Oleh: Andre Vincent Wenas
“Ambition is the main driving power of men. A man expends his abilities as long 
as he hopes to rise. One can never set limits to one’s capacity.” – Napoleon 
Bonaparte, Memoirs.
***
“Ekonomi mendorong terjadinya globalisasi, terutama melalui turunnya biaya 
komunikasi dan transportasi. Namun politiklah yang membentuknya. Aturan 
permainan secara luas telah ditetapkan oleh negara-negara industri maju – dan 
biasanya ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan tertentu dari negara-negara 
tersebut – dan, tak  perlu heran, mereka telah membentuk globalisasi demi 
mengembangkan kepentingan mereka sendiri.” – Joseph E. Stiglitz, Making 
Globlization Work, 2006.
***
     Dalam perdagangan internasional siapa pun tahu bahwa fungsi pelabuhan laut 
sangatlah imperatif. Seperti mulut dan leher botol ia merupakan pintu keluar dan 
masuk barang-barang impor maupun ekspor. Kapasitas besaran “mulut/leher botol” 
(baca: pelabuhan) akan menentukan kecepatan aliran dan besaran arus barang yang 
pada akhirnya akan menentukan besaran total (volume) perdagangan di suatu 
periode tertentu. 
     Dan mengenai kinerja “mulut botol” ini, kita coba tilik satu kasus 
bisnis yakni Tanjung Priok yang merupakan landmark pelabuhan di Indonesia yang 
bertanggungjawab atas sekitar 65 persen arus impor-ekspor nasional. Di pelabuhan 
utama Indonesia ini – menurut data Pelindo (Jakarta Post, March 22, 2011)  – ada 
tiga terminal container yang masing-masing pengelolanya sebagai berikut: 
Terminal 1 dan 2 dikelola oleh JICT (Jakarta International Container Terminal) 
dan Terminal kontainer Koja. Kecepatan aliran container di ketiga terminal ini 
hanyalah 9-10 kontainer per jam, sehingga kapal jadi mesti menunggu paling cepat 
empat hari untuk loading/unloading muatan kontainernya. Sehingga ALI (Asosiasi 
Logistik Indonesia) menyebutkan bahwa biaya logistik di Indonesia adalah salah 
satu yang tertinggi di ASEAN, yakni pada angka 25-30 persen dari GDP. Bahkan 
hasil survey Bank Dunia tentang Logitic Performance Index (LPI) telah 
menempatkan Indonesia diurutan ke-75 dari 155 negara yang disurvey. Sebagai 
perspektif, Malaysia di posisi ke-29, Thailand ke-35, Filipina ke-44, dan Vietnam 
ke-53. Survey Bank Dunia mengenai indeks kinerja logistik negara ini diantaranya 
mencakup beberapa faktor: efisiensi custom-clearance  dan period of shipment 
deliveries yang sebagiannya tergantung pada efisiensi pengoperasian pelabuhan.
     Saat ini di Indonesia ada empat operator pelabuhan: Pelindo I berbasis di 
Medan Sumatera Utara, Pelindo II di Jakarta, Pelindo III di Surabaya dan Jawa 
Timur, serta Pelindo IV di Makassar Sulawesi Selatan.
     Dilatarbelakangi oleh lemahnya infrastruktur/peralatan penanganan material 
di pelabuhan (port materal-handling equipments)  ini lah akhirnya PT Pelindo II 
berencana merealisasikan US$342 juta (atau sekitar 3 trilyun rupiah) dalam 
belanja modal (capital expenditure)nya demi mendongkrak kapasitas 
terminal-terminalnya. Misalnya Tanjung Priok akan menyerap 2,7 trilyun rupiah 
demi membeli 47 unit peralatan berat seperti luffing-cranes, dan 
quay-container-cranes untuk menunjang kecepatan aktivitas bongkar-muat kontainer 
di pelabuhan. Sementara ini, Tanjung Priok  menangani sekitar 4,61 juta TEU 
(twenty-foot equivalent units) kontainer  selama tahun 2010 kemarin. Kinerja 
2010 ini adalah peningkatan signifikan (21%) dari kinerja tahun 2009 yang 
sebesar 3,8 juta TEU. Lompatan di tahun 2010 kemarin cukup fenomenal lantaran 
dibanding tahun-tahun sebelumnya tingkat pertumbuhannya cuma 2-3 persen. 
Rehabilitasi besar-besaran di kawasan Tanjung Priok  demi mengejar
ketertinggalannya juga akan diikuti dengan ekspansi container-piling-yards yang 
bakal mentransformasikan keberadaan 13 gudang yang ada sekarang dengan biaya 
115,1 milyar rupiah. Penguatan dermaga-dermaga seluas total 20 hektar juga mesti 
dilakukan dengan anggaran 82,9 milyar rupiah.  
     Selain itu, demi melebarkan kapasitas pelabuhan, Pelindo II juga segera 
bakal memulai mega-proyeknya membangun konstruksi terminal kontainer Kalibaru 
Utara sebagai bagian dari pengembangan jangka  panjang pelabuhan Tanjung Priok. 
Investasi proyek Kalibaru Utara ini bernilai 22 trilyun rupiah! Terminal ini 
bakal mempunyai panjang total 3500 kilometer dan dialokasikan untuk kargo minyak 
dan gas. Terminal baru ini juga bakal melipatgandakan kapasitas terminal yang 
saat ini sekitar  6 juta TEU menjadi 11 sampai 12 juta TEU di tahun 2016. 
Peningkatan kapasitas pelabuhan ini bukan hanya di Jakarta (Tanjung Priok) tapi 
juga akan merambah ke pelabuhan-pelabuhan di Palembang, Pontianak dan Bengkulu, 
dengan total dana investasi yang disiapkan sebesar 1,5 trilyun di tahun depan.
***
     Pelabuhan merupakan mulut/leher botol di mana kegiatan ekonomi khususnya 
perdagangan antar pulau dan antar negara terjadi dalam kenyataannya. Arus fisik 
barang bakal bergerak melalui pelabuhan satu ke pelabuhan yang lain. Kemacetan 
di leher/mulut botol di pelabuhan-pelabuhan Indonesia ini merupakan  tantangan 
besar perdagangan domestik (inter-islands) maupun perdagangan antar-bangsa 
(inter-nations). Janganlah sampai kita mencekik leher kita sendiri!
-----------------------------------------------------------------------
(artikel dari Majalah MARKETING edisi April 2011)
STRATEGIC MANAGEMENT SERVICES
Business Advisory & Management Consulting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar