu menunjukkan rasa hormat  itu jika demikian? Kita. Apalagi jika posisi Anda lebih tinggi dari  mereka. Maka Anda perlu memberi keteladan dengan terlebih dahulu memberi  rasa hormat kepada bawahan. Apakah ini tidak memancing mereka merasa  diatas angin lalu lebih melecehkan? Hey, tak seorang pun bisa melecehkan  orang yang memiliki kematangan dan rasa hormat. Pada akhirnya, mereka  akan menyadari jika sikap hormat Anda kepada mereka layak dibalas dengan  penghormatan yang sama.
3.      Berikan penyadaran. 
Banyak  sekali bawahan yang lupa bahwa sikap sulitnya hanya akan membuat  pekerjaan dan karir mereka semakin sulit. Mereka sering keliru mengira  bahwa kalau bisa melawan atasan berarti mereka adalah orang-orang yang  kuat.  Dalam banyak kasus, hal itu berhasil juga. Cukup banyak atasan  yang frustrasi karena bawahannya sehingga kepemimpinannya tidak efektif.  Dampaknya, team yang dipimpinnya tidak menghasilkan kinerja baik.  Walhasil, akhir tahun semuanya mendapatkan penilaian yang buruk. Bawahan  sulit sering mengira dia menang. Padahal dalam situasi seperti itu,  semua orang adalah pecundang. Atasannya loose, mereka sendiri juga  loose. Makanya, sebagai atasan Anda perlu memberi penyadaran kepada  bawahan yang sulit bahwa sikap buruknya hanya akan merugikan diri mereka  sendiri. Sebagai atasan, Anda memiliki kewajiban untuk memberi  penyadaran ini. Dan mereka berhak untuk mendapatkannya. Anda juga  memiliki kewenangan untuk menilai. Maka jika mereka ingin mendapatkan  penilaian yang baik, mereka harus memperlihatkan sikap dan kinerja yang  baik. Jika mereka ngotot bertindak sulit, maka itu pilihannya sendiri.  Jika sadar soal ini, Anda tidak akan ikut terpuruk. Sebab dari awal Anda  tahu harus melakukan apa.
4.      Tegakkan kedisiplinan. 
Sikap  dan perilaku seseorang sepenuhnya menjadi pilihan dia sendiri. Anda  hanya bisa melatihnya, membimbingnya, dan terus menerus mengingatkannya.  Namun, Anda tidak bisa memaksanya. Tapi tidak demikian dengan  kedisiplinan. Itu adalah hak perusahaan. Sedangkan karyawan wajib  memenuhinya. Oleh sebab itu, meski Anda wajib memberi ruang kepada  bawahan untuk menentukan sikapnya sendiri, namun soal kedisiplinan tidak  ada tawar menawar lagi. Ini bukan soal ego Anda, melainkan  tanggungjawab Anda dan mereka sendiri sebagai seorang profesional. Anda  tidak bisa menghukum seseorang hanya karena tidak mau bersikap ramah  kepada Anda. Namun Anda bisa menjatuhkan sanksi kepada bawahan yang  tidak disiplin. Dan soal kewenangan itu, merupakan bagian dari paket  amanah kepemimpinan yang Anda emban. Jika bawahan Anda tidak disiplin, perusahaan akan meminta Anda pertanggungjawaban. Maka dari awal kepemimpinan,  Anda harus mempunyai kesepekatan soal menegakkan kedisiplinan. Soal  menegakkan kedisiplinan ini bukanlah jalan satu arah. Artinya, Anda  sendiri harus disiplin. Jika Anda sendiri tidak disiplin, wajar kalau  anak buah Anda semakin melecehkan. Dan ketidakdisiplinan Anda itu  menunjukkan bahwa Anda, memang tidak layak menjadi pemimpin. Menegakkan  kedisiplinan berarti menjadikan diri sendiri dan orang-orang yang Anda  pimpin sama-sama berdisiplin.
5.      Tunjukkan keadilan. 
Guru kehidupan saya mengatakan  bahwa diantara orang-orang yang paling disayang Tuhan dihari  perhitungan amal adalah pemimpin yang adil. Bukan pemimpin yang salesnya  paling tinggi atau yang bonusnya paling banyak. Mengapa? Karena  keadilan itu bukan soal yang gampang untuk diterapkan. Jika Anda merasa  bawahan Anda tidak sopan, hati Anda berbisik;’tahu rasa nanti lu ya!’.  Padahal boleh jadi kinerjanya justru paling baik. Namun karena Anda  lebih suka pada bawahan yang ABS maka penilaian Anda tetap buruk.  Penilaian juga dipengaruhi banyak faktor subyektif lainnya. Bahkan ada  juga pemimpin yang mengancam bawahan untuk melakukan hal-hal yang tidak  relevan dengan pekerjaan. Jika tidak? Hmmh, tahu sendiri akibatnya.  Jabatan tinggi itu dekat sekali dengan penindasan dan  kesewenang-wenangan. Keadilan Anda itu menimbulkan rasa hormat bawahan.  Termasuk orang-orang yang Anda anggap paling sulit. Maka sikap adil,  sangat dihargai oleh bumi dan dijunjung tinggi oleh langit. Secara  pribadi, Anda boleh tidak suka atau tidak cocok dengan bawahan Anda.  Namun soal keadilan, Anda tidak memiliki hak untuk mempermainkannya.  Mengapa? Karena keadilan adalah amanah yang dititipkan Tuhan kepada  setiap orang yang menyandang gelar sebagai pemimpin.
Memimpin  manusia itu berbeda dengan menggembalakan domba-domba. Anda cukup  menggiring mereka kepadang rumput yang subur, lalu membawanya pulang ke  kandang setelah mereka kenyang. Manusia, setiap individunya mempunyai  kehendak yang berbeda-beda. Bukan sekedar perut belaka. Bahkan diantara  mereka ada yang menginginkan kursi kita. Maka tentu pendekatannya jauh  berbeda. Saya dulu pernah menjadi gembala domba. Saya juga pernah dan  sedang mengemban amanah untuk memimpin manusia. Kedua pengalaman nyata  itu membuat saya semakin sadar bahwa manusia bukanlah domba. Manusia  adalah mahluk yang setara dengan kita. Makanya, mereka menuntut  perlakuan yang bermartabat dan rasa hormat dari atasannya. Saat martabat  dan rasa hormat itu mereka dapat, maka mereka tidak lagi berselera  untuk menjadi bawahan yang sulit.
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman - Deka –  30 September 2011
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (jadwal terbit Oktober 2011)
Catatan Kaki:
Bawahan  yang kita kira sulit mungkin sebenarnya bukan orang yang sulit.  Melainkan orang yang belum kita fahami, bagaimana cara mengatasinya.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar