Senin, 17 Oktober 2011

Nyanyi Rindu Pohon Randu

Oleh:  Ietje Sri Umiyati Guntur

Dear Allz….
 
Hehehe…belum menyapa, saya sudah nyengir duluan…Kebiasaan yang sulit dihilangkan niiih….Aaaah, mau Tanya-tanya dulu aja , ya : Apa kabar semua teman dan sahabatku ?
 
Semogaaaa…di hari baik dan bulan baik ini, semua teman dan sahabatku dalam keadaan yang sehat-sehat dan ceria. Sehat dan ceria itu kan artinya sehat lahir batin. Tidak hanya sehat di luar, sehat fisiknya, hatinya juga riang gembira….Kata para ahli, hati yang gembira membuat kita sehat dan awet muda. Percaya khaaan ? Jadi memang sebaiknya, kita berusaha untuk selalu gembira…paling tidak ya, tersenyumlah kepada saya…J
 
Eeeeh, lama juga ya kita nggak ngobrol-ngobrol ? Seminggu…dua minggu…waaah, hampir sebulan saya tidak mengudara. Nggak usah pakai maklum-maklum deh…sudah ketahuan alasannya…hehehe. Alasan si kaki seribu yang suka pergi kemana saja…mengikuti arah angin…Hmmh…asalkan arah anginnya tetap terarah, tidak asal jalan dan asal terbang kian kemari…Seperti serat pohon randu yang diterbangkan angin…
 
Ahaaaa….mumpung ngomong tentang serat pohon…eh, maksud saya serat buah randu. Sudah pernah tahu ? Itu lhooo…si kapuk yang jadi teman tidur kita, pengisi bantal dan pengantar ke alam mimpi. Si kapuk randu ini punya banyak cerita, yang barangkali terlewatkan oleh kita. Kali ini, boleh saya sampaikan cerita tentang sebatang pohon randu ?
 
Kalau boleh….mariiiiiii…kita duduk-duduk dulu…santai dulu…sambil menunggu waktu bergulir. Sambil menunggu akhir pekan yang sudah di depan mata. Beginilah ceritanya….hehe…
 
Selamat menikmati…semoga berkenan….
 
 
Jakarta, 29 September 2011
Salam hangat,
 
 
Ietje S. Guntur
 
 
♥♥♥
 
NYANYI  RINDU  POHON  RANDU…
 
Saya sedang berlibur. Eeeh…tepatnya sedang bertugas, sambil menikmati suasana…Mirip liburan.  Biasa begitu…sambil menyelam minum air…hehe…  Menikmati kebersamaan dengan sahabat-sahabat saya.  Sambil menjalankan tugas, kami pun dapat bersantai menikmati suasana dari atas bukit. Maklum tempatnya juga asyik untuk berlibur. Namanya Bukit Randu, di Lampung.
 
Sesuai dengan namanya, lokasi tempat saya dan sahabat-sahabat saya menginap memang merupakan kawasan yang banyak pohon randu. Pohon yang tinggi menjulang, dengan buah-buah yang bergantung seperti lampu hias berwarna kehijauan. Di bulan Agustus seperti ini, pohon randu atau dikenal juga dengan sebutan pohon kapuk, memang sedang musim buah. Tapi berbeda dengan pohon lain yang enak dimakan buahnya, justru pohon randu ini lebih bermanfaat serat buahnya untuk pengisi kasur dan bantal.
 
Entah kenapa, setiap kali melihat pohon randu, dengan buah-buahnya yang rapi berjejer di dahan dan rantingnya, saya selalu merasa terharu.  Pohon yang tampak kokoh, tidak banyak berhias daun. Sekilas  tampak gersang, namun selalu dipenuhi dengan buah yang bermanfaat. Angan saya pun melayang…melewati lembah dan bukit…melewati puncak bukit Randu yang temaram di dalam pelukan malam….
 
 
 
Ingat pohon randu, saya jadi ingat ketika pertama kali melihat buah randu pecah dan seratnya bertebaran seperti salju. Sebagai anak yang dibesarkan di Sumatra saya nyaris tidak pernah memperhatikan kehadiran pohon randu  di sekitar saya. Maklum, di Sumatra terlalu sering musim hujan, sehingga buah kapuk selalu tampak hijau, tapi tidak menarik untuk dipetik. Bagi saya, dan sebagian besar anak-anak pada masa itu, pohon yang menarik adalah pohon yang bisa dipanjat dan dipetik buahnya. Pohon randu ? Apanya yang mau dipanjat ? Buah apanya yang mau dipetik ?
 
Ketika liburan sekolah saat masih SD, kami berkunjung ke kampung halaman ayah saya di Jawa . Saat itu bulan Agustus, dan sedang terik-teriknya cuaca di sebagian besar pulau Jawa. Saya melihat ada sebatang pohon  yang tinggi sekali. Dan tiba-tiba ketika angin bertiup, buahnya seperti meledak…lalu serat kapuk itu bertaburan.  “ Itu pohon randu. Pohon kapuk ! Yang isinya untuk bantal di rumah,” kata ibu saya menjelaskan, melihat saya terheran-heran.
 
Betul. Saat itu saya  hanya terpana. Kagum. Belum pernah saya melihat pohon kapuk yang berbuah dan pecah seperti ini . Dalam hitungan detik, saya tersadar. Terbakar oleh kegembiraan. Lalu bersama dengan anak-anak kecil lainnya, kami berlarian mengejar serat-serat kapuk yang beterbangan kian kemari . Rasanya sangat senang ketika serat kapuk mendekat, lalu ketika hampir mencapai ketinggian yang terjangkau, ditiup lagi dengan sekuat tenaga….Serat kapuk  akan terbang lagi semakin tinggi…dan kami tidak bosan mengejarnya sampai kelelahan sendiri…hehehe…
 
Begitulah…masa libur saya di Jawa, dan di sudut-sudut kota Jakarta yang kala itu masih mirip dengan kampung besar  hampir setiap hari saya isi bersama teman-teman sebaya, sambil berkejar-kejaran dengan kapuk yang beterbangan. Saat itu juga saya baru tahu, bahwa kapuk yang setiap malam menemani saya tidur di dalam buntalan kasur dan bantal serta guling berasal dari buah pohon randu.
 
 
Memang kapuk, atau randu yang nama kerennya Ceiba pentandra adalah bahan utama pengisi kasur atau tilam untuk tidur. Kapuk ini memang tanaman tropis, dan berasal dari Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Karibia. Mungkin kedatangannya ke Indonesia juga berkat perjalanan para penjelajah samudra, yang kemudian mengembangkannya di Nusantara.
 
Seratnya yang empuk dan dapat menahan berat tubuh serta mengalirkan udara di antara tumpukan seratnya membuat kapuk menjadi pilihan utama yang cukup aman dan nyaman dibandingkan dengan bahan sintetis. Kapuk ini dapat bertahan cukup lama sebelum dia menjadi dingin atau mengeras. Biasanya, untuk membuat kasur dan bantal kapuk menjadi empuk dan gembur, maka kita harus sering menjemurnya di bawah sorotan panas matahari. Setelah kapuk di dalam buntalan atau sarung kasur menjadi kering, maka udara akan mengalir lagi di sela-selanya, dan kasur pun empuk kembali.
 
Jadi ingat juga niiiiih….duluuuu banget, jaman saya SMP dan SMA, tugas menjemur kasur setiap minggu adalah tugas saya. Kadang dibantu oleh salah seorang adik saya. Entah karena saya kelebihan tenaga, atau karena memang jatah anak sulung…( hahaha)…ayah saya selalu menyuruh saya mengangkut kasur kapuk itu untuk dijejer di halaman dan dijemur. Lalu…sambil menunggu kapuk mengering, maka  kami akan memeriksa celah-celah jahitan buntelan atau sarung kasur. Biasanya di situ suka bersarang kepinding atau tumbila, yang mirip kutu, dan kadang iseng menggigiti manusia.
 
Sambil menjemur  kami juga harus menebah-nebah kasur. Dipukuli dengan tebah terbuat dari jalinan rotan yang mirip dengan raket bulutangkis. Tujuannya agar debu yang melekat dan segala mahluk penghuni kasur akan pergi…hehe…Selain itu tentu agar kasur menjadi empuk. Memang…setelah dijemur dan dipukuli, malamnya saya akan tidur lebih nyenyak. Dengan kasur lembut dan hangat. Dan tentu saja…dengan mimpi yang lebih berwarna…hmh….
 
Dipikir-pikir, lucu juga yaaaa…rekreasi hari libur kok menjemur dan memukuli kasur kapuk…hahahaha…
 
 
Ngomong-ngomong tentang pohon randu , memang sekilas pohon ini biasa saja. Bukan pohon idaman produktif yang bisa diambil kayunya , semisal pohon jati atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk rumah dan perabotan lainnya . Atau seperti pohon beringin  rindang yang sering menjadi tempat berteduh.
 
Pohon randu yang nyaris gersang, dan berdaun agak jarang, membuat dia hanya ditanam untuk dipanen sekali setahun. Sebagai pengisi kasur dan bahan pelapis lainnya. Baru belakangan, setelah diketahui manfaatnya, dia mulai ditanam secara komersial dan menjadi komoditi andalan untuk meningkatkan ekonomi. Di beberapa daerah di Jawa, kapuk merupakan salah satu penyumbang ekonomi bagi perkembangan daerah. Sehingga namanya pun dikenal sebagai kapuk Jawa.
 
Khusus di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, para petani sering memanfaatkan siklus pohon randu sebagai penanda musim. Yaitu musim tanam dan musim panen. Biasanya di bulan-bulan Januari-Maret pohon randu akan mulai berdaun hijau, karena dia banyak menyerap air dari musim hujan. Para petani yang mengamatinya akan  mulai bercocok tanam, terutama padi mengikuti siklus daun pohon randu ini.
 
Dan ketika pohon randu mulai merontokkan daun-daunnya, saat buahnya mulai matang, maka pada saat itulah petani akan memanen hasil sawahnya. Musim panen biasanya dilakukan pada bulan Juli sampai September atau awal Oktober,  pada saat kemarau,  di mana matahari sedang memancar dengan teriknya .
 
Berabad-abad kebiasaan mengikuti siklus randu ini membuat para petani di Jawa juga menanam pohon randu di halaman rumahnya, atau di tegalan sawahnya. Bahkan hingga saat ini, ketika musim sudah berubah-ubah, dan jenis padi yang ditanam tidak membutuhkan waktu panjang, para petani masih bersahabat dengan pohon randu. Unik juga, ya…
 
 
Bertahun kemudian, selama tinggal di Jakarta, saya masih suka mengamati pohon randu. Memang sekarang jumlahnya tidak sebanyak bertahun-tahun lalu. Pohon randu dan banyak pohon lainnya harus berebut tempat dengan perumahan penduduk. Tapi seringkali, di sela-sela rumah yang berhimpitan, tampak sebatang pohon randu menjulang, dan sesekali melepaskan serat kapuknya yang mirip salju. Dan di antara ranting-rantingnya biasanya burung-burung akan berkicau riang, sambil mematuk ulat-ulat pohon randu yang konon cukup lezat cita rasanya…
 
Ahaaa…Barangkali juga, karena bentuknya yang gersang itu, pohon randu atau kapuk justru banyak member ilham bagi seniman. Banyak puisi dan lagu yang menceritakan tentang pohon randu ini. Kadang-kadang sisi jiwa seni saya pun tergerak melihat pohon randu. Entah mengapa, kegersangan pohon randu terkadang membuat hati tergelitik. Seperti melihat seseorang yang sedang kesepian di tengah keramaian. Aaachh…romantis sekali…
 
Itu sebabnya juga saya sering merasa sedih bila melihat pohon randu ditebang tanpa alasan yang jelas. Mungkin dia memang tidak produktif. Tapi saya yakin burung-burung masih suka bertengger dan bernyanyi di dahannya sambil mematuk-matuk ulat yang menjadi makanannya.
 
Seperti saat ini, ketika melihat sebatang pohon randu di Jakarta Selatan, yang ditebang dengan semena-mena. Hati saya rasanya teriris. Ingat burung-burung yang bernyanyi riang. Ingat petani yang mengandalkan siklus randu untuk penanda musim , ingat keceriaan masa kanak-kanak ketika berlarian mengejar serat-serat buahnya…oooh…
 
Menatap pohon randu yang telah rebah, hati saya pun tergugah. Usia perjalanannya memang telah usai. Tapi selama dia berdiri gagah di sana, dia telah memberikan kehidupan banyak sekali kepada mahluk lain di sekitarnya. Bahkan ketika dia telah menjadi potongan kayu-kayu kecil, ia masih kuat untuk dibuat pagar atau bahan bakar untuk masak.
 
Saya termenung. Sebatang pohon randu yang biasa-biasa saja telah memberi hidupnya dengan banyak manfaat. Sekarang…apa yang sudah kita berikan kepada kehidupan ini ? Apakah kita sudah memberikan kegembiraan kepada lingkungan kita ? Apakah kita sudah menjadi panutan bagi sekitar kita ? Apakah kita cukup kuat untuk menjadi pelindung dan pagar bagi orang yang kita sayangi dan kita cintai ???...

Aaaah…semoga saja…Ada ilmu yang dapat kita pelajari dari sebatang pohon randu yang bernyanyi rindu…
 
 
Jakarta, 29 September 2011
 
Salam hangat,
 
 
Ietje S. Guntur
 
 
Special note :
Terima kasih untuk sahabat perjalananku…mb Irma dan Mey…Ingat saat yang lucu di Bukit Randu, ya….hehehehe…sangat inspiratif…J…Terima kasih juga untuk sebatang pohon randu di Senayan, yang menjadi inspirasi tulisan ini…
 Kamis, 29 September 2011   19:18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar