Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Setiap karyawan sewajarnya memiliki ambisi untuk meraih posisi-posisi yang bisa meningkatkan tarap hidupnya.  Namun  hati-hati, jangan sampai menodai perjuangan itu dengan  tindakan-tindakan yang tidak terpuji. Nanti bisa menyesal. Kapan  penyesalan itu datang? Nanti ketika sudah tidak menjabat lagi. Saat  dunia terasa sunyi, rasa sesal itu bisa datang menghantui. Dan saat itu,  semua sudah serba terlambat. Jadilah orang yang memiliki jabatan tinggi  namun tetap rendah hati. Hal itu dimulai dari cara mendapatkannya  dengan langkah-langkah terpuji. Saat nanti kita tidak menjabat lagi,  kita akan merasa lega didalam hati. Lagi pula, tidak ada jabatan yang  abadi. Yang ada adalah giliran untuk saling berganti. Maka penting untuk  memastikan bahwa cara kita  mendapatkannya baik. Dan cara mengembannya juga baik. Begitu pula cara  mengakhirinya.
Tanggal 18 Oktober 2011 SBY mengumumkan perombakan kabinet. Hal ini  menegaskan  bahwa setinggi apapun jabatan kita, bisa hilang begitu saja. Apakah ada  orang yang ingin kehilangan jabatan tinggi secara tiba-tiba? Saya kira  tidak. Apalagi jika jabatan itu sangat bergengsi. Memberikan penghasilan  tinggi. Dan fasilitas yang serba mewah. Makanya kita sering terlalu  terikat dengan jabatan. Mengejar-ngejarnya. Lalu mendekapnya seolah  tidak ingin terpisahkan lagi. Padahal itu berbahaya sekali. Jika tiba  saatnya harus mengembalikan mandat, kita bisa terkena sindrom kehilangan  kekuasaan alias post power syndrom. Terkena serangan jantung. Atau  sekedar merasa bingung dan linglung. Kita harus memiliki keinginan untuk  meraih pencapaian yang tinggi. Namun, kita  juga perlu memerdekakan diri dari belenggu ketergantungan pada jabatan  tinggi. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar membangun  pencapaian tinggi namun tetap menjadi pribadi yang merdeka, saya ajak  memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini: 
1.      Bersiap-siaplah untuk kehilangan jabatan.  Menteri, Direktur, CEO, bahkan Presiden pun cepat atau lambat akan  berhenti juga. Tidak masalah apakah diberhentikan karena masa jabatannya  habis, dinilai tidak bagus, atau pensiun. Meskipun masih ingin sekali  untuk menjabat, tetap saja tidak bisa mengalahkan kodrat. Jabatan Anda  apa? Pasti akan berakhir. Setiap jabatan empuk, memiliki sifat adiktif  yang membuat kita lengket kepadanya. Terbuai dalam kenikmatannya sering  membuat kita terlena, dan kurang siap menerima  kenyataan ketika tiba saatnya untuk lengser. Kita justru perlu terus  sadar jika jabatan itu hanya sementara. Dengan kesadaran itu, bukan  hanya bisa menerima kenyataan saat kehilangannya. Lebih dari itu, kita  bisa tetap rendah hati meski punya jabatan tinggi. Mereka yang tinggi  hati dan ‘sok bossy’ menunjukkan rendahnya nilai kesadaran akan betapa  tidak langgengnya jabatannya.  Jika saat itu tiba, mereka  terkejut, dan sulit untuk menerima kenyataan. Sedangkan orang-orang yang  sadar dengan ketidakabadian itu bisa bersiap lebih baik menyongsong  saat akhir. Maka secara fisik dan mental pun dia sudah memiliki  kesiagaan yang tinggi. Jika saat itu tiba? Mereka menyambutnya dengan  senyum kepuasan dan kesiapan.
2.      Bersiap-siaplah untuk menerima tugas besar.  Seperti dua sisi keeping mata uang; ada yang kehilangan jabatan, dan  ada pula yang mendapatkannya. Kesempatan itu sering datang tidak  terduga. Tiba-tiba saja boss kita mengundurkan diri. Tiba-tiba saja  manager kita dihire oleh competitor. Tiba-tiba saja, ada posisi kosong  yang menggiurkan. Bayangkan jika saat itu tiba; Anda tidak memiliki  kesiapan untuk menunjukkan bahwa Anda layak mendapatkannya. Kesempatan  itu akan kembali melayang ke tangan orang lain yang lebih siap dari  Anda, bukan? Banyak  orang yang merasa rugi kalau berperilaku, bertindak dan berprestasi  tinggi jika posisinya belum tinggi. “Nanti saja kalau saya sudah  mendapatkan jabatan tinggi,” begitu kilahnya. Padahal, orang tidak  dipromosi sekedar dengan prestasi ‘nanti’, melainkan kinerja dan  kualitas pribadinya selama ini. Jika Anda memiliki ambisi tinggi, maka  Anda harus menunjukkan kesiapan untuk mendapatkan posisi tinggi itu  sejak saat ini. Sungguh, Anda tidak pernah tahu kapan kesempatan itu  akan datang. Namun selama Anda telah siap untuk mendapatkannya, Anda  akan benar-benar berhasil meraihnya.
3.      Ingatlah bahwa jabatan itu adalah amanah.  Masalah terbesar kita adalah sering mengira bahwa jabatan itu adalah  keadaan dimana kita bisa mereguk semua kenikmatan. Makanya tidak heran  jika setelah menjabat kita tergoda untuk sekedar menikmati fasilitasnya,  memamerkan kementerengannya, dan ngotot untuk mempertahankannya. Lha,  hasil kerja kita apa? Tenang saja, pejabat lain juga tidak hebat-hebat  amat tapi aman-aman saja tuch. Keliru, jika kita merujuk kepada orang  lain yang kinerjanya biasa-biasa saja. Ini tentang diri kita. Dan ini  tentang  jabatan kita. Maka ini, adalah tentang bagaimana kita menjalankan  amanah sebaik-baiknya. Orang-orang yang tidak menjalankan amanah dengan  baik justru beresiko besar kehilangan jabatannya. Sebaliknya mereka yang  mampu menjaga dan menunaikan amanah, lebih berpeluang untuk mendapatkan  amanah yang lebih besar. Ingatlah bahwa jabatan Anda adalah amanah yang  harus ditunaikan. Sebagai imbalannya, Anda mungkin akan terus diberi  kepercayaan. Atau, saat pensiun nanti; Anda mempunyai kisah yang pantas  untuk diceritakan kepada anak cucu.
4.      Sadarlah jika pemegang amanah pasti diawasi.  Soal pekerjaan, mungkin urusannya hanya antara Anda dengan perusahaan.  Namun soal amanah, bukan hanya dengan manusia kita berurusan. Ada Tuhan.  Kita yang mengaku percaya kepada adanya Tuhan tidak patut mengabaikan  amanah. Terutama karena jabatan tinggi itu memiliki efek samping bernama  ‘lupa diri’. Kita bisa lupa bahwa derajat kita sama dengan mereka yang  lebih rendah posisinya, misalnya. Kita juga bisa lupa bahwa benda-benda  dan uang itu bukan milik kita, sehingga disadari atau tidak; kita  mengklaimnya sebagai property pribadi. Kita juga sering lupa  bahwa keberadaan amanah itu satu paket dengan kejujuran, sehingga ‘asal  semua bisa dibungkam segalanya aman’. Saya kan bekerja di swasta, mana  ada peluang itu? Hmmh, setahu saya, sifat amanah itu diperlukan di semua  lokasi lho. Ah, kejujuran itu siapa yang tahu? Beranikah Anda  menganggap Tuhan tidak tahu? Rasanya terlalu beresiko ya? Orang yang  sadar amanah tidak akan berani menyalahgunakan jabatannya untuk hal-hal  yang tidak disukai Tuhannya. Dan dia, pasti akan menjaganya  sebaik-baiknya. Apakah dia bekerja di instansi pemerintah. Atau di  perusahaan swasta. Karena amanah, adalah bahasa universal untuk apa yang  kita sebut sebagai integritas diri.
5.      Siapkanlah pertanggungjawaban didewan tertinggi.  Setiap jabataan menuntut adanya pertanggungjawaban. Performance  appraisal yang kita jalani setahun sekali itu adalah salah satu contoh  forum yang memfasilitasinya. Presiden berpidato didepan anggota dewan.  Dan CEO berpidato dihadapan para pemegang saham. Dengan atasan, Anda  bisa berdebat untuk mendapatkan penilaian yang baik. Dengan anggota  dewan Presiden bisa melakukan lobby politik agar sidang menerima  pidatonya. Kepada para pemilik saham, CEO bisa bernegosiasi. Semuanya  bisa diatur. Makanya, dihadapan sesama manusia, kebenaran dan kejujuran  bisa  bersifat nisbi. Pertanyaannya adalah; bisakah Anda berargumen dihadapan  dewan tertinggi yang dipimpin langsung oleh Tuhan? Setiap pribadi  adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban  atas kepemimpinannya. Maka penting bagi kita untuk mempersiapkan laporan  pertanggungjawaban atas semua amanah yang kita emban. Baik sebapai  pemimpin pribadi. Maupun sebagai pengemban tugas sebuah jabatan. Sebab  sekecil apapun jabatan itu, akan dimintai pertanggungjawaban.
Mengejar jabatan itu baik adanya.  Keinginan untuk meraihnya memberi kita energy untuk berprestasi tinggi.  Namun, hendaknya kita tetap berpegang teguh kepada prinsip-prinsip  kehormatan. Karena tanpa kehormatan, kita bisa menghalalkan segala cara.  Selain penting untuk menjaga kesucian proses meraihnya, juga sangat  penting untuk tetap mengembannya dengan nilai-nilai kemuliaan. Sebab  setelah semua jabatan itu kita tanggalkan, tidak ada lagi yang kita  miliki selain catatan tentang bagaimana dahulu kita menunaikannya. Jika  kita baik, maka baiklah akhir kehidupan kita. Jika buruk? Maka  bersiaplah untuk menghadapi konsekuensinya. Tetapi, bukankah kehidupan  didunia ini hanya sementara saja? Sedangkan kehidupan akhirat adalah  abadi. Terlalu beresiko jika demi kebanggaan dan kenikmatan fana ini  kita mengorbankan peluang mendapatkan  pahala dan  kesempatan  untuk hidup bahagia selama-lamanya. Ingatlah selalu bahwa jabatan kita,  tidaklah abadi. Namun semua tindakan dan perilaku kita selama menjabat  itu akan tetap tercatat dalam kitab langit. Yuk, kita kejar jabatan  tinggi dengan cara yang baik. Dan kita tunaikan amanah itu dengan  sebaik-baiknya.
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman – 19 Oktober 2011
Trainer “Natural Intelligence Leadership Training”  
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (Tahap editing di penerbit)
Catatan Kaki:
Siapapun  yang menginginkan kehormatan dan kenikmatan abadi, perlu menggunakan  semua fasilitas di dunia untuk mendapatkan keridoan Ilahi.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar