
Oleh:  Ratmaya Urip
PROLOG:
1.  Liman PAP:
Wow! Sri Mulyani Kuasai 81% Polling Calon Presiden Bank Dunia
Sabtu, 25/02/2012 12:37 WIB
Wahyu Daniel - detikFinance
 
Jakarta  - Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani terus diunggulkan menjadi calon  Presiden Bank Dunia menggantikan Robert Zoellick yang bakal mundur akhir  Juni 2012. Sri Mulyani menguasai 81% suara polling!
Dalam situs 
www.worldbankpresident.org, dibuat sebuah polling soal siapa yang bakal menjadi Presiden Bank Dunia selanjutnya. Ada 
9 calon dari negara berkembang yang masuk poling tersebut.

Namun  polling ini memang tidak bisa dijadikan patokan Sri Mulyani bakal  terpilih jadi Presiden Bank Dunia. Apalagi sejak 1944 posisi Presiden  Bank Dunia selalu 'dimonopoli' oleh AS.
Hasil sementara poling  tersebut, Sri Mulyani menguasai 81% suara polling dengan 6.815 pemilih.  Padahal kemarin suara untuk Sri Mulyani baru 3.566 pemilih.
Tempat  kedua diikuti Kemal Dervis yang menguasai 13% suara polling dengan  1.078 suara. Situs ini merupakan hasil monitoring soal kandidat yang  berpotensi menjadi Presiden Bank Dunia.
Dalam siaran pers Bank  Dunia dikatakan, Dewan Eksekutif Bank Dunia telah menyepakati 5 kriteria  untuk calon Presiden barunya yaitu:
- Terbukti memiliki rekam jejak yang kuat sebagai pemimpin
 
- Berpengalaman memimpin organisasi besar yang aktif di tingkat internasional dan terbiasa bekerja dengan sektor publik
 
- Mampu menjabarkan misi pembangunan Bank Dunia secara jelas
 
- Memiliki komitmen dan apresiasi kuat terhadap kerjasama multilateral
 
- Dapat berkomunikasi secara efektif dan diplomatis, dan menjalani kewajiban seorang Presiden secara imparsial dan obyektif.
 
Batas  waktu pencalonan nama Presiden baru adalah Jumat 23 Maret 2012.  Pencalonan dapat dilakukan oleh anggota Dewan Eksekutif, atau anggota  Dewan Gubernur melalui Direktur Eksekutifnya.
Seorang calon harus  berasal dari salah satu negara anggota Bank Dunia. Setelah proses  pencalonan ditutup, Dewan Eksekutif akan membentuk shortlist berisikan  maksimum tiga nama, lalu mempublikasikan shorlist tersebut dengan  persetujuan ketiga nama yang bersangkutan.
Selanjutnya, Dewan  Eksekutif akan mewawancarai ketiga calon dengan harapan bisa mencapai  konsensus sebelum 'Spring Meetings' (pertemuan tahunan musim semi) pada  April 2012 mendatang.
Jika menjadi Presiden Bank Dunia, Sri Mulyani bakal mendapatkan gaji sebesar 
US$ 734.707 atau sekitar Rp 6,6 miliar per tahun.
(dnl/dnl)
=============== ==========
DISKUSI & OPINI:
1.  Sweetheart  (dexter.summer):
Cool.. Semoga ibu dosen itu bs pimpin bank dunia
Sabtu, 25 Februari, 2012 01:35
============= =========
2.  rdyan180882
Mantabbbb.....
Sabtu, 25 Februari, 2012 02:50
================= ====
3.  Nugroho Setiatmadji
Ibu  Sri Mulyani memang putra eh putri terbaik dimiliki negara kita. Beliau  adalah sosok ideal untuk memimpin lembaga penuh tantangan namun srikandi  secerdas Sri Mulyani menurut hemat saya mampu menjalankan tugasnya. 
Sabtu, 25 Februari, 2012 04:51
================ ====
4.  ImingTesalonika:
Bro n sister manajer,
Mana lebih bergengsi buat publik Indonesia, presiden world bank or NKRI?
Buat anda, enakkan SMI jadi presiden WB dulu baru NKRI or sebaliknya nih?
Buat Indonesia, lebih strategis SMI jadi presiden WB dulu baru NKRI or sebaliknya nih?
Salam,
Iming
Sabtu, 25 Februari, 2012 05:18
================ =====
5.  Emmy Kasim:
Pokonya saya mendukun Sri Mulyani menjadi bank dunia...siapa tahu pooling calon president Indonesia.....
Selamat dan bangga deh sebagi kamum sekaum....
Salam
Emmy
Sabtu, 25 Februari, 2012 08:35
====================== ==
6.  Tom_feyhung:
Rasanya  berat selain warga negara AS untuk bisa jadi presiden Bank Dunia,  karena ini "jatahnya" AS. Sepanjang berdirinya Bank Dunia presidennya  selalu warga negara AS, sedangkan IMF selalu dipimpin oleh warga negara2  Eropa. Sepertinya ada perjanjian tidak tertulis antara AS dan Eropa  bahwa WB jatahnya AS, sedangkan IMF jatahnya Eropa.
@widodojokoutomo
Sabtu, 25 Februari, 2012 18:48
================ ====
7.  Liman PAP:
Salam,
Presiden  Bank Dunia sudah di depan mata. Sedangkan tugas dari NKRI masih 2 tahun  lagi. Mengabdi pada NKRI bukanlah berarti harus menjadi Presiden RI,  tetapi mengharumkan nama NKRI dan menjaga martabat bangsa di forum  internasional sangat berarti.
Prabowo adalah calon Presiden NKRI yang ideal juga.
Sabtu, 25 Februari, 2012 19:32
=============== =====
8.  Hery  Marijanto:
Mending  jadi presiden RI saja, kalau tidak ada lagi stok laki laki yg mampu  memimpin negeri ini dgn jujur, amanah, cerdas, tegas menyampaikan yang  benar itu benar dan yang salah itu salah.
Salam hangat.
HMA
Sabtu, 25 Februari, 2012 20:08
============ ====== ===
9.  ervan1420:
Kalau  memang aturannya presiden WB harus warga negara USA, lebih baik Sri  Mulyani pindah warga negara USA aja, untuk apa mempertahankan ke-WNI-an  nya kalau dinegeri sendiri aja dia dilecehkan, dihina dina, tidak  dihargai dan dibuang.
Saya dukung Sri Mulyani jadi presiden WB dgn pindah warga negara USA dulu.
Salam,
Ervan
Sabtu, 25 Februari, 2012 20:13
=============== =====
10.  akbar.faisal:
Pak Iming,
Kalau  menurut saya, alangkah baiknya bila menjadi presiden WB. Punya modal  yang baik, sehingga ketika terpilih menjadi presiden RI tidak akan mudah  disuap. :-)
Rgds,
Faisal A
Sabtu, 25 Februari, 2012 21:35
============== =======

Artikel  Ratmaya Urip:
Dear TMI members,
Menyimak  diskusi tentang thread ini, khususnya tentang pandangan Pak Liman di  bawah ini, saya memiliki pandangan dalam suatu artikel di bawah ini.  Kajian saya ini mencoba untuk berbasis pada Ilmu Antropologi Terapan  yang sekarang sedang saya kembangkan secara praktis di lapangan. Karena  Ilmu Terapan relatif lebih dinamis daraipada Ilmu yang Teoritis.
Yang  pasti dalam Perspektif Antropologi, menjadi seorang Pemimpin tidak  cukup hanya dengan kapasitas/kapabilitasnya dalam operational, tactical,  strategic, and  visionary activities maupun leadershipship-nya,  namun  dalam dunia yang penuh intrik dan banyak kepentingan ini diperlukan  pendekatan lain, yaitu Antropologi Terapan, khususnya Antropologi Bisnis  dan Antropologi Politik.
Dalam kajian saya ini, saya mencoba  untuk obyektif, dan netral, untuk menghindari persepsi negatif. Karena  sebagai pribadi maupun keterlibatan saya dalam institusi, saya kebetulan  tidak memiliki kepentingan secuilpun dalam case ini.
Kebetulan  saya tengah akrab dengan Ilmu ini, khususnya ilmu yang terapan atau  praktek-praktek lapangannya. Itu saja latar belakang saya menganalisis  thread ini:
Elektabilitas Calon Pemimpin dalam Perspektif Antropologi Bisnis dan Antropologi Politik
(Studi Kasus Elektabilitas Sri Mulyani di Bank Dunia dan Prabowo Subiyanto sebagai RI-1)
Oleh:  Ratmaya Urip*)
1. Elektabilitas Sri Mulyani di Bank Dunia
Tidak  dapat dipungkiri bahwa Bank Dunia tidak dapat dilepaskan begitu saja  dari lobby-lobby Jews. Karena peletak dasar bagi founding history-nya  adalah Jews sebagai otoritas keuangan resmi maupun tidak resmi di  Amerika Serikat, yang berkolaborasi dengan mayoritas etnis Irish, yang  kebetulan banyak mendominasi pemerintahan atau birokrasi Amerika Serikat  sepanjang sejarahnya.
Amerika Serikat merupakan tempat pijakan  yang kuat, sekaligus sebagai pengawal  "Bank Dunia". Kolaborasi historis  antara etnis Irish di birokrasi dan Jews di Finance telah membawa  Amerika Serikat mewarnai dunia seperti sekarang ini. Apalagi selain  Finance, etnis Jews juga mendominasi bidang-bidang Information  Technology, Media & Entertainment, Oil Business, Education,  Medicine, Surgery, dan lain-lain.
Sementara IMF didominasi oleh  kepentingan-kepentingan Eropa. Perebutan hegemoni antara Amerika Serikat  dengan Eropa merupakan issue klasik. Khususnya di bidang Keuangan dan  Pertanian. Itulah mengapa dalam sidang-sidang WTO maupun ILO maupun FAO  sering terjadi perdebatan sengit antara Amerika Serikat dan Eropa.  Terakhir yang diperdebatkan adalah masalah subsidi bagi sektor  pertanian.
Hal ini karena mereka saling berebut hegemoni, sebagai  potensi bawaan yang sudah ada sejak jaman baheula. Karena mereka penuh  dengan pola pikir etnis yang berakar pada keunggulan hegemoni  ("hegemony-based competitiveness"). Lihat saja perang antarnegara di  Eropa antara Inggris dengan Perancis, Inggris dengan Jerman, Inggris  dengan Perancis, dan lain-lain yang kemudian berpuncak pada Perang  Dunia1 dan ke-2. Perang-perang tersebut pada hakekatnya adalah perebutan  hegemoni yang berpuncak pada keinginan menjadi "uber alles", atau yang  menjadi No. 1.
Sementara Amerika Serikat sebagai dunia  baru bagi imigran miskin dari Eropa, di abad 16 sampai 19 seperti Irish,  Scottish, Bavarian, Jews, Sicilian, Spaniard, Poland, dan lain-lain  telah menjadi "Eropa Baru" yang penuh perebutan hegemoni. Meskipun  semula competitiveness-nya berbasis survival, karena mereka kebanyakan  miskin sehingga dapat disebut "survival-based competitiveness" kemudian  setelah mulai menjadi kaya, sifat dasarnya muncul kembali, yaitu  "hegemony-based competitiveness".
Ingat persaingan seru dalam  ajang kontes kecantikan antara "Miss Universe" (Amerika Serikat dalam  hal ini Donal Trump) dengan "Miss World" (Eropa/Inggris dalam hal ini  Eric Morley). Juga persaingan antara Badan-badan Tinju Dunia, seperti  WBC, WBF, IBF, WBA, dll.
Terlepas dari masalah-masalah politik,  agama, kepentingan tertentu dan lain-lain yang sering terbawa jika kita  membahas etnis Jews, saya mencoba untuk selalu berkiblat pada pemikiran  Dr. Mahathir Mohammad, yang mencoba untuk berpikir profesional dan  proporsional, dalam menyikapi hal ini (simak artikel saya: "Keunggulan  Bersaing Bangsa dalam Perspektif Antropologi Bisnis" di Blog saya:  
http://ratmayaurip.blogspot.com atau Blog The Managers Indonesia (TMI) 
http://themanagers.org)
Etnis  Jews yang di seluruh dunia jumlahnya "hanya" sekitar 16 juta jiwa,  dimana yang sekitar 7,5 juta jiwa bermukim di Amerika Serikat di antara   312.913.872 jiwa  penduduknya (Sensus 2010), sangat mendominasi di  bidang-bidang IT, Economics & Finance, Education, Media &  Entertainment, Surgery, etc.
Sementara etnis Irish  mendominasi Presiden Amerika Serikat (simak artikel saya seperti  tersebut dalam uraian di Blog). Kolaborasi antara etnis Jews dan Irish  kemudian menjadi wajah Amerika Serikat selama ini. Sementara etnis  Jerman yang merupakan etnis terbanyak di Amerika Serikat lebih suka  bergelut di bidang konstruksi, manufaktur, militer, dan sebagian  pertanian. Etnis-etnis lain tacit di bidang-bidang lainnya.
Sejak  berdirinya pada tahun 1946, Presiden Bank Dunia hampir seluruhnya  dipegang oleh orang Amerika Serikat. Di antara 11 Presiden yang menjabat  sejak dari Eugene Meyer (tahun 1946) sampai Robert B. Zoellick (saat  ini), hanya pernah 1 (satu) kali dijabat oleh bukan orang Amerika  Serikat, namun karena harus menjabat Presiden Bank Dunia kemudian  dinaturalisasi menjadi warga negara Amerika Serikat, pada periode ke 9  (sembilan) antara tahun1995-2005. Pada periode tersebut Sir James  Wolfensohn dinaturalisasi dari semula warga negara Australia menjadi  warga negara Amerika Serikat karena harus menjabat sebagai Presiden Bank  Dunia. Apalagi dia menjabat selama 10 tahun.
Jadi betapa kuatnya lobby-lobby Jews dalam peta finansial dunia, tidak ada yang dapat memungkirinya.
Bagi  Sri Mulyani, jika ingin medapatkan posisi Presiden Bank Dunia, maka  sekurang-kurangnya wajib untuk menarik simpatinya. Atau mungkin saja Sri  Mulyani sudah termasuk dalam Ring-1 mereka. Tinggal menaturalisasikan  dirinya sebagai warga negara Amerika Serikat. Mengingat salah satu di  antara 11 Presidennya kemudian juga harus pindah warga negara dari  Australia menjadi Amerika Serikat. Jika tokh karena begitu cinta mereka  kepada Sri Mulyani, karena kepentingan-kepentingan mereka terakomodasi,  sehingga Sri Mulyani bersedia untuk dinaturalisasi, itu masih merupakan  misteri. Misteri lain adalah jika Sri Mulyani tidak bersedia  meninggalkan kewarganegaraan Indonesia-nya, atau mereka mau menerima Sri  Mulyani apa adanya dengan segala visinya (untuk yang ini kok rasanya  berat bagi mereka).
Sri Mulyani konon memang dianggap  sebagai penganut ekonomi neo-liberal. Untuk yang satu ini memang  sebenarnya sudah cocok sebagai salah satu kriteria menjadi Presiden Bank  Dunia. Tinggal mampukah dia menjaga kepentingan-kepentingan Amerika  Serikat (baca: Jews), itulah sebenarnya inti pokoknya. Karena untuk  sektor "global finance" kepentingan-kepentingan Jews, diakui atau tidak  memang sangat dominan. Tentang maukah Sri Mulyani pindah warga negara,  itu tergantung dari sikapnya dalam memandang "nasionalisme". Apakah  "nasionalisme" kuno atau "nasionalisme" modern.
Bagaimana  jika sampai terjadi, bahwa kepentingan Amerika Serikat berbenturan  dengan kepentingan Indonesia, itulah PR untuk dapat dijawab. Untuk hal  ini, Jews dengan dominasi media-global nya yang sangat interogatif dan  spionatif , pastilah mudah untuk menyelidiki sikap Sri Mulyani terhadap  kepentingan-kepentingan mereka. Ingat di tataran global, ranking 1 dan 2  media global dipegang oleh Jews, yaitu Walt Disney dari Disney Media  Network dan Rupert Murdoch dari NewsCorporation.
Ingat  sebagai 1-st rank global media dengan revenue US$ 36,1 billion (2009)  Walt Disney menguasai ABC Television, ESPN, Disney Channel, SOAPnet,  A&E and Lifetime, 277 radio stations, music and book publishing  companies, production companies Touchstone, Miramax and Walt Disney  Pictures, Pixar Animation Studios, the cellular service Disney Mobile,  and theme parks around the world.
Sedangkan News  Corporation dari Rupert Murdoch sebagai 2nd rank global media yang  mengantongi revenue US$ 30,4 billion mendominasi dengan Fox Broadcasting  Company; television and cable networks such as Fox, Fox Business  Channel, National Geographic and FX; print publications including the 
Wall Street Journal, the 
New York Post and 
TVGuide; the magazines 
Barron’s and 
SmartMoney; book publisher HarperCollins; film production companies 20th Century Fox, Fox Searchlight Pictures and Blue Sky Studios.
Apalagi jika ditambah bisnis-bisnis mereka yang lain, yang semuanya mendunia.
Dengan  kehadiran China sebagai kekuatan ekonomi dunia yang dapat menggoyangkan  posisi mereka (konon dalam suatu jajak pendapat, warga Amerika Serikat  sendiri menganggap China sebagai kekuatan ekonomi dunia no 1 pada tahun  2013 nanti, mengalahkan Amerika Serikat), maka Sri Mulyani diduga juga  harus dapat membendung arus akselerasi kemajuan ekonomi China di pasar  global. Ingat dominasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat meskipun  pelan namun pasti sudah tergerogoti secata masif dalam Global 500  Fortune. Masuknya Sinopec Group, China National Petroleum, dan State  Grade di 10 Besar menghadapi Walmart, Exxon Mobil dan Chevron dari  Amerika Serikat serta Toyota Motor, dan Japan Post Holding dari Jepang,  membuat pengamat ekonomi global semakin yakin bahwa China adalah raksasa  ekonomi baru yang sudah siap mengambil alih tahta ekonomi dunia. Tentu  saja Amerika Serikat (cq. Jews) khawatir tentang ancaman ini. Tindakan  dengan menempatkan duta besar baru dari Amerika Serikat untuk China yang  beretnis Tionghoa, Gary Locke nampaknya sebagai salah satu cara untuk  mengetahui kemungkinan-kemungkinan meredam akselerasi pertumbuhan dan   perkembangan ekonomi China. Penampilan duta besar Amerika Serikat untuk  China yang berdarah Tionghoa tersebut memang antik, karena kemana-mana  sering membawa ransel di pundaknya (yang mengingatkan saya pada  penampilan sahabat saya yang juga ekonom  Faisal Basri yang lebih suka  membawa ransel punggung dan sepatu sandal, meski dalam kesempatan resmi)
Dengan  kata lain untuk menjadi Presiden Bank Dunia, maka Sri Mulyani, wanita  Jawa kelahiran Bandar Lampung, 26 Agustus 1962, yang juga berpredikat  wanita paling berpengaruh di dunia ranking 23 versi Forbes 2008 tersebut  wajib untuk  dapat mendahulukan kepentingan-kepentingan mereka. Ini  adalah bisnis. Bisnis yang kapitalistik. Dalam bisnis global selalu ada  politik bisnisnya.
Terlepas dari semua kriteria tersebut  di atas, sebenarnya menurut saya, apakah posisinya tersebut  menguntungkan atau tidak bagi bangsa dan negara Indonesia. Itulah yang  terpenting. Namun jika Sri Mulyani konsisten dengan apa yang ditulis  dalam facebook-nya yaitu:  
"hidup hanya sementara, lakukan yang terbaik dan berikan yang terbaik buat bangsa, negara, agama, dan keluarga",   maka nampaknya sulit bagi Amerika Serikat untuk dapat mempengaruhi  visinya. Sebab pilihan antara menggadaikan hidup bagi pihak lain yang  mungkin berbeda visi, sementara keinginan untuk berbuat yang terbaik  bagi bangsa, negara, agama dan keluarga juga menggebu, seperti tertulis  di akun FB-nya tersebut, nampaknya sulit untuk dikompromikan. Meskipun  saya tidak begitu yakin akun Facebook-nya adakah akun resmi Sri Mulyani,  karena bisa saja digawangi oleh orang lain.
Entah nantinya jika ada sesuatu yang lain yang dapat membuat kedua pilihan tersebut dapat bersinergi.
Bagaimanapun  juga, jika Sri Mulyani mampu memenangkan perebutan kursi World Bank-1  itu merupakan suatu anugerah dan kebanggaan tersendiri bagi pihak-pihak  yang berkepentingan. Sementara bagi yang berseberangan mungkin dapat  menjadi sandungan.
2.  Elektabilitas Sri Mulyani dan/atau Prabowo Subiyanto sebagai RI-1
Sri  Mulyani beretnis Jawa, meski kelahiran Bandar Lampung. Sebagai etnis  dengan jumlah terbanyak di Indonesia, tentu saja sentimen etnis masih  dapat berbicara dalam percaturan perebutan RI-1.
Dalam  sejarah modern Republik Indonesia, dari 6 (enam) Presiden dijabat oleh 5  (lima) Presiden dari etnis Jawa. Sedang Pak Habibie (yang bukan etnis  Jawa) kebetulan waktu itu karena wajib memenuhi amanat konstitusi  menjadi pengganti Presiden ke-2 (Soeharto yang dilengserkan) menjadi  Presiden ke-3. Jika waktu itu Wakil Presidennya Umar Wirahadikusumah,  atau Adam Malik, atau Sri Sultan HB IX, atau Sudharmono, pastilah lain  ceritanya.
Dalam perspektif yang lebih detail, dan jika  kita mau jujur, sentimen etnis dimanapun juga sering masih sulit  ditinggalkan. Taruhlah sebelum Presiden SBY (yang pemilihan Presiden  sebelum tahun 2009) masih dilakukan tidak secara langsung (karena  dipilih MPR), tokh dengan suara terbatas di dalam MPR masih saja etnis  Jawa mendominasi. Apalagi jika pemilihan dilakukan secara langsung  dengan melibatkan seluruh rakyat Indonesia. Kekuatan etnis Jawa yang  konon terbanyak di Indonesia masih sulit ditandingi.
Dalam  pemilihan langsung prestasi atau pesona individual lebih mudah dijual,  apalagi ditambah asal etnisnya. Krn secara umum etnis2 di Indonesia,  mayoritas memiliki emosi melo-dramatis dibanding rasional.
Bagaimana dengan Pemilihan Presiden dari Perspektif Antropologi Politik?
Untuk  Pemilihan Presiden apalagi secara langsung, meski ada Partai Politik yg  mengusung, tetap saja sentimen etnis sulit dihilangkan selama tingkat  pendidikan rata2 masih rendah. Meski juga sekarang lebih cenderung  pragmatis.
Dari 6 Presiden selama ini , 4 Presiden dr  etnis Jawa-Mataraman, 1 Presiden etnis dari Jawa Arek yang ada Jawa  Mataramannya, 1 Presiden lagi dari Sulawesi. Itupun jadi Presiden krn  kebetulan Pak Harto lengser, shg sebagai Wakil Presiden mewarisi jabatan  Presiden utk mengembang amanat Undang2 Dasar.
Dari calon  yg dijagokan bbrp pihak saat ini muncul nama: 1. Sri Mulyani (Jawa  Semarangan-H meski kelahiran Lampung). 2. Prabowo Subianto (Jawa-  Mataraman-AA). 3. Ibu Ani Yudhoyono (Jawa Mataraman-AA), 4. Anas  Ubaningrum (Jawa-Mataraman-AG), 5. Surya Paloh (Manado-Minahasa). 6.  Aburizal Bakrie (Lampung) 7. Pramono Edie Wibowo, adik Ibu Negara yg  KSAD ( Jawa Mataraman-AA). 8. Dahlan Iskan (Jawa Mataraman-AE), 9. Joko  Widodo (Jawa Mataraman-AD). 10. Hatta Rajasa (Palembang). Nama2 lain  belum banyak dibicarakan. Catatan: Nama tersebut di atas ditulis tidak  berdasar pada hasil survey, namun lebih pada masukan yang ada di  sejumlah media.
Terlepas dari fenomena Golput yg semakin  membesar, tetap saja sentimen etnis yg mengemuka, meski tidak  ditunjukkan secara vulgar.
Nah saya tetap memegang pilihan bahwa etnis Jawa masih memegangnya krn alasan sentimen etnis dan sifat melo-dramatis yg ada.
Kecuali  suara etnis Jawa terpecah2 menjadi beberapa pilihan krn calon  Presidennya banyak yg dr etnis Jawa. Nah di sini baru calon Presiden  dari etnis non-Jawa bisa tampil.
Tapi saya pesimis juga, karena  ada teorema, bahwa etnis non-Jawa selalu saling berebut posisi kedua di  bawah etnis Jawa, mengingat anggapan, bahwa mengatasi etnis Jawa sangat  sulit. Apakah 2014 lain situasinya? Kita tunggu saja. Semoga ada calon  dari non-Jawa yang kuat. Saya akan analisis secara antropologi politik  setelah calon2nya jelas dan ditetapkan.
Perlu diketahui,  data terakhir jumlah etnis di Indonesia sebelum Sensus Penduduk 2010  adalah (saya belum mendapat data terbaru. Mohon masukan dari anggota  milis jika ada data terbaru):
1. Jawa: 86 juta atau 41,7%
2. Sunda: 31,765 juta,15,4%
3. Melayu: 8,789 juta, 4,1%
4. Tionghoa: 7,776 juta 3,7% dr sub-etnis Cantonese, Hakka/Khek, Tiociu/Teochews, Hokkien
5. Madura 6,807 juta, 3,3%
6. Batak 6,188 juta, 3%
7. Bugis 6 juta7n 2,9%
8. Minang 5,569 juta, 2,7%
9. Betawi 5,157 juta, 2,5%
10.Arab 5 juta,
11. Dilanjut Banjar, Banten, Aceh, Bali, Dayak, Sasak, Makassar, Cirebon, Ambon, dst.
Dengan  kata lain, dari perspektif Antropologi Politik, etnis Jawa hanya dapat  dibendung jika calon RI-1 dari etnis Jawa banyak calonnya. Sehingga  suaranya akan terpecah-pecah. Dan itu harus 1 (satu) putaran. Jika  sampai 2 (dua) putaran dimana dalam pemilihan Putaran ke-2 melibatkan 1  (satu) calon dari etnis Jawa vs 1 (satu) calon dari etnis non-Jawa,  banyak kemungkinan etnis Jawa yang akan menang.
Bagi  calon-calon dari non-Jawa, saya sarankan agar mengondisikan agar  calon-calon dari etnis Jawa banyak jumlahnya, supaya suaranya  terpecah-pecah. Sementara dia wajib membuat solid suara seluruh etnis  non-Jawa maupun sebagian etnis Jawa.
Dengan kata lain,  jika Sri Mulyani maju sebagai calon RI 1, elektabilitas dari perspektif  Antropologi Politik dapat bersaing. Demikian juga Prabowo, Dahlan Iskan,  Jokowi, dan lain-lain yang ber-etnis Jawa. Namun jika mereka maju  secara bersama-sama, suara mereka mungkin akan terpecah-pecah, yang akan  menguntungkan calon dari non-Jawa.
Ingat ketokohan dan  sifat melodramatis adalah kunci dari keberhasilannya. Bukan karena  partai politik yang mengusungnya, atau karena iming-iming sejumlah uang.  Visi dan misi yang biasanya sebagai embel-embel dalam pemilihan tidak  akan banyak dilirik, terutama oleh pemilih yang kebanyakan masih banyak  yang rendah tingkat pendidikannya. Meski dengan politik uang, dengan  semakin meleknya warga negara mungkin apa yang saya sampaikan tetap  seperti pandangan saya tersebut di atas.
Di Amerika  Serikat saja, yang tingkat pendidikan rata-ratanya sangat tinggi, tokh  etnis Irish-lah yang mendominasi Presiden Amerika Serikat.Sekitar 22  dari 44 Presiden-nya dari etnis Irish.
Salam,
Ratmaya Urip