Jumat, 19 Oktober 2012

Natin #47: Kamera Pengawasan


Oleh:  Dadang Kadarusman

Ini adalah hari ke-14 sejak orang-orang di kubikal pada mengirimkan CV untuk lowongan supervisor yang diumumkan oleh Admin HRD. Sampai detik ini, belum ada kabar apapun. Padahal selama 14 hari ini semua orang pada menunggu dengan gelisah. Menanti dengan harap-harap cemas keputusan managemen untuk memanggil mereka memasuki tahap seleksi berikutnya.
 
Meskipun semua aktivitas di kubikal berjalan seperti biasanya, namun kondisi disana tidak bisa dibilang normal. Soalnya, sekarang mereka sedang memperebutkan posisi yang tidak mungkin sama jumlahnya dengan orang yang menginginkannya. Nggak apa-apa juga sih. Selama persaingan berjalan secara sehat dan sportif, kayaknya nggak ada jeleknya juga. Malahan bisa jadi lebih bagus buat perusahaan dan bagi diri mereka sendiri.
 
Banyak sekali perubahan yang terjadi sejak Natin bilang kalau CV  itu merupakan rangkuman dari perilaku terbaik kita dalam pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari. Semua orang tampaknya ingin sekali memperbaiki CV-nya masing-masing. Maka dalam 14 hari terakhir ini mereka berlomba-lomba menunjukkan perilaku terbaiknya. Kayaknya sih, semua orang pada berusaha untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sejak saat itu. Contohnya aja nih ya. Komputer, nggak ada lagi yang dibiarkan menyala ketika mereka sedang pada makan siang. Padahal, biasanya sih susah banget tuch mengingatkan mereka soal itu.
 
Semua orang di kubikal dapat merasakan perubahan itu. Sekalipun begitu, mereka merasa ada satu perubahan yang belum bisa didefinisikan. Mereka merasakannya, namun belum tahu apa bentuknya. Perasaan ada yang lain deh disini. Tapi nggak tahu apa.
 
Kalau cuman satu dua orang yang mersakan hal itu, mungkin itu cuman perasaan biasa yang bisa diabaikan kali ya. Tapi, ini sih nggak seperti itu. Hampir semua orang merasakan adanya keanehan itu. Tapi apa ya? Belum ada yang tahu.
 
Mungkin sudah ada 2 atau 3 kali diskusi yang mereka lakukan untuk menemukan jawabannya. Namun, tidak juga berhasil. Padahal segala hal sudah mereka analisa dari A sampai Z. Hasilnya tetap nihil. Akhirnya mereka menyerah. Dan tidak lagi berusaha untuk mencari tahu apa sih kejanggalan yang sedang mereka rasakan itu.
 
Tepat jam 12. Mereka sudah pada bersiap-siap untuk turun makan siang. Tapi kali ini mereka janjian untuk pergi sama-sama. Nggak tahu kenapa ya. Pokoknya lagi kepengen kompakan aja deh kayaknya. Mereka yang sudah selesai pada berdiri di kubikalnya masing-masing. Karena hampir semua orang sudah pada siap pergi, mereka pun mulai bergerak menuju ke pintu kaca yang menghubungkan ruang kubikal dengan lorong menuju pintu utama di lobi.
 
Di pintu kaca itu mereka berhenti. Soalnya, Fiancy masih juga belum berdiri. “Buruan dong Fi…” teriak Aiti.
 
“Iya, bentar lagi juga selesai…” balas Fiancy. Perasaan dia sudah ngomong begitu sejak lima menit yang lalu. Tapi kenyataannya nggak kelar-kelar juga.
 
“Udahlah Fi, elo kerjain lagi nanti,” teriak Opri “Kasian nih si Sekris udah kelaparan….”
 
Sekris merengut. Tapi emang bener sih. Dia udah laper banget. Maklum. Ada banyak ruang kosong di pipinya yang embem. Karena nggak bisa membela diri, Sekris cuman bisa memonyongkan bibirnya. Lalu memutar-mutar bola matanya ke atas dan ke bawah.
 
Pas melihat keatas itu, mata Sekris tertuju pada sesuatu yang bertengger di pojok langit-langit. Benda berwarna hitam seukuran cangkir terbuat dari semacam fiber atau kaca. Di permukaan benda itu ada beberapa titik berwarna merah membentuk lingkaran.  Saking penasarannya, Sekris tidak melepaskan tatap matanya pada benda itu. Hal itu membuat semua orang di kubikal jadi ikut penasaran. Lalu mereka mengikuti kearah mana Sekris melihat.
 
Ada benda aneh menempel disitu.
“Apaan tuch…?” kata orang-orang.
“Itu kan….” Opri menjawab dengan suara yang tak kalah kagetnya. “…kamera CCTV…” lanjutnya.
 
“Disana juga ada lagi…” Teriak Jeanice sambil menunjuk ke pojokan lainnya. Setelah memandang berkeliling, mereka menemukan sekurang-kurangnya 4 benda yang aneh itu di seluruh ruangan kubikal.
 
“Sejak kapan disini ada kamera CCTV ya?” Fiancy yang sedari tadi masih duduk ikut berhenti bekerja.
 
“Waahhh… gile… kita diawasi…” kata Opri setengah protes.
“Kenapa? Elo nggak suka, Pri?” Tanya Jeanice.
“Jelas dong!” hardik Opri. “Kok nggak percaya banget sih mereka. Kita kan kerja sudah bener!” Mulai lagi deh. Kalau dia sudah nyerocos panjangnya menyaingi kereta api.
 
“Menurut gue sih, wajar aja kok Pri…” Aiti menimpali. “Perangkat itu kan sudah biasa digunakan dimana aja.”
 
“Iya, tapi masak sih kita sampai diawasi kayak gitu segala,” sergah Opri.
“Emang sih, CCTV itu bisa digunakan untuk berbagai tujuan. Ada yang untuk melakukan pengawasan. Ada juga yang untuk menjaga keamanan. Bergantung tujuannya juga sih…” balas Aiti.
 
“Lha, ini tujuannya buat apa kalau nggak untuk mata-matain kita-kita? Iya nggak teman-teman?” Opri memandang berkeliling.
 
Ketika mereka sedang sibuk berdebat, Fiancy sudah siap mematikan komputernya. Satu persatu file yang sedang terbuka ditutupnya. Sudah waktunya istirahat dan meneruskan perdebatan itu sambil makan siang. Di layar komputernya sekarang tinggal satu window yang masih terbuka, yaitu window email kantor. Tinggal klik di tanda silang, semuanya sudah beres.
 
Tepat ketika mouse Fiancy bergerak ke tanda X itu, dia melihat ada email baru yang masuk. Judulnya mencolok sekali: “SELEKSI TAHAP KEDUA SUDAH SELESAI DILAKUKAN” . Fiancy pun segera memanggil teman-temannya.  
 
Hah? Seleksi tahap kedua sudah selesai dilakukan? Perasaan mereka baru mengirim CV, kok sudah selesai di tahap kedua?  Semua orang pada penasaran. Padahal mereka baru melihat judul email itu. Jangan-jangan… ada beberapa teman kita yang sudah dipanggil oleh management. Tapi masih pada merahasiakan.
 
Seketika itu juga semua orang di kubikal pada melihat teman-teman yang lainnya. Yang pertama mendapat giliran di pelototi adalah Sekris. Dia langsung mundur sambil menggelengkan kepala. Berikutnya Jeanice. Dia juga langsung bilang ‘tidak’. Satu demi satu orang-orang itu mengatakan hal yang sama. Berarti tak seorang pun dari pelamar internal yang mendapatkan kesempatan mengikuti tahap seleksi kedua.
 
Kekecewaan jelas sekali terpampang di wajah mereka. Nggak nyangka aja kalau management sama sekali nggak melihat potensi karyawan di dalam organisasi sendiri. Sampai-sampai tak satupun dari pelamar itu yang masuk kualifikasi. Kekecewaan itu juga membuat mereka penasaran, apa sih seleksi tahap kedua itu?
 
Semua orang bergerombol di depan komputer Fiancy. Tidak sabar ingin melihat isi pesannya. Lalu Fiancy pun mengklik email itu sehingga sekarang, mereka bisa membacanya secara terang benderang. Email itu dari Admin HRD yang menerangkan tentang seleksi tahap kedua yang dilakukan dengan metode ‘observasi’. Rupanya, kamera cctv yang ada di ruangan itu memang sengaja di pasang untuk mengobservasi perilaku kerja mereka sehari-hari. Jadi, tanpa disadari, selama dua minggu ini diam-diam mereka disorot oleh kamera dan dinilai perilaku kerjanya.
 
“Yah… kenapa kita nggak dikasih tahu sih…” protes Aiti….
Semua orang merasa terwakili oleh kegelisahan Aiti. Tapi, semuanya juga tahu kalau hal itu nggak mungkin banget. Pastinya managemen pengen melihat perilaku yang sesungguhnya. Nggak yang dibuat-buat begitu. Jadinya semuanya alami gitu deh.
 
Tepat ketika mereka selesai membaca email itu. Datang lagi email kedua. Judulnya: Kamera CCTV Didalam diri. Mereka buru-buru meminta Fiancy membukanya. Dibagian atas isi email itu tertulis begini:
 
INDAHKAN PERILAKU KERJAMU SEHARI-HARI
MAKA REKAM JEJAKMU PASTI BAIK
 
Kalimat itu diikuti oleh beberapa paragraf lain dibawahnya.
Kebanyakan orang kan selalu pengen terlihat bagus dihadapan atasannya. Makanya, kalau ada atasan mereka bekerja dengan baik. Tapi, ketika atasannya nggak ada? Mereka kembali kepada kebiasaannya seperti sedia kala. Asal-asalan aja.
 
Di kubikal, orang masih bisa sembunyi-sembunyi melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya. Apa lagi kalau sudah mendapatkan ruangan sendiri. Siapa yang bisa mengawasi? Kan nggak ada. Sedangkan atasan kan nggak mungkin selalu ada disamping kita untuk mengawasi kualitas kerja kita. Diawasi oleh kamera juga belum tentu membuat kita senang. Malah kita merasa tidak bisa dipercaya.
 
Beda banget dengan orang yang bekerja bukan karena diawasi oleh atasannya. Ada atau tidaknya atasan, nggak berpengaruh kepada kinerja mereka. Jelas sekali kalau orang-orang seperti ini bisa menjalankan amanah atas kesadarannya sendiri. Makanya, kepada mereka bisa diberikan tanggungjawab yang besar. Karena terbukti kalau selama ini mereka sudah bertanggungjawab terhadap tugas yang diembannya meskipun tidak diawasi.
 
“Mau pada makan dimana anak-anak?” suara Pak Mergy memecahkan kebekuan.
“Biasa Pak, di amigos aja…” jawab mereka.
“Tumben, hari ini kok Bapak nggak makan lebih awal…” celetuk Opri.
“Heheh.. anu Pak Presiden Direktur sedang ada di tempat,” polos Pak Mergy. “Nggak enak kalau makan siang keawalan….” Tambahnya.
 
Hooooooh……. Orang-orang langsung merasa lemas…....  
 
Tiba-tiba saja semua orang di kubikal menyadari bahwa setiap orang mempunyai tanggungjawab untuk menjalankan amanah yang dipikulnya. Bukan karena diawasi oleh seseorang. Bukan pula karena ada kamera yang merekam gerak gerik mereka. Tapi karena kesadaran bahwa dengan menerima pekerjaan itu, mereka berkomitmen untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Gaji yang mereka terima kan tidak gratis. Melainkan imbalan dari pekerjaan yang mereka lakukan. Kalau kerjaan kita nggak baik, jangan-jangan kita nggak berhak menerima gaji sejumlah itu.
 
Apalagi jika mereka menyadari kalau selama ini Tuhan mengawasi tanpa sedetik pun berhenti. Rasanya nggak mungkin bisa sembunyi dari pengawasan melekat itu. Mau melakukan kecurangan sedikit pun, pasti terekam dalam kamera Tuhan. Jadi, nggak ada lagi tuch kesempatan untuk sembunyi-sembunyi sambil melakukan sesuatu yang nggak sepatutnya. Sejak saat itu, mereka bertekad untuk menjalankan amanah pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Dan menjaga diri agar bisa menjadi pribadi-pribadi yang memiliki perilaku agung.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
 
Catatan Kaki:
Tidak usah takut dirugikan oleh siapapun, soalnya setiap tindakan baik dan buruk kita selalu terekam jelas dalam kamera pengawasan Tuhan.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
Senin, 16 Juli, 2012 23:50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar