Oleh:  Ietje Sri Umiyati Guntur
Dear Allz….
Selamat  pagiiiiii…selamat siaaaang…selamat soreee…Selamat untuk semua teman dan  sahabatku…di mana pun berada. Semoga semua sehat-sehat, ya…
Sekarang  sudah mulai memasuki masa pancaroba. Akhir musim kemarau, dan di  beberapa daerah awal musim hujan. Biasanya sih, pada saat pergantian  musim ini bila kondisi badan kita kurang fit, maka kita mudah jatuh  sakit. Nah…itu sebabnya kita perlu waspada, dan menambah porsi makan  dengan vitamin dan buah-buahan.
Beruntunglah kita  yang tinggal di Indonesia, di daerah tropis, yang sepanjang tahun ada  musim buah tertentu. Dan sekarang,  sedang musim buah-buahan yang lezat  cita rasanya. Musim mangga. Buah yang sarat dengan vitamin C , yang  dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta menangkal penyakit flu. Saya  paling doyan mangga, yang manis maupun yang asam kecut. Membayangkannya  saja saya sudah mengeluarkan air liur…hehehe…membayangkan rujak mangga  yang segar dan pedas…wooow..sedap sekali…
Naaah,  mumpung lagi musim mangga, jadi kita ngobrol tentang buah mangga ini  saja, yaaa…Sebetulnya saya sudah lamaaa banget pengen cerita tentang  mangga. Bahkan mangga ini nyaris menjadi obsesi di kepala saya. Apalagi  kalau melihat mangga di halaman rumah saya, yang hanya berbuah sebiji  doang…hehe…rasanya gemes dan penasaran…
Oke  deeeh…sambil beristirahat…sambil beraktivitas…kita seling sedikit dengan  cerita mangga…ssshhhppp…ceessss…ceess…. Selamat menikmati…semoga  berkenan….
Jakarta, 13 Oktober 2011
Salam  hangat,
Ietje S. Guntur
NB :  
Cerita  mangga ini juga aku persembahkan untuk Ma tersayang, yang seyogyanya  berulangtahun hari ini…Walaupun beliau  sudah tiada, tetapi semangatnaya  serta cintanya, bahkan melalui sebuah mangga tetap menyala di  hatiku…Semoga beliau mendapat tempat di sisiNya…I love U, Ma…
♥♥♥
BILA  MUSIM  MANGGA  TIBA...
Hari  Senin. Pagi-pagi. Saya sedang dalam perjalanan ke kantor.  Biasaaaaaa….kalau hari Senin, hati lebih banyak deg-degan dibandingkan  hari lainnya. Banyak orang yang terburu-buru dan ingin lekas tiba di  tujuan. Dan akibatnya, tidak dapat dihindari, antrian kendaraan yang  menyebabkan kemacetan. Tidak terkecuali di pemukiman, di kompleks  perumahan tempat tinggal saya.
Kompleks yang dulu  terkenal dengan jargon ‘hidup nyaman di alam segar’, kini sudah nyaris  tinggal kenangan. Ada sih satu dua pepohonan dan secuil taman  lingkungan. Tetapi di beberapa ruas jalan, sudah berubah fungsi. Dari  perumahan, menjadi tempat berdagang dan berjualan segala macam. Termasuk  berdagang buah-buahan. Halaaah….
Di setiap musim  buah, maka kompleks pemukiman saya pun berubah, menjadi semacam pasar  buah. Seperti pada bulan Ramadhan, di beberapa penjuru jalan, banyak  yang berjualan buah blewah dan timun suri. Dan sekarang, di awal bulan  Oktober, datang musim baru. Musim buah mangga !
Inilah  yang menjadi pemandangan tambahan sepanjang perjalanan. Dari pada  jengkel melihat para pengendara saling serobot di jalan, biasanya saya  meluangkan pandangan ke kiri kanan jalan. Lihat kiri kanan, kulihat  saja…hehehe…seperti lagu ‘Naik-naik ke puncak gunung’. Tapi sekarang di  sini, kulihat buah-buahan…menggunung di sisi jalan. Dan saat ini, buah  mangga menjadi primadonanya. Wooowww…. !!!
Mangga  berbagai jenis, warna dan ukuran berjejer di pinggir jalan. Harganya  mulai dari lima ribu rupiah sekilo, jenis dermayu dan Probolinggo,  hingga yang agak mahal yaitu mangga gedong gincu dari Cirebon bisa  mencapai duabelas atau lima belas ribu rupiah. Kadang-kadang ada juga  mangga golek, tapi itu sudah menjadi buah yang langka. Dan kalau mau  lebih murah, ada pasar semacam pasar induk yang tidak jauh dari  kompleks. Harganya sangat miring. Terutama bila kita membeli di Bandar  buahnya, pada saat buah-buahan tersebut baru dibongkar dari truk  pengangkutnya….hehehe…Serius niiih…!
♥
Ngomong-ngomong tentang mangga, tidak bisa kita pisahkan dari cerita kenakalan masa kecil dulu…hehehe…
Kayaknya  sih, tidak ada ‘anak gaul’ jaman dulu yang tidak memiliki pengalaman  dengan mangga tetangga…hihiiii…Iya. Jaman dulu, ketika halaman atau  pekarangan setiap rumah cukup luas untuk ditanami pohon buah-buahan,  maka pohon mangga merupakan salah satu tanaman favorit yang hampir ada  di setiap rumah. Jenisnya pun tergantung dari daerah masing-masing. Ada  mangga yang besar dan manis, ada mangga yang asam dan penuh serat, dan  ada mangga yang berbentuk lonjong seperti pepaya.
Biasanya  keluarga yang tidak memiliki pohon mangga di halaman rumahnya akan  membeli mangga di pasar atau di penjual buah-buahan. Akan tetapi namanya  anak-anak, walaupun sudah disediakan buah mangga di rumahnya, tetap  saja mangga tetangga terasa lebih nikmat dan lezat. Apalagi kalau  memetiknya tanpa ijin yang empunya… hahaha…..Entah kenapa, mangga curian  memang lebih enak ! Hikks…
Saya sendiri…* ngaku  nih *…termasuk pengintai mangga di rumah tetangga juga. Bersama dengan  kawan-kawan sepermainan, kami biasanya mengincar mangga di halaman rumah  orang yang buahnya banyak. Anehnya, kami lebih suka mangga yang  kecil-kecil dan asam kecut dibandingkan dengan mangga manis. Mangga asam  kecut ini kami makan dengan cocolan garam dan kadang cabe rawit. Atau,  kalau dalam keadaan darurat , ya langsung saja digerogoti setelah  dipetik. Tapi kami harus hati-hati, karena kadang-kadang pinggiran bibir  bisa luka terkena getah mangga yang masih muda. Namun…rasa sakit karena  getah mangga kalah nikmat dengan rasa mangga yang asam kecut tidak  karuan itu…hihihiii…
Ibu saya sampai bosan  menasehati saya, agar tidak lagi mengambil mangga di rumah tetangga.  Mungkin beliau bosan melihat kaki dan tangan saya yang lecet dan  beset-beset kena gesekan dahan pohon mangga ketika memanjat dan turun  tergesa-gesa. Mungkin juga beliau kesal melihat baju saya yang tidak  jarang sobek di sana sini karena tersangkut ranting pohon mangga. Tapi  apa mau dikata…memanjat itu enak ! Terlebih kalau di ujungnya ada hasil  sebuah mangga yang segar…wkwkwkkkk..
♥
Cerita  tentang mangga, yang nama kerennya adalah Mangivera Indica, atau  disebut juga Mango, tidak berhenti hingga mangga di rumah tetangga saja.
Konon  mangga ini berasal dari India dan perbatasan Burma ( sekarang Myanmar).  Dari situ, sejak 1500 tahun lalu pohon mangga ini menyebar ke seluruh  Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Cambodia,  Vietnam, dan juga ke China. Tidak heran bila pada saat ini penghasil  mangga nomor satu di dunia masih didominasi oleh India, disusul kemudian  oleh China , Mexico dan Thailand. Indonesia sendiri baru berada di  posisi ke enam…hiikss…Jadi tidak usah heran, bila di mancanegara kita  melihat buah mangga di pasar buah atau di pasar swalayan, itu adalah  produk dari Negara tetangga kita . Mangga dari Indonesia belum menjadi  primadona di pasar internasional. Bahkan di pasar domestik pun buah  mangga kita kadang kalah pamor dibandingkan dengan buah-buahan  impor…huaaaaa…..!!!
Memang, buah mangga di  Indonesia masih menjadi buah pekarangan. Hanya sebagai tanaman hiasan di  halaman rumah. Baru beberapa daerah yang menjadikan mangga sebagai  pilar ekonomi yang menjanjikan. Seperti misalnya daerah Probolinggo di  Jawa Timur, daerah Cirebon dan Kadipaten di Jawa Barat, dan beberapa  daerah di Sumatra.  Buah mangga dari daerah-daerah inilah yang kemudian  memenuhi pasar lokal dan domestik, membanjiri pasar buah di pulau Jawa,  termasuk di kompleks perumahan tempat tinggal saya.
Saya  jadi ingat, pohon mangga di rumah kami. Ketika masih di Sumatra, pohon  mangga di halaman rumah hanya pohon mangga biasa, yang rasanya seperti  ubi, penuh serat. Pernah juga di rumah dinas ayah saya, ada pohon kweni  yang besarnya seperti pohon beringin. Tinggi dan besaaaaarr sekali.  Tidak bisa dipanjat. Selain tinggi dan besar, semutnya juga segede-gede  gaban, ganas dan kalau menggigit terasa panas. Jadi kami hanya menunggu  buahnya jatuh, atau sesekali dibandreng dan disinggat pakai galah  penjolok.
Belakangan, ketika ayah saya sudah  pensiun dan  menikmati hari tua di kota Padang, beliau memelihara mangga  di halaman rumah. Buahnya besar-besar dan manis. Setiap musim buah,  antara bulan Oktober hingga bulan Desember, pohon itu seperti pabrik  buah. Tidak pernah berhenti berbuah, dengan rasa yang tidak berubah  sejak awal musim panen hingga akhir musim. Ibu saya selalu membagikan  mangga ini kepada tetangga kiri kanan, bahkan hingga teman dan sahabat  yang jauh pun selalu dikirimi mangga hasil dari halaman rumah sendiri.
Ada  cerita lucu dan mengharukan tentang pohon mangga kami di Padang ini.  Ibu saya begitu bangga dengan pohon mangga dan buahnya ini. Maka suatu  ketika, saat mangga ini sedang panen raya, beliau berkeinginan untuk  mengirimkannya kepada kami, anak-anaknya yang berada di Pulau Jawa. Jadi  deh, ketika saya sedang berlibur ke Padang , ibu saya memisahkan banyak  buah mangga untuk dikirim kepada adik-adik saya.
Dikemas  di dalam kardus bekas mie instan, beberapa kilo buah mangga dari  halaman rumah kami bawa ke jasa pengiriman barang. Saya dan ibu  masing-masing membawa dua kardus, untuk adik-adik saya yang tinggal  berbeda kota. Sambil termehek-mehek dan terhuyung-huyung membawa beban  yang berat, saya bilang ke ibu saya ,” Ma, kenapa sih mesti dikirim ke  mereka ? Kan mereka bisa datang sendiri ke sini ? Beratnya ini minta  ampun. Barangkali ini semua ada sepuluh kilo .”
Dengan  tangkas dan manis ibu saya menjawab ,” Kalau menunggu adik-adikmu  datang, nanti buahnya sudah habis. Biar adik-adikmu juga merasakan  enaknya mangga yang ditanam papa .”
Huaa…hiks  hiks…saya jadi terharu. Segitu sayangnya ibu kepada anak-anaknya. Sampai  mangga pun tetap harus dibagi rata untuk semua. Memang mangga itu  adalah mangga kenangan dari ayah saya, yang pada saat itu sudah  meninggal beberapa waktu sebelumnya. Mangga itu menjadi semacam prasasti  di halaman rumah kami. Dan anehnya, setelah ibu saya meninggal beberapa  tahun kemudian, pohon mangga itu pun meranggas. Kering. Dan sekarang  hanya tinggal tunggul batangnya saja.
♥
Hmmmh…seru juga ya, cerita tentang mangga. Begitulah. Melihat jejeran penjaja buah mangga di pinggir jalan, saya merenung.
Yeaaah…selain  membawa kenangan yang lucu dan sedih, mangga juga sebetulnya bisa  ditingkatkan nilainya dengan pengolahan yang lebih lanjut lagi. Mangga  tidak hanya sedap disantap sebagai rujak atau minuman jus. Mangga dapat  diolah menjadi asinan, manisan kering, selai, sirup dan masih banyak  lagi.
Konon daun mangga pun bermanfaat untuk  menurunkan kadar gula darah bagi penderita penyakit diabetes karena  dapat menurunkan gejala hiperglisemia.
Tak  hanya itu fungsi dan kegunaan mangga.  Di beberapa Negara di Asia  bagian selatan mangga memiliki nilai-nilai kultural yang tinggi.
Di Filipina, buah ini merupakan simbol nasional. Dan di dalam kitab suci Weda agama Hindu, mangga dianggap sebagai “hidangan para dewa”. Daun-daun mangga kerap digunakan secara ritual dalam dekorasi upacara perkawinan atau keagamaan Hindu.
Mangga  memang menjadi bagian dari kehidupan kita. Mewarnai masa kanak-kanak  dengan kegembiraan. Mewarnai masa dewasa sebagai santapan yang lezat dan  penuh vitamin untuk kesehatan. Bahkan mewarnai budaya kita sebagai  bagian dari perjalanan hidup yang panjang.
Seandainya saja kita bisa belajar dari sebuah mangga…
Jakarta, 10 Oktober 2011
Salam hangat,
Ietje S. Guntur
Special note :
Terima  kasih untuk Ma dan Pa tercinta , yang telah mengajarkan cinta dan kasih  sayang melalui mangga di halaman rumah. Terima kasih juga untuk  sahabat-sahabat masa kecil yang bersama-sama berburu mangga di rumah  tetangga…Anton, Ana, Tiar, Donti, Pendi, Agus, Len, Al, As, Dorlen, Yul,  Chick…dan sahabat-sahabat di Padang Sidempuan, Tanjung Balai dan  Pematang Siantar…kalian membuat masa kanak-kanakku sangat indah dan  berwarna…manis dan asam yang luar biasa….Love U allz…
♥♥♥Kamis, 13 Oktober 2011 14:24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar