Bijaklah dalam bersikap, termasuk pikiranmu.
#NasehatDiri
Sampah dimana-mana
Apakah  ada tumpukan sampah di rumah Anda? Di tempat Anda bekerja? Di raung  kerja Anda? Apakah Anda melihat sampah bertumpukkan? Apa yang Anda alami  saat melihat sampah berada di sekitar Anda? Dalam seminggu, berapa kali  Anda membuang sampah, entah makanan atau kantong kresek jajanan anak  Anda?
Sampah  memang ada dimana-mana. Tapi, saya menyadari, bahwa tempat sampah bukan  di mana-mana. Karena, ia ada tempat khusus, wadah yang telah saya  persiapkan. Kalau di rumah, ada keranjang kecil, setelah dia penuh, saya  memasukkan sampah tersebut kedalam plastik lebih besar. Setelah itu,  saya meletakkan ia di bak sampah di luar rumah. Anda juga kan? 
Reaksi terhadap sampah
Saya  yakin. Bagi Anda dan saya yang bekerja bukan sebagai pemulung atau  pembersih lingkungan. Bila sekililing kita ada sampah, reaksi kita  adalah mengutip, mengumpulkan, membuang atau menyimpan sampah tersebut  di tempat yang telah tersedia. Bila tidak, maka tindakan untuk berpindah  tempat, menjadi alternatif keputusan Anda. Iyakan? (Menghindar dari  sampah)
Sampah pikiran
Saya  tidak sedang mengajak Anda menbicarakan tentang manfaat atau  kebalikannya. Tetapi, ingin membangun kesadaran diri, reaksi saya  terhadap sampah. Bila sampah terdapat di luar diri saya, maka reaksinya  seperti saya sebutkan di atas (menghindar).
Namun,  bagaimana dengan sampah yang ada di dalam diri saya? Yang setiap hari,  setiap saat, setiap waktu. Entah saya sedang makan, menonton TV, baca  buku, kumpul dengan kawan-kawan di Cafe, kekamar mandi, ke mana saja dan  di mana saja berada. Saya selalu membawanya. Yang saya maksud, bukan  sampah makanan yang diolah perut kita. Tetapi sampah pikiran.
Apakah  pikiran kita memiliki sampah? Entah lah. Bila Anda meminta kepada saya  untuk memberi contoh, yang mana sampah pikiran dan yang mana emas? Saya  tidak bisa membedakannya. Karena, semuanya berasal dari tempat yang tak  tau persis terciptanya. Namun yang jelas, itu merupakan suatu rangkaian  yang terjadi di dalam otak kita.
Dampak tumpukan sampah
Sama  hal nya dengan sampah yang ada di rumah atau tempat Anda dan saya  berada. Apabila sudah terlalu bertumpuk, di sirami hujan, terbakar  matahari. Efek dari makanan basi dalam tumpukan tersebut, melepaskan bau  yang tak sedap di penciuman kita. Jadi solusinya adalah segera kita  membuangnya atau memisahkannya dengan sampah yang memungkin untuk kita  daur ulang kembali (memanfaatkannya). 
Sampah  pikiran kitapun juga demikian. Lama-lama bila tidak kita buang, atau  kita tidak mengolahnya segera, maka itu akan berdampak kepada emosi, dan  akhirnya pada perilaku. Bahkan, sudah kita ketahui bersama, banyak  penyakit fisik itu diasbabkan oleh pikiran.
Dan  bukankah menciptakan kebersihan dan keindahan itu merupakan tanda-tanda  keimanan. Lantas, apakah itu sudah menjadi karakter pada dirimu? 
#NasehatDiri
Menyadari kata-kata
Seperti  yang telah saya sampaikan. Saya ingin membangun kesadaran diri saya  terhadap sampah pikiran milik saya. Sekali lagi, Anda tentu akan  bertanya. Bagaimana saya bisa mengenalinya? Hemmm, ternyata mudah  mengenalinya. Yaitu dengan cara menyadari setiap perkataan yang kita  ucapkan, baik terdengar oleh telinga kita, atau kata-kata yang terucap  di dalam diri kita. (Pendengaran di dalam / internal dialogue). Sudahkah Anda mengenali sampah pikiran Anda?
Setelah menyadari, kemudian?
Langkah  selanjutnya adalah saya memilah-milah, apa saja sampah yang masih bisa  saya olah, yang tepat saya biarkan saja, jenis sampah yang cocok di  kubur, lebih pantas di bakar, atau mungkin cukup saya membersihkannya  saja. Sehingga, saya bisa memanfaatkan sampah yang masih produktif.  Sementara  sampah yang tidak produktif, dengan nyaman untuk saya buang,  musnahkan, atau abaikan dari pikiran saya.
Mari  kita menyadari pikiran kita seutuhnya. Sehingga, kita bisa memilah, apa  saja yang memberdayakan dan kurang manfaat bagi diri kita.
Ciganjur, 26 september 2011  
NB; Sampah pikiran bagi saya adalah pikiran-pikiran yang kurang memberdayakan diri saya.
 
Rahmadsyah Mind-TherapistSelasa, 11 Oktober 2011 08:10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar