Jumat, 21 Oktober 2011

Bila Musim Mangga Tiba

Oleh:  Ietje Sri Umiyati Guntur

Dear Allz….
 
Selamat pagiiiiii…selamat siaaaang…selamat soreee…Selamat untuk semua teman dan sahabatku…di mana pun berada. Semoga semua sehat-sehat, ya…
 
Sekarang sudah mulai memasuki masa pancaroba. Akhir musim kemarau, dan di beberapa daerah awal musim hujan. Biasanya sih, pada saat pergantian musim ini bila kondisi badan kita kurang fit, maka kita mudah jatuh sakit. Nah…itu sebabnya kita perlu waspada, dan menambah porsi makan dengan vitamin dan buah-buahan.
 
Beruntunglah kita yang tinggal di Indonesia, di daerah tropis, yang sepanjang tahun ada musim buah tertentu. Dan sekarang,  sedang musim buah-buahan yang lezat cita rasanya. Musim mangga. Buah yang sarat dengan vitamin C , yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta menangkal penyakit flu. Saya paling doyan mangga, yang manis maupun yang asam kecut. Membayangkannya saja saya sudah mengeluarkan air liur…hehehe…membayangkan rujak mangga yang segar dan pedas…wooow..sedap sekali…
 
Naaah, mumpung lagi musim mangga, jadi kita ngobrol tentang buah mangga ini saja, yaaa…Sebetulnya saya sudah lamaaa banget pengen cerita tentang mangga. Bahkan mangga ini nyaris menjadi obsesi di kepala saya. Apalagi kalau melihat mangga di halaman rumah saya, yang hanya berbuah sebiji doang…hehe…rasanya gemes dan penasaran…
 
Oke deeeh…sambil beristirahat…sambil beraktivitas…kita seling sedikit dengan cerita mangga…ssshhhppp…ceessss…ceess…. Selamat menikmati…semoga berkenan….
 
 
Jakarta, 13 Oktober 2011
 
Salam  hangat,
 
 
Ietje S. Guntur
 
NB :  
Cerita mangga ini juga aku persembahkan untuk Ma tersayang, yang seyogyanya berulangtahun hari ini…Walaupun beliau  sudah tiada, tetapi semangatnaya serta cintanya, bahkan melalui sebuah mangga tetap menyala di hatiku…Semoga beliau mendapat tempat di sisiNya…I love U, Ma…
 
♥♥♥
 
 
BILA  MUSIM  MANGGA  TIBA...
 
 
Hari Senin. Pagi-pagi. Saya sedang dalam perjalanan ke kantor. Biasaaaaaa….kalau hari Senin, hati lebih banyak deg-degan dibandingkan hari lainnya. Banyak orang yang terburu-buru dan ingin lekas tiba di tujuan. Dan akibatnya, tidak dapat dihindari, antrian kendaraan yang menyebabkan kemacetan. Tidak terkecuali di pemukiman, di kompleks perumahan tempat tinggal saya.
 
Kompleks yang dulu terkenal dengan jargon ‘hidup nyaman di alam segar’, kini sudah nyaris tinggal kenangan. Ada sih satu dua pepohonan dan secuil taman lingkungan. Tetapi di beberapa ruas jalan, sudah berubah fungsi. Dari perumahan, menjadi tempat berdagang dan berjualan segala macam. Termasuk berdagang buah-buahan. Halaaah….
 
Di setiap musim buah, maka kompleks pemukiman saya pun berubah, menjadi semacam pasar buah. Seperti pada bulan Ramadhan, di beberapa penjuru jalan, banyak yang berjualan buah blewah dan timun suri. Dan sekarang, di awal bulan Oktober, datang musim baru. Musim buah mangga !
 
Inilah yang menjadi pemandangan tambahan sepanjang perjalanan. Dari pada jengkel melihat para pengendara saling serobot di jalan, biasanya saya meluangkan pandangan ke kiri kanan jalan. Lihat kiri kanan, kulihat saja…hehehe…seperti lagu ‘Naik-naik ke puncak gunung’. Tapi sekarang di sini, kulihat buah-buahan…menggunung di sisi jalan. Dan saat ini, buah mangga menjadi primadonanya. Wooowww…. !!!
 
Mangga berbagai jenis, warna dan ukuran berjejer di pinggir jalan. Harganya mulai dari lima ribu rupiah sekilo, jenis dermayu dan Probolinggo, hingga yang agak mahal yaitu mangga gedong gincu dari Cirebon bisa mencapai duabelas atau lima belas ribu rupiah. Kadang-kadang ada juga mangga golek, tapi itu sudah menjadi buah yang langka. Dan kalau mau lebih murah, ada pasar semacam pasar induk yang tidak jauh dari kompleks. Harganya sangat miring. Terutama bila kita membeli di Bandar buahnya, pada saat buah-buahan tersebut baru dibongkar dari truk pengangkutnya….hehehe…Serius niiih…!
 
 
Ngomong-ngomong tentang mangga, tidak bisa kita pisahkan dari cerita kenakalan masa kecil dulu…hehehe…
 
Kayaknya sih, tidak ada ‘anak gaul’ jaman dulu yang tidak memiliki pengalaman dengan mangga tetangga…hihiiii…Iya. Jaman dulu, ketika halaman atau pekarangan setiap rumah cukup luas untuk ditanami pohon buah-buahan, maka pohon mangga merupakan salah satu tanaman favorit yang hampir ada di setiap rumah. Jenisnya pun tergantung dari daerah masing-masing. Ada mangga yang besar dan manis, ada mangga yang asam dan penuh serat, dan ada mangga yang berbentuk lonjong seperti pepaya.
 
Biasanya keluarga yang tidak memiliki pohon mangga di halaman rumahnya akan membeli mangga di pasar atau di penjual buah-buahan. Akan tetapi namanya anak-anak, walaupun sudah disediakan buah mangga di rumahnya, tetap saja mangga tetangga terasa lebih nikmat dan lezat. Apalagi kalau memetiknya tanpa ijin yang empunya… hahaha…..Entah kenapa, mangga curian memang lebih enak ! Hikks…
 
Saya sendiri…* ngaku nih *…termasuk pengintai mangga di rumah tetangga juga. Bersama dengan kawan-kawan sepermainan, kami biasanya mengincar mangga di halaman rumah orang yang buahnya banyak. Anehnya, kami lebih suka mangga yang kecil-kecil dan asam kecut dibandingkan dengan mangga manis. Mangga asam kecut ini kami makan dengan cocolan garam dan kadang cabe rawit. Atau, kalau dalam keadaan darurat , ya langsung saja digerogoti setelah dipetik. Tapi kami harus hati-hati, karena kadang-kadang pinggiran bibir bisa luka terkena getah mangga yang masih muda. Namun…rasa sakit karena getah mangga kalah nikmat dengan rasa mangga yang asam kecut tidak karuan itu…hihihiii…
 
Ibu saya sampai bosan menasehati saya, agar tidak lagi mengambil mangga di rumah tetangga. Mungkin beliau bosan melihat kaki dan tangan saya yang lecet dan beset-beset kena gesekan dahan pohon mangga ketika memanjat dan turun tergesa-gesa. Mungkin juga beliau kesal melihat baju saya yang tidak jarang sobek di sana sini karena tersangkut ranting pohon mangga. Tapi apa mau dikata…memanjat itu enak ! Terlebih kalau di ujungnya ada hasil sebuah mangga yang segar…wkwkwkkkk..
 
 
Cerita tentang mangga, yang nama kerennya adalah Mangivera Indica, atau disebut juga Mango, tidak berhenti hingga mangga di rumah tetangga saja.
 
Konon mangga ini berasal dari India dan perbatasan Burma ( sekarang Myanmar). Dari situ, sejak 1500 tahun lalu pohon mangga ini menyebar ke seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Cambodia, Vietnam, dan juga ke China. Tidak heran bila pada saat ini penghasil mangga nomor satu di dunia masih didominasi oleh India, disusul kemudian oleh China , Mexico dan Thailand. Indonesia sendiri baru berada di posisi ke enam…hiikss…Jadi tidak usah heran, bila di mancanegara kita melihat buah mangga di pasar buah atau di pasar swalayan, itu adalah produk dari Negara tetangga kita . Mangga dari Indonesia belum menjadi primadona di pasar internasional. Bahkan di pasar domestik pun buah mangga kita kadang kalah pamor dibandingkan dengan buah-buahan impor…huaaaaa…..!!!
 
Memang, buah mangga di Indonesia masih menjadi buah pekarangan. Hanya sebagai tanaman hiasan di halaman rumah. Baru beberapa daerah yang menjadikan mangga sebagai pilar ekonomi yang menjanjikan. Seperti misalnya daerah Probolinggo di Jawa Timur, daerah Cirebon dan Kadipaten di Jawa Barat, dan beberapa daerah di Sumatra.  Buah mangga dari daerah-daerah inilah yang kemudian memenuhi pasar lokal dan domestik, membanjiri pasar buah di pulau Jawa, termasuk di kompleks perumahan tempat tinggal saya.
 
Saya jadi ingat, pohon mangga di rumah kami. Ketika masih di Sumatra, pohon mangga di halaman rumah hanya pohon mangga biasa, yang rasanya seperti ubi, penuh serat. Pernah juga di rumah dinas ayah saya, ada pohon kweni yang besarnya seperti pohon beringin. Tinggi dan besaaaaarr sekali. Tidak bisa dipanjat. Selain tinggi dan besar, semutnya juga segede-gede gaban, ganas dan kalau menggigit terasa panas. Jadi kami hanya menunggu buahnya jatuh, atau sesekali dibandreng dan disinggat pakai galah penjolok.
 
Belakangan, ketika ayah saya sudah pensiun dan  menikmati hari tua di kota Padang, beliau memelihara mangga di halaman rumah. Buahnya besar-besar dan manis. Setiap musim buah, antara bulan Oktober hingga bulan Desember, pohon itu seperti pabrik buah. Tidak pernah berhenti berbuah, dengan rasa yang tidak berubah sejak awal musim panen hingga akhir musim. Ibu saya selalu membagikan mangga ini kepada tetangga kiri kanan, bahkan hingga teman dan sahabat yang jauh pun selalu dikirimi mangga hasil dari halaman rumah sendiri.
 
Ada cerita lucu dan mengharukan tentang pohon mangga kami di Padang ini. Ibu saya begitu bangga dengan pohon mangga dan buahnya ini. Maka suatu ketika, saat mangga ini sedang panen raya, beliau berkeinginan untuk mengirimkannya kepada kami, anak-anaknya yang berada di Pulau Jawa. Jadi deh, ketika saya sedang berlibur ke Padang , ibu saya memisahkan banyak buah mangga untuk dikirim kepada adik-adik saya.
 
Dikemas di dalam kardus bekas mie instan, beberapa kilo buah mangga dari halaman rumah kami bawa ke jasa pengiriman barang. Saya dan ibu masing-masing membawa dua kardus, untuk adik-adik saya yang tinggal berbeda kota. Sambil termehek-mehek dan terhuyung-huyung membawa beban yang berat, saya bilang ke ibu saya ,” Ma, kenapa sih mesti dikirim ke mereka ? Kan mereka bisa datang sendiri ke sini ? Beratnya ini minta ampun. Barangkali ini semua ada sepuluh kilo .”
 
Dengan tangkas dan manis ibu saya menjawab ,” Kalau menunggu adik-adikmu datang, nanti buahnya sudah habis. Biar adik-adikmu juga merasakan enaknya mangga yang ditanam papa .”
 
Huaa…hiks hiks…saya jadi terharu. Segitu sayangnya ibu kepada anak-anaknya. Sampai mangga pun tetap harus dibagi rata untuk semua. Memang mangga itu adalah mangga kenangan dari ayah saya, yang pada saat itu sudah meninggal beberapa waktu sebelumnya. Mangga itu menjadi semacam prasasti di halaman rumah kami. Dan anehnya, setelah ibu saya meninggal beberapa tahun kemudian, pohon mangga itu pun meranggas. Kering. Dan sekarang hanya tinggal tunggul batangnya saja.
 
 
Hmmmh…seru juga ya, cerita tentang mangga. Begitulah. Melihat jejeran penjaja buah mangga di pinggir jalan, saya merenung.
 
Yeaaah…selain membawa kenangan yang lucu dan sedih, mangga juga sebetulnya bisa ditingkatkan nilainya dengan pengolahan yang lebih lanjut lagi. Mangga tidak hanya sedap disantap sebagai rujak atau minuman jus. Mangga dapat diolah menjadi asinan, manisan kering, selai, sirup dan masih banyak lagi.
 
Konon daun mangga pun bermanfaat untuk menurunkan kadar gula darah bagi penderita penyakit diabetes karena dapat menurunkan gejala hiperglisemia.
 
Tak hanya itu fungsi dan kegunaan mangga.  Di beberapa Negara di Asia bagian selatan mangga memiliki nilai-nilai kultural yang tinggi.
Di Filipina, buah ini merupakan simbol nasional. Dan di dalam kitab suci Weda agama Hindu, mangga dianggap sebagai “hidangan para dewa”. Daun-daun mangga kerap digunakan secara ritual dalam dekorasi upacara perkawinan atau keagamaan Hindu.
Mangga memang menjadi bagian dari kehidupan kita. Mewarnai masa kanak-kanak dengan kegembiraan. Mewarnai masa dewasa sebagai santapan yang lezat dan penuh vitamin untuk kesehatan. Bahkan mewarnai budaya kita sebagai bagian dari perjalanan hidup yang panjang.
Seandainya saja kita bisa belajar dari sebuah mangga…
 
Jakarta, 10 Oktober 2011
Salam hangat,
 
Ietje S. Guntur
 
Special note :
Terima kasih untuk Ma dan Pa tercinta , yang telah mengajarkan cinta dan kasih sayang melalui mangga di halaman rumah. Terima kasih juga untuk sahabat-sahabat masa kecil yang bersama-sama berburu mangga di rumah tetangga…Anton, Ana, Tiar, Donti, Pendi, Agus, Len, Al, As, Dorlen, Yul, Chick…dan sahabat-sahabat di Padang Sidempuan, Tanjung Balai dan Pematang Siantar…kalian membuat masa kanak-kanakku sangat indah dan berwarna…manis dan asam yang luar biasa….Love U allz…
♥♥♥

Kamis, 13 Oktober 2011  14:24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar