Sabtu, 25 Februari 2012

Menemukan Hikmah Dalam Setiap Peristiwa

Oleh:  Dadang Kadarusman

Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:Konstruksi struktur Natural Intelligence (NatIn™) dibangun oleh 2 komponen utama, yaitu AKAL dan KALBU. Mendayagunakan keduanya dengan baik, merupakan keterampilan yang menunjukkan kualitas kecerdasan hakiki kita.”
 
Ketika mengalami suatu kejadian yang tidak menyenangkan, apa yang biasanya Anda rasakan? Sedih. Marah. Pasrah. Bagaimana dengan peristiwa yang menyenangkan? Gembira. Tertawa. Melompat-lompat. Kadang, kita berada pada titik paling ekstrim dari kedua situasi yang saling bertolak belakang itu. Maka tidak heran jika mood atau perilaku kita bisa berubah 180 derajat dari waktu ke waktu. Namun ada juga orang-orang yang tetap tenang meski tengah ditimpa musibah. Dan ketika mendapatkan kegembiraan, mereka merayakannya sewajarnya saja. Ini adalah cermin dari kontrol diri. Seseorang yang memiliki Natural Intelligence (NatIn™) tinggi, dicirikan dari kemampuannya untuk melakukan kontrol diri seperti ini. Bagi kebanyakan orang, kontrol diri yang paling sulit dilakukan adalah ketika menghadapi peristiwa yang kurang menyenangkan. Bagaimana dengan Anda?
 
Seorang eksekutif bergegas keluar dari mobilnya yang diparkir di tepi jalan. Menjinjing tas laptop, kunci mobil dan handphone sambil memasuki sebuah mini market. Setelah membayar, dia pun melangkah keluar. Pintu berpegas itu hanya dibukanya setengah, lalu dia melintas. Rupanya, pintu menutup sedemikian cepatnya. Sehingga, kaki kanannya terbentur sudut bawah pintu itu. Dia tidak merasakan sakit, namun secepat kilat melihat kearah alas kakinya yang terbuat dari kulit.  Rupanya sudut bawah pintu itu tajam sekali, sehingga alas kaki kesayangannya robek. Lelaki itu merasa sangat kesal. Namun, sebelum sempat mengumpat, seseorang berkata; “Bersyukurlah kamu mengenakan alas kaki itu, Bung. Jika tidak, maka kaki kamu sudah berdarah-darah. Atau,  mungkin uratnya sampai putus ….” Seketika itu pula lelaki itu memegang dadanya. Lalu berucap, Alhamdulillah. Saya tidak sedang menggunjingkan orang lain. Karena peristiwa itu adalah tentang saya, dengan suara batin yang menasihati dari dalam diri saya. Ketika itu terjadi, saya memang kecewa sekali. Namun, suara batin itu bukan hanya bisa menenangkan hati saya, melainkan juga membuka pintu-pintu pandangan logika saya. Sehinga saya, bisa menemukan hikmahnya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menemukan hikmah dalam setiap peristiwa, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:  
 
1.      Hindarilah mendahulukan prasangka. Setiap kali mendapatkan sesuatu yang kurang menyenangkan, respon pertama yang sering muncul dalam benak kita adalah; ‘kok begini sih!’ Hal itu merupakan sebuah pola dalam mental kita. Dan jika kita membiarkannya terus, maka hal itu akan mendorong kita untuk melakukan tindakan kontra produktif. Misalnya, penyangkalan (denial), pembelaan diri (defensive), atau penyerangan (aggression). Kenapa bisa begitu? Karena kita terlanjur mendahulukan prasangka. Ketika prasangka sudah menguasai pikiran (AKAL) dan perasaan (KALBU) kita, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan hikmah dari kejadian yang kita alami. Jika kejadian itu disebabkan oleh ulah seseorang yang ‘kurang ajar’, maka kita akan mencari cara paling efektif (AKAL) untuk membalasnya. Hajar bleh, sampai kita merasa puas (KALBU) oleh terbalasnya kelakuan dia. Dengan demikian, kita akan menjadi pribadi yang sama buruknya dengan orang itu. Maka mendahulukan prasangka, ternyata bukan pilihan yang tepat untuk kita.
 
2.      Latihlah mendahulukan pemahaman. Pernahkah Anda memarahi seseorang yang melakukan sebuah kesalahan? Ketika masih menjadi ketua RT, seseorang mendatangi rumah saya sambil marah-marah. Sambil memvonis saya sebagai RT yang tidak peduli pada warga, beliau menjelaskan tentang jabatan tinggi yang disandangnya di kantornya. Bagi orang yang berprinsip ‘elu jual gue beli’ seperti saya; kejadian itu bisa menimbulkan perang bubat. Namun, saya masih sempat bertanya masalahnya apa. Ternyata urusan surat keterangan yang belum saya tanda tangan. Rupanya, beliau menelepon bolak balik menanyakan apakah saya ada di rumah atau tidak. Pembantu kami yang menerima telepon tidak menyampaikan pesan beliau pada saya. Sekarang saya paham. Mengapa beliau marah begitu. Perasaan (KALBU) saya yang tadi sudah panas sekarang menjadi dingin. Pikiran (AKAL) saya yang tadi sudah siap untuk menentukan balasan apa yang saya lakukan, sekarang menjadi tenang. Lalu saya tanyakan dimana suratnya? ‘Ini saya bawa,’ katanya. Saya pun jelaskan 3 hal padanya. Satu, saya tidak tahu soal teleponnya. Dua, surat itu masih ada padanya. Tiga, untuk minta tanda tangan saya tinggal dititip saja surat itu di rumah saya, nanti saya pulang kerja tentu ditanda tangani. Setelah penjelasan itu, muncul kesepahaman diantara kami berdua. AKAL dan KALBU kami, sudah kembali pada fungsi optimalnya. Bagaimana kejadian itu berakhir? Permintaan maaf meluncur, dan kami berpelukan seperti dalam film Teletubies. Hasil dari mendahulukan pemahaman  tuch….
 
3.      Fokusah pada apa yang tetap menjadi milik kita. Ada kalanya kita tidak bisa menghindari kerugian, kehilangan, atau cobaan dalam berbagai bentuk dan wujudnya. Mungkin ada yang pernah kecurian benda berharganya. Dikecewakan orang yang paling dipercayanya. Disingkirkan oleh orang yang pernah dibela dan diselamatkannya. Atau, juga hal kecil seperti alas kaki kulit kesayangan saya yang robek gara-gara tersangkut pintu minimarket itu. Kita, sering fokus kepada apa yang hilang dari diri kita.  Padahal, ketika suara kecil yang datang dari hati (KALBU) saya mengatakan ‘Yang robek alas kaki, kamu. Bukan putusnya urat kakimu itu,” tiba-tiba saja pikiran (AKAL) saya bekerja. Jika mengenakan sandal jepit murah. Mungkin saya hanya rugi Rp. 10,000.- sajah seperti harga beli sandal ituh. Tetapi, jika saya mengenakan alas kaki terbuka seperti sandal murah itu, maka ujung runcing sudut pintu tajam itu tidak terhalang oleh apapun untuk merobek kulit – daging – urat – dan tulang kaki kanan saya. Jika itu terjadi…… Oh! Betapa beruntungnya saya mengenakan alas kaki kesayangan itu. Saya kehilangannya, tetapi saya masih memiliki kaki yang utuh, sehat, sempurna, aman, nyaman dan sanggup untuk mengerjakan tugas-tugas lain hingga Insya Allah; nanti bisa menghasilkan nafkah yang cukup untuk membeli kembali alas kaki seperti itu lagi. Fakta bahwa kita kehilangan sesuatu yang kita cintai memang tidak bisa dimanipulasi. Namun, fakta bahwa kita masih mempunyai banyak hal dalam diri kita menunjukkan bahwa kita punya begitu banyak hal berharga yang masih tersisa. Maka fokuslah kesana. Agar peristiwa itu tidak merenggut hal-hal berharga yang masih kita miliki.
 
4.      Tetaplah waspada terhadap berbagai kemungkinan. Jika Anda pergi dari rumah pada musim hujan, boleh jadi Anda menyediakan payung didalam mobil ya? Mestinya sih begitu. Meski ketika Anda berangkat, hujan tidak turun. Ada begitu banyak kemungkinan yang kita hadapi. Namun, sebagai orang yang memiliki kemampuan berpikir sehat, ketika perlu mengantisipasi berbagai kemungkinan itu (AKAL). Ketika payung sudah tersedia didalam mobil, maka mau hujan atau tidak nantinya, Anda tidak usah khawatir sepatu, laptop, dan baju kerja Anda terkena basah. Anda tenang saja, karena jika hujan pun masih bisa menggunakan payung (KALBU). Itu baru hal sepele. Bagaimana dengan hal-hal yang lebih besar dari itu? Salah satu ciri orang yang cerdas adalah ketika dia bisa memperkirakan berbagai kemungkinan (AKAL) untuk menjadikan kehidupan yang dijalaninya tentram dan damai (KALBU). Kombinasi kedua hal tersebut menghasilan sesuatu yang kita sebut sebagai kewaspadaan. Itulah sebabnya mengapa, orang yang waspada itu lebih berpeluang untuk terhindar dari kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan. Sejauh yang saya ketahui dan alami, orang waspada itu bahkan tidak dapat dipengaruhi oleh hipnotis. Mengapa? Karena dia memegang kendali dirinya sendiri, sehingga pengaruh dari luar tidak mudah masuk merusak kondisi jiwanya. Maka mari belajar untuk tetap waspada terhadap berbagai kemungkinan.
 
5.      Melipatgandakan perlindungan dengan tawakal. Tidak seorang pun yang bisa memperkirakan akan mengalami apa sedetik setelah saat ini. Ada tak berhingga kemungkinan sehingga pikiran (AKAL) kita tidak bisa menjangkau seluruhnya. Meskipun mengaku tidak paranoid, tapi kita sering gelisah dengan apa yang akan terjadi nanti (KALBU). Percayalah bahwa tidak semua hal bisa dijangkau oleh kemampuan manusia. Sehingga patut jika kita menyerahkan diri pada pemilik mutlaknya. Meskipun kita sudah berusaha waspada? Ya. Meskipun kita sudah berusaha waspada sewaspada-waspadanya. Oleh sebab itu, bersikap waspada tidak berarti kita bisa mengantisipasi 100% kemungkinan yang bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Maka sebagai solusinya, kita butuh mengakui bahwa bukan kita sendiri yang memegang seluruh hidup kita. Mulailah belajar percaya bahwa ada Dzat yang menguasai hidup dan mati kita. Menentukan sukses dan gagalnya kita. Menghitung panjang dan pendeknya usia kita. Maka setelah semua yang kita lakukan secara maksimal untuk mengantisipasi dan mengupayakan yang terbaik itu (AKAL) kita menyerahkan diri kepada Sang Maha Kuasa itu (KALBU). Itulah yang disebut sebagai ‘tawakal’. Maka mari kita lipatgandakan perlindungan diri kita dengan tawakal kepada-Nya.
 
Hidup kita semua, tidak semata berisi hal-hal indah belaka. Namun ketika kita mampu menarik hikmahnya, kita akan tetap tentram bahkan ketika tengah menghadapi cobaan yang berat. Hikmah merupakan salah satu dari 4 pilar dalam konstruksi Natural Intelligence (NatIn™). Kemampuan kita mengambil hikmah dalam setiap peristiwa sangat menentukan apakah kita mampu memaknai peristiwa itu atau tidak. Maka salah satu ciri orang yang memiliki tingkat Natural Intelligence tinggi adalah; dia mampu menemukan hikmah dari setiap peristiwa yang dialaminya. Baik di rumah, di kantor. Dimana saja. Dan kepada orang-orang seperti itu, tidak ada yang bisa merusaknya. Jika Anda memperhatikan, saya berulang kali menyebut kata AKAL dan KALBU. Tahukah Anda apa sebabnya? Tepat sekali. Karena AKAL dan KALBU adalah komponen utama dalam struktur konstruksi  Natural Intelligence (NatIn™). Mendayagunakan keduanya dengan baik, merupakan keterampilan yang menunjukkan kualitas kecerdasan hakiki kita. Tertarik untuk belajar dan lebih memahami ilmu itu? Mari kita sama-sama mempelajari dan mendalaminya. Yuk, marrri…. 
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman  24 Februari 2012
Author & Trainer of Natural Intelligence Leadership
 
Catatan Kaki:
Natural Intelligence (NatIn™) atau kecerdasan hakiki membantu kita untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Apakah di rumah, di kantor, dan dimana saja.
  
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 

Kamis, 23 Februari, 2012 21:56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar