Rabu, 29 Februari 2012

Elektabilitas Calon Pemimpin dalam Perspektif Antrologi Bisnis dan Antropologi Politik

,



(Studi Kasus Elektabilitas Sri Mulyani Indrawati sebagai Presiden Bank Dunia)

Oleh: Ratmaya Urip*)


BAGIAN 2


Terus terang saya hanya dapat pesimis Bu Sri Mulyani dapat terpilih, karena World Bank dan Federal Reserve (The Fed) sulit utk ditembus oleh non USA (baca: Jews). Kecuali Bu Sri Mulyani dapat memutus lobby-lobby Jews, atau Bu Sri Mulyani benar2 dapat membela kepentingan2 mereka.
Namun jika benar2 terpilih, terlepas dari masalah Bank Century yg sangat membingungkan (atau rakyat dibuat bingung?), saya sebagai bangsa Indonesia sangat bangga. Ingat pepatah lama "right or wrong my country".
Perlu saya sampaikan, kriteria2 normatif untuk seorang calon Presiden Bank Dunia yg sering di-released di media itu hanya "lips service". Karena sebenarnya ada "hidden criteria" dan "hidden agenda".

Dalam artikel saya sebelumnya saya lupa menyampaikan, bahwa satu2nya Presiden Bank Dunia yg non-USA atau dari Australia yaitu Sir James Wolfensohn (Presiden ke-9) di antara 11 Presiden yg pernah ada, adalah seorang Jews, seperti halnya Presiden yg saat ini menjabat, Robert B. Zoellick yg juga seorang Jews.
Maka ketika dinaturalisasi menjadi warga Amerika Serikat, Sir James sangat antusias. Karena sepanjang sejarahnya, banyak warga Australia yg sering pindah warga negara menjadi warga negara Amerika Serikat,karena Amerika Serikat konon adalah pusat peradaban khususnya jika ingin meraih peran dan popularitas global.
Contohnya Nicole Kidman dan mantan suaminya Tom Cruise (Mission Impossible). Juga Sandra Bullock (Speed), Mel Gibson (The Patriot), Lucy Lawless (Xena, The Princess Warrior), dan lain-lain, yang semula adalah warga Australia.
Sebenarnya ada kesempatan bagi Bu Sri Mulyani, karena kebetulan calon yg diinginkan untuk menjadi Presiden Bank Dunia usulan Amerika Serikat yaitu Hillary Clinton (etnis Irish) ternyata yg bersangkutan tidak berminat, karena lebih ingin konsentrasi sebagai Menteri Luar Negeri saja.
Saat ini Amerika Serikat sedang bingung memilih calonnya. Sehingga Bu Sri Mulyani bisa masuk.
Namun saya tetap berpendapat, bahwa Presiden Bank. Dunia berikutnya tetap seorang Jews. Jika tidak maka seorang Irish. Karena Jews sangat percaya pada Irish, mengingat kolaborasi panjang yg telah terjalin antar-mereka.
Jika Bu Sri Mulyani dapat terpilih, itu baru prestasi luar biasa. Karena masuk dalam Rink-1 di Jews Society sangat sulit. Dan itu merupakan kepercayaan yg luar biasa dari Jews Society. Namun karena mengingat Indonesia sebagai tempat asal Bu Sri Mulyani dikenal sebagai negara dengan mayoritas Muslim, itu dapat menjadi ganjalan, meski mayoritasnya dikenal sebagai Muslim moderat oleh Barat.
Sebagai referensi, sebelumnya terjadi hiruk pikuk pemilihan Managing Director IMF yg baru (di IMF top-nya adalah Managing Director bukan President).
Ketika pada puncak pemilihan top leader IMF, telah saling berhadapan 2 calon yaitu Menteri Keuangan Perancis, Christine Lagarde versus Gubernur Bank Central Mexico, Agustin Cartens.
Waktu itu Cartens lebih superior dan dijagokan untuk menang. Namun saya memilih Lagarde, karena analisis berbasis pada Antropologi Bisnis dan Antropologi Politik yg saya telah pahami. Akhirnya memang pilihan saya yg terpilih.
Analisis saya waktu itu sederhana saja. Lagarde adalah orang Perancis. Yang akan digantikan adalah Dominique Strauss-Kahn adalah orang Perancis juga. Apalagi selama ini dominasi Perancis sebagai Managing Director IMF yg sudah 4 kali di antara 10 kali (di luar Lagarde sebagai Managing Director ke-11 dan orang Perancis ke-5 yg memimpin IMF kemudian).
Ingat selama 10 periode sebelumnya (sebelum Lagarde sbg yg ke 11) IMF selalu dipimpin Orang Eropa, dengan Perancis menjabat 4 kali (menjadi 5 kali setelah Lagarde terpilih), Swedia 2 kali, dan negara2 Eropa lainnya 1 kali (Belgia, Swedia, Belanda, Jerman, Spanyol).
Waktu itu saya tidak memilih Agustin Cartens karena dia bukan Orang Eropa. Padahal IMF sejak awal berdirinya memang konon dikapling untuk Eropa. Sedang World Bank dikontrol atau menjadi kapling Amerika Serikat. Faktanya memang demikian. Sehingga waktu itu saya memroyeksikan Lagarde akan menang. Akhirnya memang dia yg menang. Hanya karena dia orang Eropa. Kapabilitasnya sih sudah tidak diragukan lagi, yg seimbang dengan rivalnya.
Kembali ke pemilihan Presiden Bank Dunia, jika Bu Sri Mulyani dapat terpilih menjadi Presiden Bank Dunia (meski saya pesimis) dan saya diizinkan untuk berandai-andai (sesuatu yg jarang saya lakukan), maka paling tidak dapat tercatat 3 rekor yg tercapai. Yaitu:
Bu Sri Mulyani Indrawati menjadi:
1. Wanita pertama yg menakhodai Bank Dunia.
2. Negara non USA pertama yg memimpin Bank Dunia (asal jangan bersedia dinaturalisasi).
3. Muslim pertama yg memimpin Bank Dunia.
Dan rekor lain dapat tercipta, mungkin saja sebagai:
4. Yang termuda yg pernah memimpin Bank dunia.
(Tentang rekor ini saya belum yakin, karena saya belum ada data. Namun semoga tidak salah. Jika ada yg memiliki data, silakan share).
Mungkin ada rekor lain? Silakan yang lain menambahkan.
Saya bukan orangnya Bu Sri Mulyani. Karena saya netral2 saja. Saya hanya bangga jika ada orang Indonesia yg berprestasi. Siapapun dia, tanpa memandang suku, agama, ras, golongan dan gender. Itu saja.
Wass
Ratmaya Urip
Senin, 27 Februari, 2012 12:48
=============== ==========

KOMENTAR:


1.  Liman PAP:

Benar Pak Ratma,

Lazimnya WB jatah AS dan IMF jatahnya orang Inggris. Kalau tidak salah memang sudah ada yang menulis bahwa polling tidak resmi, tentu akan dimenangkan SMI karena yang paling banyak mengunjungi situs tersebut dari Indonesia, sama dengan masyarakat Turki yang menduduki peringkat 2 sebagai pengunjung situs yang memilih pejabat Turki.

Poinnya bukan pemenangnya siapa, tetapi pengakuan dan penghargaan akan SDM yang dimiliki oleh Indonesia yang mampu bersaing di dunia internasional. Soal Century, mestinya diselidiki ke mana dana bail out mengalir, ke LC bodong kah, ke parpol manakah atau ke pejabat mana.

Kalau yang dipersoalkan adalah sistemik atau tidaknya, sesuai prosedur atau tidak itu permainan politisi yang Bank Dunia juga sudah tahu.


Terima kasih,

Liman
Senin, 27 Februari, 2012 18:55
============= ========

Respons dari Ratmaya Urip:

Pak Liman,

Maaf Bpk, saya luruskan, IMF bukan hanya jatah Inggris tapi EROPA.

Ini penting, karena sampai saat ini masih sering anggota European Union (EU) yg syirik pada Inggris dalam keanggotaannya di EU. Khususnya Perancis dan Jerman.

Hal ini terjadi terus menerus sejak Deklarasi Awalnya. Contohnya:

1). Inggris bukan Deklarator EU, karena mungkin waktu itu tdk berkepentingan. Malah saya mengganggap Inggris memandang rendah potensi EU di awalnya.

Deklarator EU sering di sebut The Inner Six atau The Six, yaitu Belgia, Perancis, Jerman Barat (waktu itu Jerman Timur masih ada), Italia, Luxemburg, dan Belanda.

Jika dipadankan dengan Deklarator ASEAN adalah The Inner Five atau The Five, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina.

Dalam perjalanannya EU kemudian bertambah dengan The Outer Seven, di sini Inggris baru mulai masuk.

Sampai saat ini di tahun 2012 anggota EU adalah 27 negara.

2). Ketidaksukaan Perancis lebih nampak sejak awal drpd Jerman. Ini menurut saya adalah perseteruaan klasik sejak awal yg berbasis pada perebutan hegemoni di Eropa yg sering saya sebut sebagai "hegemony-based competitiveness". Mulai dari dominasi Viking sebelum Masehi sampai Perang Dunia 2, yg berlanjut secara lebih halus di abad modern dalam kancah EU.

2. Ketika Inggris mau masuk EU, sempat akan di-veto oleh Presiden Perancis waktu itu, Charles de Gaulle, dan menganggap Inggris sebagai "Trojan Horse" atau duri bagi EU.

3). Inggris sendiri semula tidak setuju dengan mata uang Eropa bersatu "Euro". Sampai sekarangpun Poundsterling masih exist. Karena merasa Pounds lebih tinggi derajadnya drpd Euro

4). Selama ini memang dalam forum EU, Inggris sering membikin gerah yg lain. Terakhir ketika menyikapi krisis finansial Eropa yg dipicu krisis utang Yunani, sikap Inggris sering berbeda dg sebagian besar yg lain. Sehingga Presiden Sarkozy (Perancis) dan Kanselir Merkel (Jerman) terpaksa merapatkan barisan.

5). Dampaknya, Inggris belum pernah sekalipun menjabat sebagai Managing Director di IMF. Mungkin saja karena diganjal Perancis atau Jerman. Faktanya, Managing Director IMF sering dijabat oleh Perancis, termasuk yg kini menjabat, Christine Lagarde.

Kajian2 tentang friksi panjang antar negara Eropa itu sangat historis, sejak zaman Viking berkuasa, kekaisaran Romawi dan Bizantium, sampai Perang Dunia 2 dan di EU.

Jika ingin lebih jelas dapat ditelaah dari Ilmu Antropologi Terapan khususnya Antropologi Bisnis dan Antropologi Politik Internasional. Perilaku atau bahkan stereotip Viking, Irish, Scottish, Bavarian, Italian, Jews, France, dll, membawa situasi menjadi seperti itu.

Yang bisa saya petik dari pelajaran friksi panjang di Eropa yg kemudian melahirkan apa yg kemudian saya sebut "hegemony-based competitiveness" adalah, mereka haus untuk selalu menjadi nomer satu. Sehingga seluruh resource dikerahkan untuk menggapainya. Sehingga R and D berkembang pesat, supaya dapat saling mengalahkan. Inovasi banyak dilakukan sehingga "competitiveness" menjadi suatu "way of life". Beda dengan Indonesia yang relatif "hegemony-based competitiveness" nya sedang-sedang saja. Apalagi "survival-based competitiveness"-nya, yang sudah telanjur manja dengan "tongkat kayu jadi tanaman", "bukan lautan hanya kolam susu", "gemah ripah loh jinawi tata tentrem kata raharja", "bak zamrud khatulistiwa" dan pemeo-pemeo lain yg meninabobokkan bangsa.

Meskipun di negara ini sekarang semangat kompetisi supaya menjadi yg terbaik atau supaya bisa survive sudah mulai tumbuh, namun masih sporadis dan belum banyak volumenya. Belum menjadi massal dan frontal. Kewajiban kita untuk menjadikannya sebagai gerakan massal.

Jika sering melahap cerita petualangan serial Dr Karl May dalam serial Amerika (Old Shatterhand and Winnetou) maupun serial Balkan (Kara Ben Nemsi), yg banyak dibaca oleh pemimpin2 kita semasa kemerdekaan dan sesudahnya, kita akan paham arti antropologi terapan. Juga jika kita membaca petualangn "Wallace" di Nusantara yg kemudian melahirkan "Garis Wallace".
Semuanya kini diterbitkan kembali.

Salam Manajemen

Ratmaya Urip
Selasa, 28 Februari, 2012 18:52

Dimanja


Oleh:  Febriyan Lukito

Jangan memanjakan anak, begitu nasihat orang tua biasanya, nanti mereka jadi malas dan kurang mandiri - tidak mau berusaha.

Tapi kenyataannya... Hidup secara tak langsung telah memanjakan kita selama ini. Bahwa hidup kita selama ini secara tidak langsung telah memanjakan kita, dengan kecanggihannya.

Berapa banyak dari kita yang kini bisa hidup tanpa TV sehari saja. Berapa banyak dari kita yang menjalani pekerjaan yang menyenangkan kita dengan kemudahannya.

NYAMAN

Hasil dari dimanja adalah kita merasa sangat nyaman akan suatu hal tanpa perlu kita berusaha lagi.

Mungkin ada banyak di antara kita yang merasa sangat 'nyaman' dalam pelbagai hal. Dan seperti iklan salah satu merk furniture dulu: 'kalau sudah duduk, lupa berdiri'. Itulah yang kita lakukan.

Kenyamanan itu bisa dalam kehidupan sehari-hari kita, seperti dalam rumah. Kenyamanan seorang anak untuk makan. Selama ini anak itu menerima makanan yang sudah siap tersaji, termasuk saya, sehingga kita nyaman dengan keadaan itu.

Saat kita lapar, kita tinggal bilang ke mama atau helper (saya lebih suka kata helper daripada 'pembantu') kita: 'saya lapar. Mau makan'. Dan makanan pun tersaji. Kita tak terbiasa untuk membuat atau menyiapkan makan itu sendiri.

Bagi mama atau helper kita itu, semua adalah 'kewajiban' mereka kepada yang disayang. Jadi mereka dengan senang hati melakukannya. Tapi... Tanpa disadari, kenyamanan mulai terbentuk dari 'memanjakan' orang yang disayangi itu.

Bagaimana bila mama atau helper kita itu sakit dan tak mampu mengerjakannya? Banyak dari kita yang bingung dan akhirnya malas makan karena sudah terbiasa mendapatkan yang sudah siap santap. Hingga mungkin akhirnya memesan makanan dari luar.

Itulah kenyamanan.... Di tempat kerja pun kita seperti itu. Kita seringkali dimanjakan dengan situasi kerja kita hingga semua merasa sangat nyaman. Apalagi jika pekerjaan kita dirasa tidak 'menuntut' banyak tapi gajinya besar. :d

COMFORT ZONE

Merasakan kenyamanan, itu yang dicari oleh kita semua. Hidup dalam zona kenyamanan adalah tujuan kita. Dan wajar kok. Karena sebagai manusia, kita memang ingin merasa secure (bagian dari kenyamanan).

Comfort zone yang diciptakan kita ini terkadang mengukung kita. Mengikat kita. Zone ini membuat diri kita terlena biasanya. Ada yang terlena sangat dalam, ada yang biasa saja.

Menyadari 'jebakan' comfort zone ini diperlukan agar kita dapat berkembang. Jebakan ini hinggap di kita dan membuat kita malas bergerak (baca: berkembang) karena memang sudah sangat nyaman.

Kalau kita 'keluar' dari kenyamanan ini, kita akan dihantui dengan ketidakpastian dan juga ketidaknyamanan. Seperti kemarin, saya mencoba memasak. Dan... Capek. Panas. Benar-benar tidak nyaman.

Tapi.... Semua perlu dilakukan agar kita berkembang.

GROW

Kenapa kita harus berkembang? Kenapa kita tak seperti sekarang saja? As it is. Ga salah juga kan?

Ya ga salah sih. Pilihan masing-masing.

Tapi saya percaya bahwa setiap orang bisa mencapai lebih dari yang mereka punya sekarang. There's something greater than we're now, including our ability.

Pernah mendengar kisah saat kerusuhan Mei 1998? Ada seorang karyawan di daerah Matraman yang mampu meloncati tembok setinggi 10 meter dalam sekejap. Hal yang sangat mustahil dilakukan jika dalam keadaan normal. Seperti itulah kita.

Kita punya kemampuan lebih kok. So, ketika bertanya: kenapa saya harus 'keluar' dari zona nyaman saya, coba kita tanya seperti berikut: 'kenapa tidak? I believe I can do MORE'.

Kalau kita terbiasa dibuatkan masakan, kenapa tidak sekali-sekali memasak? Kita jadi tahu apa saja bumbu-bumbu yang ada dan diperlukan. Bagaimana untuk memasak makanan kesukaan. Sehingga kalau sedang tak ada makanan, kita bisa membuatnya sendiri.

Dengan demikian kita sendiri sudah berkembang saat itu. Mendapatkan knowledge lebih dari yang kita punya sekarang.

Sekali lagi.... Pilihan di tangan Anda. Mau dimanja atau mau berkembang?

'Greatest thing we have as a mankind is the ability to grow and be better from time to time'

Ryan
270212 1202
Best Regards,
Febriyan Lukito

Senin, 27 Februari, 2012 00:57

THE FINE DAY 29.02.2012 : THE FINANCIAL TYPE

Oleh:  Freddy Pieloor

Dear Sahabat Milis terkasih,



Selamat pagi dan salam sejahtera,


Hari ini saya menjumpai Anda kembali dalam The Fine Day 29.02.2012 di tahun Kabisat ini.

Hari ini, saya ingin share materi dengan tema:

"THE FINANCIAL TYPE"

Mungkin Anda pernah mendengar atau membaca bahwa seseorang memiliki tipe keuangan tertentu sesuai dengan Financial Blueprint dan Financial Mindset-nya.

Tipe keuangan seseorang dalam bidang investasi yang banyak dibahas adalah:
1. Aggresive
2. Moderate
3. Conservative

Aggresive adalah seseorang yang sangat berani mengambil risiko dengan harapan memperoleh gain tinggi.

Moderate adalah seseorang yang cukup berani mengambil risiko, dengan imbalan hasil menengah.

Sedangkan Conservative adalah seseorang yang tidak berani mempertaruhkan dana investasinya dengan risiko kehilangan, sehingga dia akan mencari investasi yang cenderung aman dengan imbal hasil kecil.

Saya juga membagi seseorang dalam 3 golongan terkait dengan pengendalian dan pengelolaan keuangan yaitu:
1. Spender (defisit)
2. Nil / Neutral (Breakeven)
3. Saver (surplus)

Kalau dalam aktifitas mencari dan berusaha memperoleh uang, sayapun membagi dalam 3 kategori yaitu:
1. Laziness (apatis, pesimis, pasif)
2. Izigoing (soso)
3. Diligent (optimis, aktif)

Pagi ini saya akan bahas secara detail dalam talk show di LITEFM 105.8 JAKARTA.

Demikian sharing singkat saya, semoga membuat Anda bertanya2.


Salam,
FreddyPieloor 
Selasa, 28 Februari, 2012 16:58

Bukik Bertanya: Laku Semar Ngawur @SujiwoTedjo


Oleh:  Budi Setiawan

Sujiwo Tejo, seorang dalang, yang menjalankan laku Semar, meski seringkali dimaknai ngawur oleh banyak orang. Simak kisah ngawurnya…

Pada suatu ketika, aku menyaksikan lagu “Titi Kala Mangsa”, merinding rasanya. Ada nestapa, titik nol, sekaligus optimisme akan hari esok yang lebih baik. Suasana di titik akhir derita, lagu ini menerbitkan sebuah asa untuk tetap bertahan dan berjuang demi kehidupan. Bukan optimisme berkobar ala motivator. Tapi sebuah optimisme yang lahir dari kesabaran aktif untuk menanti datangnya waktu. Segelap-gelapnya malam, akan datang juga terbit matahari pencerahan.  Dari lagu itu, aku kemudian kenal dengan sesosok bernama Sujiwo Tejo. Lagu wajib yang kudengarkan ketika semua jalan terasa pekatnya gelap.

Lama tak bersua, aku menemuinya kembali di Twitter. Aku menemui dan mengenal pribadi Sujiwo Tejolebih lengkap di Twitter. Aku jadi tahu celotehannya, kesukaannya, umpatannya, mengalir begitu saja. Apa adanya. Aku menyukai setidaknya dua hal dari linimasanya: Jancuk dan Senja.

Sebagian besar orang pasti merasa risih bila mengikuti linimasa @SujiwoTedjo yang banyak diwarnai dengan “Jancuk”. Jancuk diasosiasikan sebagai hal jorok, vulgar dan tidak pantas. Tapi Sujiwo Tejo berbeda pandangan. Jancuk merupakan penegas emosional. Jorok atau tidaknya sangat tergantung pada konteks komunikasinya.

Tapi mengapa Sujiwo Tejo begitu peduli dan menggalakkan gerakan “jancuk”? Nah ini yang menarik. Baginya, bangsa ini telah terjebak dalam kemunafikan tingkat kronis. Bangsa yang lebih mengedepankan sopan santun meski secara subtansi justru kosong atau malah keji. Perhatikan salah satu tweetnya yang kuambil dari sini :
Munafik! Munafik! Munafik! Lbh baik ngomong #JANCUK tp gak korupsi dari pada soooooopan tapi korupsi,taaaaiiiik! Munafik!!! Jancuk bangsa ini
#jancuk adalah ktika teroris diburu Densus 88 dan britanya digede2in tp koruptor yg jauh lebih sadis dr teroris ndak diDor!!!
Cara pandangnya memang unik. Sujiwo Tejo seolah mengajak orang untuk tidak berhenti pada apa yang terlihat, tapi masuk lebih dalam untuk mengenal subtansi suatu perkara.

Senja adalah topik pilihan Sujiwo Tejo untuk mengajak orang mengabadikan keindahan senja di seluruh penjuru nusantara. Banyak followernya, termasuk aku, memention tweet dan foto senja ke @SujiwoTejo. Mau melihat keindahannya? Klik saja di sini. Ditengah ketegasannya dalam jancuk, ada sisi feminin senja dalam diri Sujiwo Tejo hehehehe

Ingin tahu lebih jauh perjalanan hidup Sujiwo Tejo? Simak……
Tentang Identitas Diri
Aku Agus Hadisujiwo. Teman-temanku di SD sampai SMA memanggilku Agus. Lengkapnya Agus Bulek. Bulek dalam bahasa Madura berarti Belok. Mungkin karena mataku belok. Kalau di rumah, keluarga memanggilku Adi, dari Hadi.

Tentang Pengalaman yang Menggetarkan
Ketika saya melawan ayah. Saat itu aku tidak boleh mendengarkan musik-musik lain kecuali gamelan. Itu aku kelas tiga SMA. Aku ambil pisau. Untuk ditahan oleh ibu. Ibu menangis. Tapi akhirnya ketika sudah jauh, sudah di Bandung, suatu malam aku mendengar gamelan dari radio di daerah Kiaracondong, hatiku mengakui bahwa gamelan itu indah. Gamelan itu kelihatan sederhana, gampang, namun sangat rumit. Saya nangis, kangen Ayah, diam-diam saya putuskan untuk melanjutkan karir beliau sebagai dalang.

Tejo itu bukan nama saya. Tejo nama bapakku. Sejak itu aku pakai nama Tejo, dan teman-teman di kampus pelan bertahap mulai memanggilku Tejo. Aku pun masuk ke Persatuan Seni Tari dan Karawitan Jawa (PSTK ITB) malah kemudian menjadi ketua bidang pedalangan di unit kegiatan kampus itu.

Semua pengalaman bersama ibu itu menggetarkan hati. Setiap aku pergi dari rumah, aku selalu sujud di pintu keluar membujur utara-selatan dan ibu melangkahiku tiga kali. Adegan ini pernah aku pakai ketika menyutradarai film “Bahwa Cinta Itu Ada” tahun 2009. Pelakonnya Aryo Wahab dan Niniek L. Karim. Produser dan teman-teman tanya, itu tradisi dari mana…aku jawab “nggak tahu…pokoknya dulu aku seperti itu…”

Meski semua menggetarkan bersama ibu, tapi mungkin yang paling menggetarkan adalah ketika aku putuskan meninggalkan ITB. Ibuku pingsan ketika itu. Tapi aku menghibur diri. Tak apa-apa, toh dulu di wayang Dewi Kunti juga pingsan ketika anaknya, Bima, kuku pada pendiriannya yang berbeda dengan pendirian ibu. Waktu itu Bima bersikukuh mau mencebur laut selatan untuk meniti cita-citanya. Kunti tidak setuju. Dengan meninggalkan ITB, aku kan juga ingin meniti karir kesenian.

Tentang Kejadian yang Mengubah Diri
Dulu aku suka komik-komik silat, termasuk karya-karya asmaraman Kho Ping Hoo. Serial film Bruce Lee termasuk yang aku ikuti. Nah, cita-citaku jadi pendekar. Saya sering pakai caping tapi sepatu bigboss ala Bruce Lee, meniup seruling bambu duduk di pantai. Itu di Situbondo, kota kecil di Jatim.

Menginjak SMA saya mulai membaca buku-buku politik. Kamar saya ada poster Bung Karno. Saya bersepeda pancal dari Situbondo ke Blitar, berdua dengan teman, untuk berziarah ke makam Soekarno. Dua hari dua malam perjalanan.

Cita-cita jadi pendekar saya lupakan. Yang ada saat itu cita-cita menjadi politisi. Masuklah saya ke ITB. Karena Soekarno berasal dari situ, dan mahasiswa ITB dikenal suka politik, suka demo. Hehehe….

Eh, ketika di Bandung ternyata teman-teman saya lebih banyak dari kalangan seniman…Di kampus itu tahun 1983 saya malah mendirikan Unit Ludruk ITB. Jiwa dalang saya yang sudah muncul sejak kanak-kanak, karena ayah saya memang dalang, tiba-tiba muncul lagi justru di tanah Sunda.

Keluar dari ITB ditolak oleh Srimulat dan diterima jadi wartawan Kompas, makin membuat pergaulanku erat sama seniman-seniman seperti Rendra, Teguh Karya dan lain-lain. Jadilah aku ya ndak karu-karuan seperti sekarang ini. Hehehehe….

Tentang yang Dihargai
Dari diri sendiri aku nggak tahu harus menghargai apa…Mungkin kegelisahan. Saya orangnya selalu gelisah. Bukan galau ya. Gelisah adalah dasar pijakan berkreasi. Galau cuma dasar pijakan buat bingung.

Dari keluarga, istri dan anak-anak, aku mendapatkan kemerdekaan.

Dari orang lain akan banyak mendapat pertolongan yang aku tak bisa duga …

Dari Indonesia …hmmm…nggak tahu apa…Mungkin problem ya…ketidakpastian hukum…ketidakadilan…kemunafikan…semuanya justru menjadi pemicuku untuk bikin musik, puisi, melukis…dan lain-lain…Kalau Indonesia baik-baik saja…mungkin saya justru tidak bergairah buat berkarya….termasuk buat apa aku bikinSujiwotejo.com segala… 

Tentang Simbol Diri
Lukisan itu benar-benar lukisan. Saya lukis sendiri. Oil on Canvas 85 x 115 cm. Hitam putih. Ada sosok Semar secara abstrak, berdiri di antara gereja, kuil, candi, mesjid dan pura. Judul lukisan itu Pangeling-Eling Semar to Pamong Nagari. Saya buat tahun 2007.

Saya bayangkan secara Ge Er, Semar itulah saya. Berdiri di pelataran agama-agama resmi Negeri ini, termasuk “agama-agama” yang cuma diakui sebagai keyakinan.

Bayangan saya, kelak manusia Nusantara semakin beragama secara inti, bukan beragama kulit-kulitnya saja. Ketika semua orang beragama secara inti, bukan untuk jualan partai dan dagangan-dagangan lain, semua agama itu bertemu di satu titik menyongsong kejayaan Nusantara. Ini seperti pernah diramalkan Jayabaya dalam tulisan Ronggowarsito, melalui simbol kembali munculnya Sabdo Palon-Noyo Genggong bersamaan ramalah kiamat Suku Maya. Kiamat itu kan sebenarnya justru berarti Hari Kebangkitan.

Soal Sabdo Palon-Noyo Genggong yang aku plesetin jadi Sabda Polan-Naya Gonggong itu aku tulis secara serial di blog Beritasatu.com

Tentang Imajinasi Indonesia 2030
Semakin banyak terdengar perempuan cekikikan. Semakin banyak terlihat perempuan tersenyum. Parfum tak lagi laku, karena bau badan justru lebih ekstotis ketika itu.

Orang-orang menjalani hidup dengan berbagi senyum. Tidak ada lagi perempuan yang cuma tersenyum pada layar monitor HP-nya. Setiap kali mereka tersenyum pada monitor HPnya, mereka langsung membagi senyumnya pula kepada orang-orang di sekitar.

Berdehem…ehm ehm ehm…. Itulah yang saya lakukan untuk mewujudkan bayangan Indonesia 2030

Tentang Judul Biografi
“Raja Ngawur Karena Benar”

Tentang Hal Konyol
Ketika iseng-iseng ikut tes masuk ITB. Itu tahun 1980. Eh diterima di Jurusan Matematika. Lalu tahun berikutnya nyoba lagi, Eh diterima lagi di Jurusan Teknik Sipil. Jadi aku kuliah di dua jurusan. Tapi dua-duanya saya tinggalkan karena bosan. Mungkin karena faktanya lalu lebih banyak temanku yang seniman di Badung. Pergaulanku dengan banyak kalangan sastrawan dan pemain teater maupun pelukis di Kota Kembang itu. Jadi penyiar radio juga, acara sastra. ITB aku tinggal, terus pergi ke warung Asmuni di Slipi Jakarta. Markas Srimulat. Itu penghujung 80-an. Saya melamar jadi pemain Srimulat. Eh, ndak diterima.

Tentang Arti Kematian
Aku udah lama nggak ngucapin “turut berduka cita” pada kematian sahabat atau siapapun. Yang aku sampaikan biasanya “selamat jalan…sampai jumpa” termasuk pada meninggalnya Franky Sahilatua, pelawak Aom Kusman, Uta Likumahua. Buat apa kematian didukacitai. Kematian justru kebahagiaan menuju alam hidup yang sebenarnya. Tapi langkah ini sering menimbulkan selisih pendapat. Misal waktu wafatnya istri Saiful Jamil saya diomelin oleh banyak orang kok ngucapin “turut berduka cita.”

Lho, aku bilang, kematian itu agung. Lihatlah suku-suku yang masih terlihat asli di kita. Di sana kematian dirayakan. Di Bali, di tanah Batak, Toraja…di pedalaman Jawa. Tradisi pakai baju hitam-hitam saat kematian itu kan dari Eropa. Asli kita nggak seperti itu. Busananya malah warna-warni. Kematian itu merupakan sesuatu yang gak harus ditangisi.

Seniorku dalang Ki Gondo Darman di Sragen waktu mati, seperti wasiatnya, diantarkan dari rumah ke kuburan dengan kaset lawakan pelawak legendaris Alm Basiyo. Kenapa, ya karena kematian memang nggak perlu ditangisi.

Terus ada yang protes, “Ucapan duka cita itu bukan untuk yang meninggal, tapi untuk yang ditinggalkan…” Lho, justru yang ditinggalkan harus dididik pelan-pelan untuk tidak mendukacitai mati. Agar semua orang nanti tidak mendewa-dewakan kehidupan di dunia. Menangisi kematian berarti mendewakan kehidupan dunia. Ini justru gawat. Makanya korupsi merajalela.

Setiap saat setiap orang harus saling diingatkan bahwa kematian itu agung. Kematian, kelahiran dan jodoh, adalah tiga pasangan abadi yang sudah digariskan. Makanya ketika tahun 90an saya jadi wartawan, tak pernah sekalipun saya menulis “si A meninggal karena serangan jantung, kecelakaan atau apa…” saya selalu menulis “si A meninggal setelah serangan jantung, setelah kecelakaan”…Bukan KARENA….Karena kematian, sebagaimana jodoh dan kelahiran, adalah urusan Tuhan.

___________________________________________
Dari kisah Sujiwo Tejo, aku belajar untuk tidak menerima begitu saja apa yang diyakini secara umum. Pandangan banyak orang belum tentu benar. Aku jadi lebih kritis dan melihat dari sisi yang berbeda. Karena bila pandangan umum itu sudah benar, kehidupan tak perlu ada lagi kan. Tapi karena belum tentu benar, tugas kita lah untuk bersikap kritis dan menciptakan pandangan baru yang lebih baik bagi kehidupan.
Apa inspirasi yang anda dapatkan dari kisah Sujiwo Tejo? 

Selasa, 28 Februari, 2012 06:13

Apa Yang Menyebabkan Karir Seseorang Cemerlang?



Oleh:  Dadang Kadarusman

Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Catatan Kepala:Ditengah bejibunnya orang yang pusing dengan bayaran rendah, ada sejumlah orang yang terus membangun kecemerlangan karirnya sehingga tidak lagi pusing soal angka yang tertera dalam slip gajinya.”
Kita tidak bisa mengetahui masa depan secara pasti. Tetapi urusan karir, dari dulu saya percaya bahwa kita bisa memperkirakan masa depan. Misalnya, kita bisa melihat orang-orang yang bekerja di sekitar kita. Dan kita, bisa memperkirakan siapa yang akan menjadi manager lalu terus menanjak menjadi senior manager, direktur bahkan presiden direktur. Kita juga bisa memperkirakan siapa yang akan mentok, atau yang hanya akan begitu-begitu saja sepanjang karirnya. Saya pernah melakukan uji coba sendiri, dengan mengamati orang-orang yang bekerja sebagai profesional. Meski tidak 100% akurat, tetapi boleh dibilang ‘hampir 100%” perkiraan saya benar. Tidak butuh menjadi paranormal untuk ‘meramalkan’ masa depan karir seseorang. Cukup melihat sikap, perilaku, dan tindakannya selama bekerja sehari-hari, maka kita bisa ‘meramalkan’ masa depan karirnya. Anda pun bisa menjadi peramal karir. Minimal meramalkan masa depan karir Anda sendiri. Mau?
Kemarin siang sebelum meeting, tanpa diduga saya bertemu dengan seorang sahabat. Hanya sebentar sekali karena kami sedang sama-sama dikejar jadwal masing-masing. Walhasil, hanya sempat bertukar kartu nama. Bahagia saya membaca titelnya sebagai seorang pemimpin puncak sebuah perusahaan di pusat bisnis mentereng kelas atas. Saya mengenal sahabat saya itu sejak masuk kampus dulu. Meskipun sudah jarang bertemu, saya memperhatikan beliau dari jauh. Membaca perkembangannya di jejaring para profesional. Hingga kemarin, saya bertemu beliau sekali lagi. Bagi saya, beliau adalah salah seorang model profesional yang dengan tekun membangun karirnya setapak demi setapak sampai berada di puncak. Ditengah bejibunnya orang yang pusing dengan bayaran rendah, ada sejumlah orang yang terus membangun kecemerlangan karirnya sehingga tidak lagi pusing soal angka yang tertera dalam slip gajinya. Ini adalah pertanda bahwa mereka mengetahui cara yang kebanyakan orang lain tidak mengetahuinya. Kita butuh berguru atau meniru orang-orang seperti itu. Khususnya ditengah hiruk pikuk protes dan kekesalam begitu banyak karyawan soal bayaran atau jenjang karirnya yang tidak kunjung memperlihatkan perbaikan. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar dari mereka yang berhasil membangun karir cemerlangnya, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:  
1.      Memiliki visi terhadap masa depan karirnya sendiri. Bukan hanya perusahaan yang membutuhkan visi. Kita pribadi pun demikian. Mengapa? Karena visilah yang bisa memberi kita kekuatan untuk terus melangkah maju ketika tiba masa-masa sulit atau jebakan berbagai godaan. Kehidupan kerja kita, tidak selamanya mudah. Namun, setiap kali berpegang teguh pada visi; semua cobaan itu menjadi semakin kecil. Selama bekerja, kita juga dihadapkan pada banyak godaan. Banyak sudah orang yang kepeleset. Namun, selama kita mengingat visi pribadi kita, maka kita akan sanggup berkelit agar terbebas dari jerat yang bisa menodai perjalanan karir kita. Bukankah banyak orang cemerlang yang berguguran hanya karena ketahuan melakukan satu kesalahan fatal dalam karirnya? Bangunlah visi pribadi yang kokoh untuk masa depan karir Anda. Maka Insya Allah, Anda bisa lebih sanggup untuk menghadapi beratnya cobaan, dan mengatasi semenggiurkan apapun godaan.
2.      Terus belajar dan meningkatkan kapasitas diri. Saya memperhatikan orang-orang yang saat ini menduduki posisi-posisi penting dalam karirnya. Menelisik ke belakang sewaktu mereka baru memulai karir itu sebagai fresh graduate alias belum berpengalaman apapun. Ternyata, mereka tidak beda banyak dengan kebanyakan orang lainnya. Sama grogi dan culunnya seperti kita. Ilmunya juga tidak terlampau jauh dari kita. Tetapi, mereka melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh kebanyakan orang pada umumnya, yaitu; terus belajar dan meningkatkan kapasitas diri. Begitu banyak orang yang merasa cukup dengan semua pengetahuan dan keterampilan kerja yang dimilikinya. Sehingga dengan semua kehebatannya itu, mereka merasa sudah memuncaki kualitas profesionalnya. Tak jarang mereka mempermasalahkan; kenapa gue yang hebat ini dibayar segini doang!?. Beda banget dengan orang-orang yang patut menjadi model yang saya sebutkan tadi. Meskipun ilmunya semakin tinggi, mereka tidak pernah merasa sudah tinggi. Mereka teruuuus saja meningkatkan kualitas profesionalismenya. Makanya, orang yang merasa hebat dan canggih sering ketinggalan oleh mereka yang terus mengasah diri. Karena mereka yang terus belajar dan meningkatkan diri menapaki tingkatan yang semakin tinggi dan tidak tertandingi.
3.      Menbuat kinerja tinggi dengan optimalisasi diri. Setiap karyawan dipekerjakan untuk mengkontribusikan kinerja dalam kadar tertentu. Tertera dalam job descriptonnya, dan dipaparkan secara detail melalui strategic objective tahunannya. Banyak orang yang kinerjanya bagus, memang. Namun kebanyakan orang mendedikasikan  kinerja tinggi itu hanya untuk uang semata. Maka ketika imbalan yang diterima mereka nilai tidak sepadan dengan kontribusi yang mereka berikan kepada perusahaan, mereka kemudian ‘mengerem’ kinerjanya hingga menjadi biasa-biasa saja. Maka kinerja tingginya pun segera berakhir. Para model profesional itu berbeda. Mereka tidak memusingkan soal imbalan sekarang. Karena mereka percaya bahwa ada hal yang lebih penting dari sekedar imbalan, yaitu; aktualiasi dari kemampuan dirinya. Mereka terus saja fokus kepada usaha-usaha mengoptimalkan kapasitas diri. Makanya, tidak heran jika kinerja tingginya tidak terpengaruh oleh faktor luar. Dalam jangka pendek, mungkin tidak ada bedanya imbalan yang mereka terima dengan apa yang didapatkan oleh orang lain yang bekerja biasa-biasa saja. Namun dalam jangka panjang, cepat atau lambat mereka akan memperoleh perbedaan secara signifikan.
4.      Membangun reputasi 360 derajat. Karir seseorang tidak bisa dibangun hanya dengan reputasi baik dihadapan orang-orang terntentu. Mungkin memang ada orang yang karirnya menanjak hanya karena reputasi baik didepan atasannya belaka. Namun tetap saja, karir yang dibangun dengan reputasi 360 derajat jauh lebih berbobot dan lebih lestari. Apa artinya reputasi 360 derajat itu? Yaitu reputasi tinggi yang kita bangun dihadapan semua orang yang berkaitan dengan karir kita. Bukan hanya bagus dihadapan atasan, melainkan juga bagus dimata kolega, bawahan, departemen lain, pelanggan, bahkan pesaing-pesaing kita. Pendek kata, reputasi yang dibangun dihadapan orang-orang sekeliling kita. Orang yang berhasil membangun reputasi 360 derajat ini pada saatnya kelak akan berhasil memanen buahnya berupa kepercayaan dan kesempatan yang tidak dipertanyakan keabsahannya. Karena semua orang tahu, bahwa dia memang layak mendapatkannya. Jika belum terasa manfaatnya, konsisten dan bersabar saja.
5.      Tetap rendah hati meski memiliki posisi tinggi. Diantara orang-orang yang berhasil membangun karir cemerlangnya, memang ada banyak yang sombong, angkuh dan lupa diri. Namun, sejauh yang saya ketahui sebagian besar diantaranya justru adalah mereka yang tetap rendah hati. Mereka tidak merendahkan orang lain hanya karena posisinya lebih tinggi. Justru mereka memuliakan orang lain dengan jabatan tinggi yang disandangnya. Lagi pula, jika posisi kita sudah tinggi; mengapa kita harus bersikap tinggi hati, kan? Karena tanpa diminta pun orang lain akan menghormati kita. Hanya saja, apakah penghormatan orang lain itu tulus atau tidak; sangat ditentukan oleh cara kita membawakan diri. Kita mungkin menaruh hormat kepada orang berposisi tinggi namun tinggi hati. Namun, kita kan tidak tulus menghormati mereka. Beda sekali dengan rasa hormat yang kita berikan kepada orang yang berposisi tinggi namun tetap rendah hati. Mereka benar-benar layak mendapatkan penghormatan setulus hati. Itulah sebabnya, mengapa hati kecil kita sering berharap orang tinggi hati segera diganti oleh orang-orang yang berkualitas tinggi namun tetap rendah hati.
Orang bilang, sulit sekali membangun karir di zaman yang penuh persaingan ini. Anggapan itu hanya cocok bagi orang-orang yang tidak mengetahui caranya. Sedangkan bagi orang-orang berilmu, kenaikan jenjang karir itu seperti naik tangga sebuah gedung yang indah. Perlahan tapi pasti. Setapak, demi setapak. Hingga akhirnya bisa sampai ke puncak. Bahkan, diantara mereka ada yang tahu jalur cepatnya. Maka seperti naik lift saja, mereka bisa menuju kesana dengan cara-cara yang mengagumkan. Jika kita masih merasa sulit membangun karir ini. Atau tergoda untuk menyalahkan boss dan lingkungan kerja yang tidak mendukung, mungkin sudah saatnya untuk belajar kepada mereka yang mengetahui bagaimana cara mengatasinya. Carilah orang-orang seperti itu.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman  28 Februari 2012
Author & Trainer of Natural Intelligence Leadership
 
Catatan Kaki:
Bukan tidak mungkin untuk menapaki jejang karir yang lebih tinggi. Barangkali kita tidak tidak tahu caranya saja. Atau tidak bersungguh-sungguh menapaki jalannya.
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.  
Senin, 27 Februari, 2012 20:39

Sabtu, 25 Februari 2012

Elektabilitas Calon Pemimpin dalam Perspektif Antropologi Bisnis dan Antropologi Politik


Oleh:  Ratmaya Urip


PROLOG:

1.  Liman PAP:

Wow! Sri Mulyani Kuasai 81% Polling Calon Presiden Bank Dunia

Sabtu, 25/02/2012 12:37 WIB
Wahyu Daniel - detikFinance
 
Jakarta - Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani terus diunggulkan menjadi calon Presiden Bank Dunia menggantikan Robert Zoellick yang bakal mundur akhir Juni 2012. Sri Mulyani menguasai 81% suara polling!
Dalam situs www.worldbankpresident.org, dibuat sebuah polling soal siapa yang bakal menjadi Presiden Bank Dunia selanjutnya. Ada 9 calon dari negara berkembang yang masuk poling tersebut.

Namun polling ini memang tidak bisa dijadikan patokan Sri Mulyani bakal terpilih jadi Presiden Bank Dunia. Apalagi sejak 1944 posisi Presiden Bank Dunia selalu 'dimonopoli' oleh AS.
Hasil sementara poling tersebut, Sri Mulyani menguasai 81% suara polling dengan 6.815 pemilih. Padahal kemarin suara untuk Sri Mulyani baru 3.566 pemilih.
Tempat kedua diikuti Kemal Dervis yang menguasai 13% suara polling dengan 1.078 suara. Situs ini merupakan hasil monitoring soal kandidat yang berpotensi menjadi Presiden Bank Dunia.
Dalam siaran pers Bank Dunia dikatakan, Dewan Eksekutif Bank Dunia telah menyepakati 5 kriteria untuk calon Presiden barunya yaitu:
  1. Terbukti memiliki rekam jejak yang kuat sebagai pemimpin
  2. Berpengalaman memimpin organisasi besar yang aktif di tingkat internasional dan terbiasa bekerja dengan sektor publik
  3. Mampu menjabarkan misi pembangunan Bank Dunia secara jelas
  4. Memiliki komitmen dan apresiasi kuat terhadap kerjasama multilateral
  5. Dapat berkomunikasi secara efektif dan diplomatis, dan menjalani kewajiban seorang Presiden secara imparsial dan obyektif.
Batas waktu pencalonan nama Presiden baru adalah Jumat 23 Maret 2012. Pencalonan dapat dilakukan oleh anggota Dewan Eksekutif, atau anggota Dewan Gubernur melalui Direktur Eksekutifnya.
Seorang calon harus berasal dari salah satu negara anggota Bank Dunia. Setelah proses pencalonan ditutup, Dewan Eksekutif akan membentuk shortlist berisikan maksimum tiga nama, lalu mempublikasikan shorlist tersebut dengan persetujuan ketiga nama yang bersangkutan.
Selanjutnya, Dewan Eksekutif akan mewawancarai ketiga calon dengan harapan bisa mencapai konsensus sebelum 'Spring Meetings' (pertemuan tahunan musim semi) pada April 2012 mendatang.
Jika menjadi Presiden Bank Dunia, Sri Mulyani bakal mendapatkan gaji sebesar US$ 734.707 atau sekitar Rp 6,6 miliar per tahun.
(dnl/dnl)
=============== ==========

DISKUSI & OPINI:


1.  Sweetheart  (dexter.summer):


Cool.. Semoga ibu dosen itu bs pimpin bank dunia
Sabtu, 25 Februari, 2012 01:35
============= =========


2.  rdyan180882

Mantabbbb.....
Sabtu, 25 Februari, 2012 02:50
================= ====

3.  Nugroho Setiatmadji

Ibu Sri Mulyani memang putra eh putri terbaik dimiliki negara kita. Beliau adalah sosok ideal untuk memimpin lembaga penuh tantangan namun srikandi secerdas Sri Mulyani menurut hemat saya mampu menjalankan tugasnya. 

Sabtu, 25 Februari, 2012 04:51
================ ====

4.  ImingTesalonika:

Bro n sister manajer,
Mana lebih bergengsi buat publik Indonesia, presiden world bank or NKRI?
Buat anda, enakkan SMI jadi presiden WB dulu baru NKRI or sebaliknya nih?
Buat Indonesia, lebih strategis SMI jadi presiden WB dulu baru NKRI or sebaliknya nih?
Salam,
Iming
Sabtu, 25 Februari, 2012 05:18
================ =====

5.  Emmy Kasim:


Pokonya saya mendukun Sri Mulyani menjadi bank dunia...siapa tahu pooling calon president Indonesia.....

Selamat dan bangga deh sebagi kamum sekaum....

Salam
Emmy
Sabtu, 25 Februari, 2012 08:35
====================== ==

6.  Tom_feyhung:

Rasanya berat selain warga negara AS untuk bisa jadi presiden Bank Dunia, karena ini "jatahnya" AS. Sepanjang berdirinya Bank Dunia presidennya selalu warga negara AS, sedangkan IMF selalu dipimpin oleh warga negara2 Eropa. Sepertinya ada perjanjian tidak tertulis antara AS dan Eropa bahwa WB jatahnya AS, sedangkan IMF jatahnya Eropa.
@widodojokoutomo

Sabtu, 25 Februari, 2012 18:48
================ ====

7.  Liman PAP:
Salam,
Presiden Bank Dunia sudah di depan mata. Sedangkan tugas dari NKRI masih 2 tahun lagi. Mengabdi pada NKRI bukanlah berarti harus menjadi Presiden RI, tetapi mengharumkan nama NKRI dan menjaga martabat bangsa di forum internasional sangat berarti.
Prabowo adalah calon Presiden NKRI yang ideal juga.

Sabtu, 25 Februari, 2012 19:32
=============== =====


8.  Hery  Marijanto:


Mending jadi presiden RI saja, kalau tidak ada lagi stok laki laki yg mampu memimpin negeri ini dgn jujur, amanah, cerdas, tegas menyampaikan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Salam hangat.
HMA
Sabtu, 25 Februari, 2012 20:08
============ ====== ===


9.  ervan1420:


Kalau memang aturannya presiden WB harus warga negara USA, lebih baik Sri Mulyani pindah warga negara USA aja, untuk apa mempertahankan ke-WNI-an nya kalau dinegeri sendiri aja dia dilecehkan, dihina dina, tidak dihargai dan dibuang.
Saya dukung Sri Mulyani jadi presiden WB dgn pindah warga negara USA dulu.
Salam,
Ervan
Sabtu, 25 Februari, 2012 20:13
=============== =====

10.  akbar.faisal:


Pak Iming,
Kalau menurut saya, alangkah baiknya bila menjadi presiden WB. Punya modal yang baik, sehingga ketika terpilih menjadi presiden RI tidak akan mudah disuap. :-)
Rgds,
Faisal A
Sabtu, 25 Februari, 2012 21:35
============== =======

Artikel  Ratmaya Urip:


Dear TMI members,
Menyimak diskusi tentang thread ini, khususnya tentang pandangan Pak Liman di bawah ini, saya memiliki pandangan dalam suatu artikel di bawah ini. Kajian saya ini mencoba untuk berbasis pada Ilmu Antropologi Terapan yang sekarang sedang saya kembangkan secara praktis di lapangan. Karena Ilmu Terapan relatif lebih dinamis daraipada Ilmu yang Teoritis.
Yang pasti dalam Perspektif Antropologi, menjadi seorang Pemimpin tidak cukup hanya dengan kapasitas/kapabilitasnya dalam operational, tactical, strategic, and  visionary activities maupun leadershipship-nya,  namun dalam dunia yang penuh intrik dan banyak kepentingan ini diperlukan pendekatan lain, yaitu Antropologi Terapan, khususnya Antropologi Bisnis dan Antropologi Politik.
Dalam kajian saya ini, saya mencoba untuk obyektif, dan netral, untuk menghindari persepsi negatif. Karena sebagai pribadi maupun keterlibatan saya dalam institusi, saya kebetulan tidak memiliki kepentingan secuilpun dalam case ini.
Kebetulan saya tengah akrab dengan Ilmu ini, khususnya ilmu yang terapan atau praktek-praktek lapangannya. Itu saja latar belakang saya menganalisis thread ini:

Elektabilitas Calon Pemimpin dalam Perspektif Antropologi Bisnis dan Antropologi Politik

(Studi Kasus Elektabilitas Sri Mulyani di Bank Dunia dan Prabowo Subiyanto sebagai RI-1)

Oleh:  Ratmaya Urip*)

1. Elektabilitas Sri Mulyani di Bank Dunia

Tidak dapat dipungkiri bahwa Bank Dunia tidak dapat dilepaskan begitu saja dari lobby-lobby Jews. Karena peletak dasar bagi founding history-nya adalah Jews sebagai otoritas keuangan resmi maupun tidak resmi di Amerika Serikat, yang berkolaborasi dengan mayoritas etnis Irish, yang kebetulan banyak mendominasi pemerintahan atau birokrasi Amerika Serikat sepanjang sejarahnya.
Amerika Serikat merupakan tempat pijakan yang kuat, sekaligus sebagai pengawal  "Bank Dunia". Kolaborasi historis antara etnis Irish di birokrasi dan Jews di Finance telah membawa Amerika Serikat mewarnai dunia seperti sekarang ini. Apalagi selain Finance, etnis Jews juga mendominasi bidang-bidang Information Technology, Media & Entertainment, Oil Business, Education, Medicine, Surgery, dan lain-lain.
Sementara IMF didominasi oleh kepentingan-kepentingan Eropa. Perebutan hegemoni antara Amerika Serikat dengan Eropa merupakan issue klasik. Khususnya di bidang Keuangan dan Pertanian. Itulah mengapa dalam sidang-sidang WTO maupun ILO maupun FAO sering terjadi perdebatan sengit antara Amerika Serikat dan Eropa. Terakhir yang diperdebatkan adalah masalah subsidi bagi sektor pertanian.
Hal ini karena mereka saling berebut hegemoni, sebagai potensi bawaan yang sudah ada sejak jaman baheula. Karena mereka penuh dengan pola pikir etnis yang berakar pada keunggulan hegemoni ("hegemony-based competitiveness"). Lihat saja perang antarnegara di Eropa antara Inggris dengan Perancis, Inggris dengan Jerman, Inggris dengan Perancis, dan lain-lain yang kemudian berpuncak pada Perang Dunia1 dan ke-2. Perang-perang tersebut pada hakekatnya adalah perebutan hegemoni yang berpuncak pada keinginan menjadi "uber alles", atau yang menjadi No. 1.

Sementara Amerika Serikat sebagai dunia baru bagi imigran miskin dari Eropa, di abad 16 sampai 19 seperti Irish, Scottish, Bavarian, Jews, Sicilian, Spaniard, Poland, dan lain-lain telah menjadi "Eropa Baru" yang penuh perebutan hegemoni. Meskipun semula competitiveness-nya berbasis survival, karena mereka kebanyakan miskin sehingga dapat disebut "survival-based competitiveness" kemudian setelah mulai menjadi kaya, sifat dasarnya muncul kembali, yaitu "hegemony-based competitiveness".
Ingat persaingan seru dalam ajang kontes kecantikan antara "Miss Universe" (Amerika Serikat dalam hal ini Donal Trump) dengan "Miss World" (Eropa/Inggris dalam hal ini Eric Morley). Juga persaingan antara Badan-badan Tinju Dunia, seperti WBC, WBF, IBF, WBA, dll.
Terlepas dari masalah-masalah politik, agama, kepentingan tertentu dan lain-lain yang sering terbawa jika kita membahas etnis Jews, saya mencoba untuk selalu berkiblat pada pemikiran Dr. Mahathir Mohammad, yang mencoba untuk berpikir profesional dan proporsional, dalam menyikapi hal ini (simak artikel saya: "Keunggulan Bersaing Bangsa dalam Perspektif Antropologi Bisnis" di Blog saya:  http://ratmayaurip.blogspot.com atau Blog The Managers Indonesia (TMI) http://themanagers.org)
Etnis Jews yang di seluruh dunia jumlahnya "hanya" sekitar 16 juta jiwa, dimana yang sekitar 7,5 juta jiwa bermukim di Amerika Serikat di antara  312.913.872 jiwa  penduduknya (Sensus 2010), sangat mendominasi di bidang-bidang IT, Economics & Finance, Education, Media & Entertainment, Surgery, etc.

Sementara etnis Irish mendominasi Presiden Amerika Serikat (simak artikel saya seperti tersebut dalam uraian di Blog). Kolaborasi antara etnis Jews dan Irish kemudian menjadi wajah Amerika Serikat selama ini. Sementara etnis Jerman yang merupakan etnis terbanyak di Amerika Serikat lebih suka bergelut di bidang konstruksi, manufaktur, militer, dan sebagian pertanian. Etnis-etnis lain tacit di bidang-bidang lainnya.

Sejak berdirinya pada tahun 1946, Presiden Bank Dunia hampir seluruhnya dipegang oleh orang Amerika Serikat. Di antara 11 Presiden yang menjabat sejak dari Eugene Meyer (tahun 1946) sampai Robert B. Zoellick (saat ini), hanya pernah 1 (satu) kali dijabat oleh bukan orang Amerika Serikat, namun karena harus menjabat Presiden Bank Dunia kemudian dinaturalisasi menjadi warga negara Amerika Serikat, pada periode ke 9 (sembilan) antara tahun1995-2005. Pada periode tersebut Sir James Wolfensohn dinaturalisasi dari semula warga negara Australia menjadi warga negara Amerika Serikat karena harus menjabat sebagai Presiden Bank Dunia. Apalagi dia menjabat selama 10 tahun.

Jadi betapa kuatnya lobby-lobby Jews dalam peta finansial dunia, tidak ada yang dapat memungkirinya.

Bagi Sri Mulyani, jika ingin medapatkan posisi Presiden Bank Dunia, maka sekurang-kurangnya wajib untuk menarik simpatinya. Atau mungkin saja Sri Mulyani sudah termasuk dalam Ring-1 mereka. Tinggal menaturalisasikan dirinya sebagai warga negara Amerika Serikat. Mengingat salah satu di antara 11 Presidennya kemudian juga harus pindah warga negara dari Australia menjadi Amerika Serikat. Jika tokh karena begitu cinta mereka kepada Sri Mulyani, karena kepentingan-kepentingan mereka terakomodasi, sehingga Sri Mulyani bersedia untuk dinaturalisasi, itu masih merupakan misteri. Misteri lain adalah jika Sri Mulyani tidak bersedia meninggalkan kewarganegaraan Indonesia-nya, atau mereka mau menerima Sri Mulyani apa adanya dengan segala visinya (untuk yang ini kok rasanya berat bagi mereka).

Sri Mulyani konon memang dianggap sebagai penganut ekonomi neo-liberal. Untuk yang satu ini memang sebenarnya sudah cocok sebagai salah satu kriteria menjadi Presiden Bank Dunia. Tinggal mampukah dia menjaga kepentingan-kepentingan Amerika Serikat (baca: Jews), itulah sebenarnya inti pokoknya. Karena untuk sektor "global finance" kepentingan-kepentingan Jews, diakui atau tidak memang sangat dominan. Tentang maukah Sri Mulyani pindah warga negara, itu tergantung dari sikapnya dalam memandang "nasionalisme". Apakah "nasionalisme" kuno atau "nasionalisme" modern.

Bagaimana jika sampai terjadi, bahwa kepentingan Amerika Serikat berbenturan dengan kepentingan Indonesia, itulah PR untuk dapat dijawab. Untuk hal ini, Jews dengan dominasi media-global nya yang sangat interogatif dan spionatif , pastilah mudah untuk menyelidiki sikap Sri Mulyani terhadap kepentingan-kepentingan mereka. Ingat di tataran global, ranking 1 dan 2 media global dipegang oleh Jews, yaitu Walt Disney dari Disney Media Network dan Rupert Murdoch dari NewsCorporation.

Ingat sebagai 1-st rank global media dengan revenue US$ 36,1 billion (2009) Walt Disney menguasai ABC Television, ESPN, Disney Channel, SOAPnet, A&E and Lifetime, 277 radio stations, music and book publishing companies, production companies Touchstone, Miramax and Walt Disney Pictures, Pixar Animation Studios, the cellular service Disney Mobile, and theme parks around the world.

Sedangkan News Corporation dari Rupert Murdoch sebagai 2nd rank global media yang mengantongi revenue US$ 30,4 billion mendominasi dengan Fox Broadcasting Company; television and cable networks such as Fox, Fox Business Channel, National Geographic and FX; print publications including the Wall Street Journal, the New York Post and TVGuide; the magazines Barron’s and SmartMoney; book publisher HarperCollins; film production companies 20th Century Fox, Fox Searchlight Pictures and Blue Sky Studios.

Apalagi jika ditambah bisnis-bisnis mereka yang lain, yang semuanya mendunia.

Dengan kehadiran China sebagai kekuatan ekonomi dunia yang dapat menggoyangkan posisi mereka (konon dalam suatu jajak pendapat, warga Amerika Serikat sendiri menganggap China sebagai kekuatan ekonomi dunia no 1 pada tahun 2013 nanti, mengalahkan Amerika Serikat), maka Sri Mulyani diduga juga harus dapat membendung arus akselerasi kemajuan ekonomi China di pasar global. Ingat dominasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat meskipun pelan namun pasti sudah tergerogoti secata masif dalam Global 500 Fortune. Masuknya Sinopec Group, China National Petroleum, dan State Grade di 10 Besar menghadapi Walmart, Exxon Mobil dan Chevron dari Amerika Serikat serta Toyota Motor, dan Japan Post Holding dari Jepang, membuat pengamat ekonomi global semakin yakin bahwa China adalah raksasa ekonomi baru yang sudah siap mengambil alih tahta ekonomi dunia. Tentu saja Amerika Serikat (cq. Jews) khawatir tentang ancaman ini. Tindakan dengan menempatkan duta besar baru dari Amerika Serikat untuk China yang beretnis Tionghoa, Gary Locke nampaknya sebagai salah satu cara untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan meredam akselerasi pertumbuhan dan  perkembangan ekonomi China. Penampilan duta besar Amerika Serikat untuk China yang berdarah Tionghoa tersebut memang antik, karena kemana-mana sering membawa ransel di pundaknya (yang mengingatkan saya pada penampilan sahabat saya yang juga ekonom  Faisal Basri yang lebih suka membawa ransel punggung dan sepatu sandal, meski dalam kesempatan resmi)

Dengan kata lain untuk menjadi Presiden Bank Dunia, maka Sri Mulyani, wanita Jawa kelahiran Bandar Lampung, 26 Agustus 1962, yang juga berpredikat wanita paling berpengaruh di dunia ranking 23 versi Forbes 2008 tersebut wajib untuk  dapat mendahulukan kepentingan-kepentingan mereka. Ini adalah bisnis. Bisnis yang kapitalistik. Dalam bisnis global selalu ada politik bisnisnya.

Terlepas dari semua kriteria tersebut di atas, sebenarnya menurut saya, apakah posisinya tersebut menguntungkan atau tidak bagi bangsa dan negara Indonesia. Itulah yang terpenting. Namun jika Sri Mulyani konsisten dengan apa yang ditulis dalam facebook-nya yaitu:  "hidup hanya sementara, lakukan yang terbaik dan berikan yang terbaik buat bangsa, negara, agama, dan keluarga", maka nampaknya sulit bagi Amerika Serikat untuk dapat mempengaruhi visinya. Sebab pilihan antara menggadaikan hidup bagi pihak lain yang mungkin berbeda visi, sementara keinginan untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa, negara, agama dan keluarga juga menggebu, seperti tertulis di akun FB-nya tersebut, nampaknya sulit untuk dikompromikan. Meskipun saya tidak begitu yakin akun Facebook-nya adakah akun resmi Sri Mulyani, karena bisa saja digawangi oleh orang lain.

Entah nantinya jika ada sesuatu yang lain yang dapat membuat kedua pilihan tersebut dapat bersinergi.

Bagaimanapun juga, jika Sri Mulyani mampu memenangkan perebutan kursi World Bank-1 itu merupakan suatu anugerah dan kebanggaan tersendiri bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Sementara bagi yang berseberangan mungkin dapat menjadi sandungan.




2.  Elektabilitas Sri Mulyani dan/atau Prabowo Subiyanto sebagai RI-1

Sri Mulyani beretnis Jawa, meski kelahiran Bandar Lampung. Sebagai etnis dengan jumlah terbanyak di Indonesia, tentu saja sentimen etnis masih dapat berbicara dalam percaturan perebutan RI-1.

Dalam sejarah modern Republik Indonesia, dari 6 (enam) Presiden dijabat oleh 5 (lima) Presiden dari etnis Jawa. Sedang Pak Habibie (yang bukan etnis Jawa) kebetulan waktu itu karena wajib memenuhi amanat konstitusi menjadi pengganti Presiden ke-2 (Soeharto yang dilengserkan) menjadi Presiden ke-3. Jika waktu itu Wakil Presidennya Umar Wirahadikusumah, atau Adam Malik, atau Sri Sultan HB IX, atau Sudharmono, pastilah lain ceritanya.

Dalam perspektif yang lebih detail, dan jika kita mau jujur, sentimen etnis dimanapun juga sering masih sulit ditinggalkan. Taruhlah sebelum Presiden SBY (yang pemilihan Presiden sebelum tahun 2009) masih dilakukan tidak secara langsung (karena dipilih MPR), tokh dengan suara terbatas di dalam MPR masih saja etnis Jawa mendominasi. Apalagi jika pemilihan dilakukan secara langsung dengan melibatkan seluruh rakyat Indonesia. Kekuatan etnis Jawa yang konon terbanyak di Indonesia masih sulit ditandingi.

Dalam pemilihan langsung prestasi atau pesona individual lebih mudah dijual, apalagi ditambah asal etnisnya. Krn secara umum etnis2 di Indonesia, mayoritas memiliki emosi melo-dramatis dibanding rasional.
Bagaimana dengan Pemilihan Presiden dari Perspektif Antropologi Politik?
Untuk Pemilihan Presiden apalagi secara langsung, meski ada Partai Politik yg mengusung, tetap saja sentimen etnis sulit dihilangkan selama tingkat pendidikan rata2 masih rendah. Meski juga sekarang lebih cenderung pragmatis.

Dari 6 Presiden selama ini , 4 Presiden dr etnis Jawa-Mataraman, 1 Presiden etnis dari Jawa Arek yang ada Jawa Mataramannya, 1 Presiden lagi dari Sulawesi. Itupun jadi Presiden krn kebetulan Pak Harto lengser, shg sebagai Wakil Presiden mewarisi jabatan Presiden utk mengembang amanat Undang2 Dasar.

Dari calon yg dijagokan bbrp pihak saat ini muncul nama: 1. Sri Mulyani (Jawa Semarangan-H meski kelahiran Lampung). 2. Prabowo Subianto (Jawa- Mataraman-AA). 3. Ibu Ani Yudhoyono (Jawa Mataraman-AA), 4. Anas Ubaningrum (Jawa-Mataraman-AG), 5. Surya Paloh (Manado-Minahasa). 6. Aburizal Bakrie (Lampung) 7. Pramono Edie Wibowo, adik Ibu Negara yg KSAD ( Jawa Mataraman-AA). 8. Dahlan Iskan (Jawa Mataraman-AE), 9. Joko Widodo (Jawa Mataraman-AD). 10. Hatta Rajasa (Palembang). Nama2 lain belum banyak dibicarakan. Catatan: Nama tersebut di atas ditulis tidak berdasar pada hasil survey, namun lebih pada masukan yang ada di sejumlah media.

Terlepas dari fenomena Golput yg semakin membesar, tetap saja sentimen etnis yg mengemuka, meski tidak ditunjukkan secara vulgar.
Nah saya tetap memegang pilihan bahwa etnis Jawa masih memegangnya krn alasan sentimen etnis dan sifat melo-dramatis yg ada.
Kecuali suara etnis Jawa terpecah2 menjadi beberapa pilihan krn calon Presidennya banyak yg dr etnis Jawa. Nah di sini baru calon Presiden dari etnis non-Jawa bisa tampil.
Tapi saya pesimis juga, karena ada teorema, bahwa etnis non-Jawa selalu saling berebut posisi kedua di bawah etnis Jawa, mengingat anggapan, bahwa mengatasi etnis Jawa sangat sulit. Apakah 2014 lain situasinya? Kita tunggu saja. Semoga ada calon dari non-Jawa yang kuat. Saya akan analisis secara antropologi politik setelah calon2nya jelas dan ditetapkan.

Perlu diketahui, data terakhir jumlah etnis di Indonesia sebelum Sensus Penduduk 2010 adalah (saya belum mendapat data terbaru. Mohon masukan dari anggota milis jika ada data terbaru):

1. Jawa: 86 juta atau 41,7%
2. Sunda: 31,765 juta,15,4%
3. Melayu: 8,789 juta, 4,1%
4. Tionghoa: 7,776 juta 3,7% dr sub-etnis Cantonese, Hakka/Khek, Tiociu/Teochews, Hokkien
5. Madura 6,807 juta, 3,3%
6. Batak 6,188 juta, 3%
7. Bugis 6 juta7n 2,9%
8. Minang 5,569 juta, 2,7%
9. Betawi 5,157 juta, 2,5%
10.Arab 5 juta,
11. Dilanjut Banjar, Banten, Aceh, Bali, Dayak, Sasak, Makassar, Cirebon, Ambon, dst.

Dengan kata lain, dari perspektif Antropologi Politik, etnis Jawa hanya dapat dibendung jika calon RI-1 dari etnis Jawa banyak calonnya. Sehingga suaranya akan terpecah-pecah. Dan itu harus 1 (satu) putaran. Jika sampai 2 (dua) putaran dimana dalam pemilihan Putaran ke-2 melibatkan 1 (satu) calon dari etnis Jawa vs 1 (satu) calon dari etnis non-Jawa, banyak kemungkinan etnis Jawa yang akan menang.

Bagi calon-calon dari non-Jawa, saya sarankan agar mengondisikan agar calon-calon dari etnis Jawa banyak jumlahnya, supaya suaranya terpecah-pecah. Sementara dia wajib membuat solid suara seluruh etnis non-Jawa maupun sebagian etnis Jawa.

Dengan kata lain, jika Sri Mulyani maju sebagai calon RI 1, elektabilitas dari perspektif Antropologi Politik dapat bersaing. Demikian juga Prabowo, Dahlan Iskan, Jokowi, dan lain-lain yang ber-etnis Jawa. Namun jika mereka maju secara bersama-sama, suara mereka mungkin akan terpecah-pecah, yang akan menguntungkan calon dari non-Jawa.

Ingat ketokohan dan sifat melodramatis adalah kunci dari keberhasilannya. Bukan karena partai politik yang mengusungnya, atau karena iming-iming sejumlah uang. Visi dan misi yang biasanya sebagai embel-embel dalam pemilihan tidak akan banyak dilirik, terutama oleh pemilih yang kebanyakan masih banyak yang rendah tingkat pendidikannya. Meski dengan politik uang, dengan semakin meleknya warga negara mungkin apa yang saya sampaikan tetap seperti pandangan saya tersebut di atas.

Di Amerika Serikat saja, yang tingkat pendidikan rata-ratanya sangat tinggi, tokh etnis Irish-lah yang mendominasi Presiden Amerika Serikat.Sekitar 22 dari 44 Presiden-nya dari etnis Irish.

Salam,

Ratmaya Urip