Jumat, 21 Oktober 2011

Membuang Sampah Pikiran

By; Rahmadsyah Mind-Therapist

Bijaklah dalam bersikap, termasuk pikiranmu. 

#NasehatDiri
 
Sampah dimana-mana
Apakah ada tumpukan sampah di rumah Anda? Di tempat Anda bekerja? Di raung kerja Anda? Apakah Anda melihat sampah bertumpukkan? Apa yang Anda alami saat melihat sampah berada di sekitar Anda? Dalam seminggu, berapa kali Anda membuang sampah, entah makanan atau kantong kresek jajanan anak Anda?

Sampah memang ada dimana-mana. Tapi, saya menyadari, bahwa tempat sampah bukan di mana-mana. Karena, ia ada tempat khusus, wadah yang telah saya persiapkan. Kalau di rumah, ada keranjang kecil, setelah dia penuh, saya memasukkan sampah tersebut kedalam plastik lebih besar. Setelah itu, saya meletakkan ia di bak sampah di luar rumah. Anda juga kan?

Reaksi terhadap sampah
Saya yakin. Bagi Anda dan saya yang bekerja bukan sebagai pemulung atau pembersih lingkungan. Bila sekililing kita ada sampah, reaksi kita adalah mengutip, mengumpulkan, membuang atau menyimpan sampah tersebut di tempat yang telah tersedia. Bila tidak, maka tindakan untuk berpindah tempat, menjadi alternatif keputusan Anda. Iyakan? (Menghindar dari sampah)

Sampah pikiran
Saya tidak sedang mengajak Anda menbicarakan tentang manfaat atau kebalikannya. Tetapi, ingin membangun kesadaran diri, reaksi saya terhadap sampah. Bila sampah terdapat di luar diri saya, maka reaksinya seperti saya sebutkan di atas (menghindar).

Namun, bagaimana dengan sampah yang ada di dalam diri saya? Yang setiap hari, setiap saat, setiap waktu. Entah saya sedang makan, menonton TV, baca buku, kumpul dengan kawan-kawan di Cafe, kekamar mandi, ke mana saja dan di mana saja berada. Saya selalu membawanya. Yang saya maksud, bukan sampah makanan yang diolah perut kita. Tetapi sampah pikiran.

Apakah pikiran kita memiliki sampah? Entah lah. Bila Anda meminta kepada saya untuk memberi contoh, yang mana sampah pikiran dan yang mana emas? Saya tidak bisa membedakannya. Karena, semuanya berasal dari tempat yang tak tau persis terciptanya. Namun yang jelas, itu merupakan suatu rangkaian yang terjadi di dalam otak kita.

Dampak tumpukan sampah
Sama hal nya dengan sampah yang ada di rumah atau tempat Anda dan saya berada. Apabila sudah terlalu bertumpuk, di sirami hujan, terbakar matahari. Efek dari makanan basi dalam tumpukan tersebut, melepaskan bau yang tak sedap di penciuman kita. Jadi solusinya adalah segera kita membuangnya atau memisahkannya dengan sampah yang memungkin untuk kita daur ulang kembali (memanfaatkannya).

Sampah pikiran kitapun juga demikian. Lama-lama bila tidak kita buang, atau kita tidak mengolahnya segera, maka itu akan berdampak kepada emosi, dan akhirnya pada perilaku. Bahkan, sudah kita ketahui bersama, banyak penyakit fisik itu diasbabkan oleh pikiran.

Dan bukankah menciptakan kebersihan dan keindahan itu merupakan tanda-tanda keimanan. Lantas, apakah itu sudah menjadi karakter pada dirimu? 
#NasehatDiri

Menyadari kata-kata
Seperti yang telah saya sampaikan. Saya ingin membangun kesadaran diri saya terhadap sampah pikiran milik saya. Sekali lagi, Anda tentu akan bertanya. Bagaimana saya bisa mengenalinya? Hemmm, ternyata mudah mengenalinya. Yaitu dengan cara menyadari setiap perkataan yang kita ucapkan, baik terdengar oleh telinga kita, atau kata-kata yang terucap di dalam diri kita. (Pendengaran di dalam / internal dialogue). Sudahkah Anda mengenali sampah pikiran Anda?

Setelah menyadari, kemudian?
Langkah selanjutnya adalah saya memilah-milah, apa saja sampah yang masih bisa saya olah, yang tepat saya biarkan saja, jenis sampah yang cocok di kubur, lebih pantas di bakar, atau mungkin cukup saya membersihkannya saja. Sehingga, saya bisa memanfaatkan sampah yang masih produktif. Sementara  sampah yang tidak produktif, dengan nyaman untuk saya buang, musnahkan, atau abaikan dari pikiran saya.

Mari kita menyadari pikiran kita seutuhnya. Sehingga, kita bisa memilah, apa saja yang memberdayakan dan kurang manfaat bagi diri kita.

Ciganjur, 26 september 2011 

NB; Sampah pikiran bagi saya adalah pikiran-pikiran yang kurang memberdayakan diri saya.
Rahmadsyah Mind-Therapist

Selasa,  11 Oktober 2011  08:10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar