Dear Allz….
Hehehe…belum  menyapa, saya sudah nyengir duluan…Kebiasaan yang sulit dihilangkan  niiih….Aaaah, mau Tanya-tanya dulu aja , ya : Apa kabar semua teman dan  sahabatku ?
Semogaaaa…di hari baik dan bulan baik  ini, semua teman dan sahabatku dalam keadaan yang sehat-sehat dan ceria.  Sehat dan ceria itu kan artinya sehat lahir batin. Tidak hanya sehat di  luar, sehat fisiknya, hatinya juga riang gembira….Kata para ahli, hati  yang gembira membuat kita sehat dan awet muda. Percaya khaaan ? Jadi  memang sebaiknya, kita berusaha untuk selalu gembira…paling tidak ya,  tersenyumlah kepada saya…J
Eeeeh, lama juga ya  kita nggak ngobrol-ngobrol ? Seminggu…dua minggu…waaah, hampir sebulan  saya tidak mengudara. Nggak usah pakai maklum-maklum deh…sudah ketahuan  alasannya…hehehe. Alasan si kaki seribu yang suka pergi kemana  saja…mengikuti arah angin…Hmmh…asalkan arah anginnya tetap terarah,  tidak asal jalan dan asal terbang kian kemari…Seperti serat pohon randu  yang diterbangkan angin…
Ahaaaa….mumpung ngomong  tentang serat pohon…eh, maksud saya serat buah randu. Sudah pernah tahu ?  Itu lhooo…si kapuk yang jadi teman tidur kita, pengisi bantal dan  pengantar ke alam mimpi. Si kapuk randu ini punya banyak cerita, yang  barangkali terlewatkan oleh kita. Kali ini, boleh saya sampaikan cerita  tentang sebatang pohon randu ?
Kalau  boleh….mariiiiiii…kita duduk-duduk dulu…santai dulu…sambil menunggu  waktu bergulir. Sambil menunggu akhir pekan yang sudah di depan mata.  Beginilah ceritanya….hehe…
Selamat menikmati…semoga berkenan….
Jakarta, 29 September 2011
Salam hangat,
Ietje S. Guntur
♥♥♥
NYANYI  RINDU  POHON  RANDU…
Saya  sedang berlibur. Eeeh…tepatnya sedang bertugas, sambil menikmati  suasana…Mirip liburan.  Biasa begitu…sambil menyelam minum air…hehe…   Menikmati kebersamaan dengan sahabat-sahabat saya.  Sambil menjalankan  tugas, kami pun dapat bersantai menikmati suasana dari atas bukit.  Maklum tempatnya juga asyik untuk berlibur. Namanya Bukit Randu, di  Lampung.
Sesuai dengan namanya, lokasi tempat saya  dan sahabat-sahabat saya menginap memang merupakan kawasan yang banyak  pohon randu. Pohon yang tinggi menjulang, dengan buah-buah yang  bergantung seperti lampu hias berwarna kehijauan. Di bulan Agustus  seperti ini, pohon randu atau dikenal juga dengan sebutan pohon kapuk,  memang sedang musim buah. Tapi berbeda dengan pohon lain yang enak  dimakan buahnya, justru pohon randu ini lebih bermanfaat serat buahnya  untuk pengisi kasur dan bantal.
Entah kenapa,  setiap kali melihat pohon randu, dengan buah-buahnya yang rapi berjejer  di dahan dan rantingnya, saya selalu merasa terharu.  Pohon yang tampak  kokoh, tidak banyak berhias daun. Sekilas  tampak gersang, namun selalu  dipenuhi dengan buah yang bermanfaat. Angan saya pun melayang…melewati  lembah dan bukit…melewati puncak bukit Randu yang temaram di dalam  pelukan malam….
♥
Ingat  pohon randu, saya jadi ingat ketika pertama kali melihat buah randu  pecah dan seratnya bertebaran seperti salju. Sebagai anak yang  dibesarkan di Sumatra saya nyaris tidak pernah memperhatikan kehadiran  pohon randu  di sekitar saya. Maklum, di Sumatra terlalu sering musim  hujan, sehingga buah kapuk selalu tampak hijau, tapi tidak menarik untuk  dipetik. Bagi saya, dan sebagian besar anak-anak pada masa itu, pohon  yang menarik adalah pohon yang bisa dipanjat dan dipetik buahnya. Pohon  randu ? Apanya yang mau dipanjat ? Buah apanya yang mau dipetik ?
Ketika  liburan sekolah saat masih SD, kami berkunjung ke kampung halaman ayah  saya di Jawa . Saat itu bulan Agustus, dan sedang terik-teriknya cuaca  di sebagian besar pulau Jawa. Saya melihat ada sebatang pohon  yang  tinggi sekali. Dan tiba-tiba ketika angin bertiup, buahnya seperti  meledak…lalu serat kapuk itu bertaburan.  “ Itu pohon randu. Pohon kapuk  ! Yang isinya untuk bantal di rumah,” kata ibu saya menjelaskan,  melihat saya terheran-heran.
Betul. Saat itu saya   hanya terpana. Kagum. Belum pernah saya melihat pohon kapuk yang  berbuah dan pecah seperti ini . Dalam hitungan detik, saya tersadar.  Terbakar oleh kegembiraan. Lalu bersama dengan anak-anak kecil lainnya,  kami berlarian mengejar serat-serat kapuk yang beterbangan kian kemari .  Rasanya sangat senang ketika serat kapuk mendekat, lalu ketika hampir  mencapai ketinggian yang terjangkau, ditiup lagi dengan sekuat  tenaga….Serat kapuk  akan terbang lagi semakin tinggi…dan kami tidak  bosan mengejarnya sampai kelelahan sendiri…hehehe…
Begitulah…masa  libur saya di Jawa, dan di sudut-sudut kota Jakarta yang kala itu masih  mirip dengan kampung besar  hampir setiap hari saya isi bersama  teman-teman sebaya, sambil berkejar-kejaran dengan kapuk yang  beterbangan. Saat itu juga saya baru tahu, bahwa kapuk yang setiap malam  menemani saya tidur di dalam buntalan kasur dan bantal serta guling  berasal dari buah pohon randu.
♥
Memang kapuk, atau randu yang nama kerennya Ceiba pentandra  adalah bahan utama pengisi kasur atau tilam untuk tidur. Kapuk ini  memang tanaman tropis, dan berasal dari Amerika Selatan, Amerika Tengah  dan Karibia. Mungkin kedatangannya ke Indonesia juga berkat perjalanan  para penjelajah samudra, yang kemudian mengembangkannya di Nusantara.
Seratnya  yang empuk dan dapat menahan berat tubuh serta mengalirkan udara di  antara tumpukan seratnya membuat kapuk menjadi pilihan utama yang cukup  aman dan nyaman dibandingkan dengan bahan sintetis. Kapuk ini dapat  bertahan cukup lama sebelum dia menjadi dingin atau mengeras. Biasanya,  untuk membuat kasur dan bantal kapuk menjadi empuk dan gembur, maka kita  harus sering menjemurnya di bawah sorotan panas matahari. Setelah kapuk  di dalam buntalan atau sarung kasur menjadi kering, maka udara akan  mengalir lagi di sela-selanya, dan kasur pun empuk kembali.
Jadi  ingat juga niiiiih….duluuuu banget, jaman saya SMP dan SMA, tugas  menjemur kasur setiap minggu adalah tugas saya. Kadang dibantu oleh  salah seorang adik saya. Entah karena saya kelebihan tenaga, atau karena  memang jatah anak sulung…( hahaha)…ayah saya selalu menyuruh saya  mengangkut kasur kapuk itu untuk dijejer di halaman dan dijemur.  Lalu…sambil menunggu kapuk mengering, maka  kami akan memeriksa  celah-celah jahitan buntelan atau sarung kasur. Biasanya di situ suka  bersarang kepinding atau tumbila, yang mirip kutu, dan kadang iseng  menggigiti manusia.
Sambil menjemur  kami juga  harus menebah-nebah kasur. Dipukuli dengan tebah terbuat dari jalinan  rotan yang mirip dengan raket bulutangkis. Tujuannya agar debu yang  melekat dan segala mahluk penghuni kasur akan pergi…hehe…Selain itu  tentu agar kasur menjadi empuk. Memang…setelah dijemur dan dipukuli,  malamnya saya akan tidur lebih nyenyak. Dengan kasur lembut dan hangat.  Dan tentu saja…dengan mimpi yang lebih berwarna…hmh….
Dipikir-pikir, lucu juga yaaaa…rekreasi hari libur kok menjemur dan memukuli kasur kapuk…hahahaha…
♥
Ngomong-ngomong  tentang pohon randu , memang sekilas pohon ini biasa saja. Bukan pohon  idaman produktif yang bisa diambil kayunya , semisal pohon jati atau  kayu yang dapat dimanfaatkan untuk rumah dan perabotan lainnya . Atau  seperti pohon beringin  rindang yang sering menjadi tempat berteduh.
Pohon  randu yang nyaris gersang, dan berdaun agak jarang, membuat dia hanya  ditanam untuk dipanen sekali setahun. Sebagai pengisi kasur dan bahan  pelapis lainnya. Baru belakangan, setelah diketahui manfaatnya, dia  mulai ditanam secara komersial dan menjadi komoditi andalan untuk  meningkatkan ekonomi. Di beberapa daerah di Jawa, kapuk merupakan salah  satu penyumbang ekonomi bagi perkembangan daerah. Sehingga namanya pun  dikenal sebagai kapuk Jawa.
Khusus di daerah Jawa  Tengah dan Jawa Timur, para petani sering memanfaatkan siklus pohon  randu sebagai penanda musim. Yaitu musim tanam dan musim panen. Biasanya  di bulan-bulan Januari-Maret pohon randu akan mulai berdaun hijau,  karena dia banyak menyerap air dari musim hujan. Para petani yang  mengamatinya akan  mulai bercocok tanam, terutama padi mengikuti siklus  daun pohon randu ini.
Dan ketika pohon randu mulai  merontokkan daun-daunnya, saat buahnya mulai matang, maka pada saat  itulah petani akan memanen hasil sawahnya. Musim panen biasanya  dilakukan pada bulan Juli sampai September atau awal Oktober,  pada saat  kemarau,  di mana matahari sedang memancar dengan teriknya .
Berabad-abad  kebiasaan mengikuti siklus randu ini membuat para petani di Jawa juga  menanam pohon randu di halaman rumahnya, atau di tegalan sawahnya.  Bahkan hingga saat ini, ketika musim sudah berubah-ubah, dan jenis padi  yang ditanam tidak membutuhkan waktu panjang, para petani masih  bersahabat dengan pohon randu. Unik juga, ya…
♥
Bertahun  kemudian, selama tinggal di Jakarta, saya masih suka mengamati pohon  randu. Memang sekarang jumlahnya tidak sebanyak bertahun-tahun lalu.  Pohon randu dan banyak pohon lainnya harus berebut tempat dengan  perumahan penduduk. Tapi seringkali, di sela-sela rumah yang  berhimpitan, tampak sebatang pohon randu menjulang, dan sesekali  melepaskan serat kapuknya yang mirip salju. Dan di antara  ranting-rantingnya biasanya burung-burung akan berkicau riang, sambil  mematuk ulat-ulat pohon randu yang konon cukup lezat cita rasanya…
Ahaaa…Barangkali  juga, karena bentuknya yang gersang itu, pohon randu atau kapuk justru  banyak member ilham bagi seniman. Banyak puisi dan lagu yang  menceritakan tentang pohon randu ini. Kadang-kadang sisi jiwa seni saya  pun tergerak melihat pohon randu. Entah mengapa, kegersangan pohon randu  terkadang membuat hati tergelitik. Seperti melihat seseorang yang  sedang kesepian di tengah keramaian. Aaachh…romantis sekali…
Itu  sebabnya juga saya sering merasa sedih bila melihat pohon randu  ditebang tanpa alasan yang jelas. Mungkin dia memang tidak produktif.  Tapi saya yakin burung-burung masih suka bertengger dan bernyanyi di  dahannya sambil mematuk-matuk ulat yang menjadi makanannya.
Seperti  saat ini, ketika melihat sebatang pohon randu di Jakarta Selatan, yang  ditebang dengan semena-mena. Hati saya rasanya teriris. Ingat  burung-burung yang bernyanyi riang. Ingat petani yang mengandalkan  siklus randu untuk penanda musim , ingat keceriaan masa kanak-kanak  ketika berlarian mengejar serat-serat buahnya…oooh…
Menatap  pohon randu yang telah rebah, hati saya pun tergugah. Usia  perjalanannya memang telah usai. Tapi selama dia berdiri gagah di sana,  dia telah memberikan kehidupan banyak sekali kepada mahluk lain di  sekitarnya. Bahkan ketika dia telah menjadi potongan kayu-kayu kecil, ia  masih kuat untuk dibuat pagar atau bahan bakar untuk masak.
Saya  termenung. Sebatang pohon randu yang biasa-biasa saja telah memberi  hidupnya dengan banyak manfaat. Sekarang…apa yang sudah kita berikan  kepada kehidupan ini ? Apakah kita sudah memberikan kegembiraan kepada  lingkungan kita ? Apakah kita sudah menjadi panutan bagi sekitar kita ?  Apakah kita cukup kuat untuk menjadi pelindung dan pagar bagi orang yang  kita sayangi dan kita cintai ???...
Aaaah…semoga saja…Ada ilmu yang dapat kita pelajari dari sebatang pohon randu yang bernyanyi rindu…
Jakarta, 29 September 2011
Salam hangat,
Ietje S. Guntur
Special note :
Terima  kasih untuk sahabat perjalananku…mb Irma dan Mey…Ingat saat yang lucu  di Bukit Randu, ya….hehehehe…sangat inspiratif…J…Terima kasih juga untuk  sebatang pohon randu di Senayan, yang menjadi inspirasi tulisan ini…
 Kamis, 29 September 2011   19:18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar