Jumat, 19 Oktober 2012

Leaderism#7: Anak Buah Yang Menilai Dirinya Tinggi


Oleh:  Dadang Kadarusman

Hore!
Hari Baru, Teman-teman.
 
Memimpin suatu team kerja itu memang mengasyikan. Tapi, itu hanya berlaku bagi mereka yang benar-benar mampu memimpin orang-orang yang ada di teamnya dengan baik. Bagaimana seandainya ada anggota team yang tidak bisa diatur, misalnya? Nah, baru deh terasa kalau menjadi pemimpin itu tidak semudah yang kita kira. Memang enak kalau memimpin orang-orang yang patuh, mudah diatur dan tidak suka bikin ulah. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian, bukan? Jika mengalami hal itu, apakah Anda sudah mempunyai cara mengatasinya?
 
Salah satu contoh anak buah yang sering membuat atasannya pusing tujuh keliling adalah orang yang menilai dirinya tinggi sekali. Efeknya tidak sederhana. Karena perasaan diri yang sudah tinggi itu, dia tidak mau lagi mendengarkan pendapat orang lain. Merasa sudah waktunya diberi kepercayaan yang lebih tinggi. Bahkan bisa jadi sampai meremehkan orang yang menjadi pemimpinnya. Memimpin orang seperti ini, tentu bisa melelahkan. Tetapi dibalik kesulitan yang ditimbulkannya, sebenarnya orang seperti ini juga memberi kita kesempatan untuk semakin mempertajam kemampuan memimpin kita. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menghadapi anak buah yang menilai dirinya tinggi, saya ajak memulainya dengan memahami dan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini: 
 
1.      Gunakan sudut pandang yang sama. Orang cenderung mengangap seseorang yang memandang dirinya tinggi sebagai pribadi arogan atau tidak tahu diri. Sebagai seorang pemimpin, kita perlu menghindari cara pandang seperti ini. Sekalipun benar orang itu arogan atau tidak tahu diri, namun tidak tepat jika sebagai atasannya kita memandang dengan cara yang sama. Mengapa demikian? Karena orang itu sama sekali tidak merasa dirinya arogan. Dia juga tidak menyadari jika dirinya tidak tahu diri. Jika memilih sudut pandang yang berseberangan, maka kita tidak akan pernah bisa memahami mengapa mereka menilai dirinya setinggi itu. Padalah, pemahaman merupakan prasyarat penting jika kita ingin dapat memimpinnya dengan baik.
 
2.      Pahami kebutuhan emosionalnya. Orang yang menilai dirinya tinggi biasanya bangga sekali jika bisa menunjukkan kepada teman-temannya bahwa dia mendapatkan pencapaian atau penghargaan yang lebih banyak dari orang lain. Mereka suka sekali jika mendapatkan pujian terbuka atas hasil kerjanya. Jelekkah? Tidak. Justru sudah menjadi kewajian pemimpin untuk memberikan kredit poin atau pengakuan terhadap setiap perilaku kerja positif yang dilakukan oleh anak buahnya. Kita memang perlu lebih banyak memuji mereka yang berkinerja bagus dihadapan teman-temannya. Jika memang bagus, kan memang pantas dipuji. Kalau pujian itu diberikan secara tulus dan obyektif, maka hal itu bisa menciptakan energy positif bagi semua orang. Malah bagus untuk membangkitkan spirit kolektif, bukan?
 
3.      Jadikan ambisinya sebagai sarana memotivasi.  Jika tidak semua, kebanyakan orang yang menilai dirinya tinggi adalah pribadi-pribadi yang sangat ambisius. Tidak perlu memandang negatif orang-orang seperti ini. Justru kita bisa menjadikan ambisi itu sebagai sarana memotivasi mereka. Jika mereka punya ambisi tinggi, maka sudah selayaknya mereka bisa menunjukkan disiplin yang tinggi, kualitas kerja yang tinggi, dan daya tahan yang tinggi. Jika semua kriteria kerja mereka sama dengan orang lain; mana bisa mereka menggapai ambisi yang lebih tinggi dari orang lain. Tantanglah mereka untuk menunjukkan bahwa mereka itu memang lebih unggul dibandingkan dengan orang lain. Orang-orang ambisius biasanya akan dengan rakus menyambut tantangan itu untuk menunjukkan kehebatan yang mereka miliki.
 
4.      Berikan penugasan yang berbobot. Selain ‘mengulur benang’, kita juga perlu menariknya sekali-sekali. Hal ini penting untuk menghindari klaim kosong belaka. Kadang memang orang-orang seperti itu lebih banyak bicaranya dari kerja nyatanya. Makanya, kita perlu menguji kepercayaan dirinya yang tinggi itu dengan kemampuan aktual yang bisa diperlihatkannya. Disisi lain, orang yang menilai dirinya tinggi biasanya juga merasa tidak diberi kepercayaan yang cukup berbobot dari atasannya. Masalah? Tidak. Disaat kebanyakan orang susah untuk diberi tugas lebih banyak, eh ada seseorang yang merasa dirinya sudah pantas diberi kepercayaan lebih. Bagus malah. Mulailah dengan bobot pekerjaan yang lebih besar namun tingkat resikonya relatif kecil. Jadi jika sampai penugasan itu tidak berhasil pun tidak membahayakan kepentingan team. Tapi jika berhasil, tambah lagi porsinya sedikit demi sedikit.
 
5.      Tegaskan apa yang Anda harapkan dari mereka. Memang ada tipe-tipe anak buah yang membutuhkan perhatian ekstra. Namun hendaknya hal itu tidak menyebabkan anak buah kita yang lain terabaikan. Bagaimana pun juga mereka mempunyai hak yang sama. Kalau pun harus memberi perhatian lebih, pastikan itu diberikan kepada anak buah yang memang paling cepat belajar, paling koperatif dan paling berkomitmen untuk berkontribusi kepada perusahaan. Kadang orang yang seperti itu justru bukan orang yang suka menilai dirinya tinggi yang sudah kita urusin cape-cape tadi. Orang seperti inilah yang bisa kita jadikan sebagai model bagi anggota team kerja kita yang lainnya. Terbukalah dengan tuntutan Anda kepada mereka mengenai ketiga kriteria itu – cepat belajar – kooperatif – berkomitmen pada kontribusi. Maka mereka akan tahu bagaimana caranya menarik perhatian kita secara positif.
 
Menangani anak buah yang menilai dirinya tinggi itu memang tidak mudah. Tetapi juga tidak terlalu susah. Jika kita bisa menggunakan energinya untuk mendorong dia menujukkan kemampuan tertinggi buat pencapaian pribadi dan team, kita malah bisa mendapatkan banyak manfaat darinya. Bahkan semakin kita terampil mengatasi orang-orang seperti ini, semakin rindu kita untuk berurusan dengan anak buah yang unik, nyeleneh, dan menuntut kita untuk berpikir; ‘bagaimana cara mengatasi orang seperti ini?’ Dengan begitu, keterampilan kepemimpinan kita akan menjadi semakin terasah. Apakah Anda punya anak buah yang unik di team kerja Anda? Mulailah bereksperimen dengannya. Insya Allah, Anda akan menikmatinya.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
 
Catatan Kaki:
Setiap kesulitan yang ditimbulkan oleh anak buah itu memberi kita peluang untuk belajar menjadi pemimpin yang lebih baik lagi. Jadi, nikmati saja....
 
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
Rabu, 18 Juli, 2012 20:55
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar