Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Catatan Kepala: ”Semangat dan tindakan yang didasari dengan ilmu jauh lebih berdampak  daripada sekedar melakukan sesuatu karena euforia belaka.”
Akhir-akhir ini kita sering mendengar orang berbicara tentang Coaching & Counseling.  Ada bagusnya juga sih. Namun, kadang agak janggal juga ketika  pembicaraan itu berlangsung pada pada konteks yang tidak tepat. Bahkan,  banyak juga orang yang ternyata tidak benar-benar memahami kosa kata  yang digunakannya. Misalnya, ketika ditanya: “APA SIH BEDANYA COACHING  DENGAN COUNSELING?” Masih banyak yang bingung. Padahal, keliru  memahaminya bisa menyebabkan keliru juga melakukannya. Tidak heran jika  proses Coaching & Counseling sering  tidak berhasil mencapai tujuannya masing-masing. Karena tanpa ilmu,  sesuatu yang kita lakukan tidak bisa memberikan hasil optimal. Apakah  Anda pernah melakukan Coaching dan atau Counseling?
Salah satu resiko kekeliruan dalam menerapkan prinsip Coaching & Counseling adalah  ketika kita tidak bisa mengenali batas-batasnya. Sesuatu yang  seharusnya kita tangani dengan teknik Counseling – misalnya – secara  keliru kita hadapi dengan teknik Coaching. Maka hal itu bisa menimbulkan  kebergantungan bawahan kepada kita. Bukan hanya itu, kita bisa terbawa  kedalam arus pusaran masalahnya. Apa lagi jika antara kita dengan  bawahan itu berjenis kelamin berbeda. Kita bisa saja menyelesaikan  masalah semula, namun menghasilkan masalah yang baru antara kita dengan  bawahan yang kita bimbing. Segala sesuatu memang ada ilmunya. Bukan  sekedar mengikuti euphoria yang sedang berkembang di lingkungan kita. Semangat dan tindakan yang didasari dengan ilmu jauh lebih berdampak daripada sekedar melakukan sesuatu karena euforia belaka. Maka mempelajari dengan baik teknik Coaching & Counseling merupakan  sebuah kebutuhan bagi  para leader, supaya dalam melakukannya kita tidak sekedar meraba-raba.  Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memahami lebih dalam Coaching & Counseling, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini: 
1.      Pahami perbedaan fungsi dan tekniknya.  Sama  seperti kita menggunakan kunci pas. Setiap kunci ada ukurannya  masing-masing. Kita tidak bisa menggunakan kunci pas ukuran 15 untuk  memutar baut seukuran 13, misalnya. Begitu pula halnya dengan Coaching & Counseling. Tanpa  pemahaman itu, kita tidak bisa memposisikan diri dengan benar ketika  berhadapan dengan bawahan yang membutuhkan bantuan kita. Dengan kata  lain, kita tidak akan tahu persis apa sih fungsi kita ketika memainkan  peran sebagai seorang Coach, dan apa fungsi kita ketika berperan sebagai  seorang Counselor. Ingatlah bahwa seorang Coach mempunyai fungsi yang  berbeda dengan Counselor. Begitu pula teknik dalam melaksanakan  tugasnya. So, pahamilah perbedaan fungsi dan teknik diantara keduanya.  Sehingga ketika Anda menerapkannya bersama anak buah, maka Anda akan  bisa melakukannya dengan sebaik mungkin.
2.      Pahami dan patuhi batasan-batasannya.  Bayangkan  kalau seorang striker tidak memahami batasan-batasan atau perbedaan  mendasar antara kewenangan striker dengan goal keeper. Bisa-bisa dia  menangkap bola dengan tangannya di depan gawangnya sendiri bukan? Jika  itu terjadi, dia bisa menyebabkan hukuman tendangan penalty yang  merugikan teamnya. Begitu pula dengan Coach atau Counselor yang tidak  mengenal batasan-batasan tugas, tanggungjawab dan kewenangan yang  dimilikinya. Jika  Anda pernah mendengar kasus dukun cabul, itu adalah salah satu contoh  buruk yang terjadi ketika seseorang datang kepada orang yang dianggap  bisa memberikan solusi bagi masalah pribadinya. Haaaa, kita kan bukan  dukun. Anda mungkin berkilah demikian. Benar. Tetapi, bukan hanya dukun  lho: ‘psikolog’ atau bahkan ‘guru BP’ pun bisa tergelincir jika dia  tidak memahami dan tidak mematuhi batasan-batasannya. Bagaimana dengan  kita bersama bawahan yang kita bimbing? Sama saja. Jika tidak pernah  mendengar potret buruk kesalahkaprahan coaching dan counseling antara  atasan dan bawahan ini di koran merah, itu tidak berarti tidak pernah  terjadi. Tidak terekspose saja. Namun semua ekses itu tidak perlu  terjadi jika kita memahami dan mematuhi batasan-batasannya.
3.      Pelajari seni kombinasinya.  Dalam prakteknya, seorang leader kadang dihadapkan pada kasus-kasus  yang tidak bisa diselesaikan dengan teknik Coaching saja. Atau  Counseling saja. Pada tahapan masalah yang kronik, dampaknya bisa  berefek kemana-mana. Maka ada situasi dimana sebagai leader kita  dituntut untuk mampu mengkombinasikan teknik Coaching dengan Counseling  secara simultan. Ini memang sudah termasuk kemampuan advance. Sebaiknya  dilakukan oleh orang yang benar-benar terlatih. Apakah tanpa latihan  kita bisa melakukannya? Tidak. Sekalipun Anda benar-benar memiliki bakat  alam yang kuat. Latihan? Mutlak  untuk dilakukan. Dalam konteks ini, hal yang perlu kita latih ada dua,  yaitu: (1) Teknik kombinasinya dan (2) pengendalian diri. Mengapa  pengendalian diri? Karena tantangan paling besar yang dihadapi oleh  seorang Coach atau Counselor bukanlah yang datang dari seseorang yang  sedang dibimbingnya. Melainkan dari dalam dirinya sendiri. Hanya jika  mampu menguasai kedua aspek itu saja, kita bisa menguasai seni  kombinasinya. Tidak bisa tidak. Karena kedua hal itu, mutlak perlunya.
4.      Ikuti perkembangan ilmunya.  Sepanjang waktu, ilmu terus berkembang. Maka barangsiapa yang enggan  untuk mengikuti perkembangan tumbuh kembangnya ilmu, hampir bisa  dipastikan akan ketinggalan zaman. Dia mungkin tidak menyadarinya. Namun  orang lain yang mengerti tahu betul jika teori dan tekniknya sudah  usang. Masak sih kalau gadget komunikator selalu kita ikuti  perkembangannya dari waktu ke waktu, sedangkan ilmu yang sangat  menunjang kualitas kepemimpinan itu kita biarkan ketinggalan? Dulu, kita  hanya berbicara tentang Coaching saja. Atau Counseling saja. Kemudian  secara salah kaprah kita menyebutnya  Coaching & Counseling.  Sekarang, Coaching & Counseling pun masih berkembang lagi dengan  kehadiran konsep Mentoring. Makanya dalam sebuah program pelatihan  “Coaching – Counseling – Mentoring” yang saya fasilitasi saya sering  dihadapkan pada pertanyaan klasik: Coaching – Counseling – Mentoring?  Apaan lagi tuch? Kalau ditanya gadget terbaru, kita langsung nyamber.  Faham betul feature-featurenya. Apakah kita juga mempunyai ketertarikan  yang sama tingginya terhadap perkembangan ilmu Coaching-Counseling-Mentoring? Nah, ini challenge tambahan untuk seorang leader nih.
5.      Temukan guru pembimbing yang tepat.  Salah satu kriteria orang yang tepat bagi kita untuk berguru adalah “mempunyai landasan ilmu yang mumpuni DAN  pengalaman praktis dalam pekerjaannya”. Bagus saja jika kita belajar  para orang yang rajin membaca textbook. Kita bisa menimba banyak  pengetahuan. Namun, tanpa pengalaman empiris, ilmu yang kita dapat hanya  sebatas teori belaka. Bagus juga jika kita belajar kepada orang yang  terampil dari  pengalaman. Kita bisa tahu trik-triknya. Namun, tidak semua orang bisa  melakukannya tanpa sokongan teknik atau ilmu yang memadai. Jadi, lebih  baik jika kita bisa menemukan guru atau pembimbing yang memiliki ilmunya  sekaligus berpengalaman dalam dunia nyata untuk mempraktekkannya.  Jarang? Memang. Namun begitu kita menemukan orang seperti ini, kita bisa  mendapatkan keduanya. Orang yang memiliki kedalam ilmu dan keluasan  pengalaman seperti ini biasanya tidak takut dihadapkan pada kasus-kasus  aktual yang kita hadapi di lapangan. Mereka bukan tipe membuat scenario  dirumah, lalu latihan sebelum tampil, kemudian mendemonstrasikannya di  depan kelas. Orang yang memiliki ilmu dan pengalaman ini membuka dirinya  untuk mendengar langsung dari Anda; “kasus pelik apa yang sedang Anda  hadapi?” Lalu bersama Anda, dia mencari solusinya. Mencontohkan. Dan  melatih Anda melakukan tahapan-tahapan prosesnya. Ingin belajar Coaching-Counseling-Mentoring? Temukan guru pembimbing yang seperti itu.
Untuk  menjadi pemimpin yang lebih baik, kita perlu terus menerus mengasah  kemampuan mengelola orang-orang yang kita pimpin. Apakah untuk tujuan  memenuhi target-target kinerja, memecahkan masalah, ataupun untuk  mengembangkan mereka. Agar mampu memainkan peran itu, kita perlu  membekali diri dengan teknik dan keterampilan yang memadai. Diantara  keterampilan-keterampilan yang perlu kita pertajam itu tentu saja Coaching-Counseling-Mentoring harus  ada  dalam daftar ceklis. Makanya, yuk kita sama-sama memperdalam ketiga  skill itu lagi. Agar kualitas kepemimpinan kita, semakin hari menjadi  semakin baik.
Mari Berbagi Semangat!
Trainer, & Public Speaker of Natural Intelligence
Catatan Kaki:
Pengetahuan kita tentang Coaching-Counseling-Mentoring perlu dikonversi menjadi ’keterampilan’ dalam melakukannya. 
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung  saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai  tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya. 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar