Jumat, 16 September 2011

Bidadari Words: "Krishnamurti"

Thai-Quantum #5 NLP itu Meyelaraskan


Rejeki bukan dicari, tetapi dijemput
Memberi dengan iklas sudah biasa,
menerima dengan iklas.. baru luar biasa
(Oleh Istoto Suharyoto)
 
Pakaianmu tentukan state hidupmu keseharianmu.

Mungkin Anda masih ingat, entah Anda sudah mengalami, hanya membaca dokumen atau cerita dari orang tua Anda, bahwa pada saat negara kita mengalami dampak krisis ekonomi global yang sangat parah beberapa tahun lalu ada orang yang punya ide “Memberikan tangan, menyumbang negara” Ya, idenya menyumbang uang atau emas. Benar, sudah ingat….  Dari mana sebenarnya datangnya ide seperti itu?

Saat semua orang bersikap selalu berbagi,
mana mungkin sebuah negara bisa bangkrut, bukan?
(Krishnamurti Words)
 
Konon, ada sebuah negara di Asia Tenggara ini yang tidak pernah di jajah, karena pada saat zaman jajah-menjajah itu, kerajaannya sangat kuat sehingga Raja mereka justru bersahabat dengan Rajanya para penjajah. Dan salah satu negara seperti itu adalah Thailan yang memiliki budaya sangat kuat, dengan tradisi taat pada Raja.

Saat semua negara terkena dampak resesi ekonomi global, Raja Thai mengajak rakyatnya untuk menyumbang pada negara, dengan memberikan emas atau uang. Sumbangan itu supaya aman dijemput-ambil dan dikelola oleh para Bante (pendeta agama di Thailan), selain karena mereka tidak bakal mencurangi sumbangan rakyat itu, mereka memang sudah punya tradisi menjemput rejeki setiap hari ke rumah-rumah rakyat di sepanjang jalan yang ia lalui.


Saat sudah dipercaya,
semua proses akan jadi cepat.
(Krishnamurti Words)
 
 
Tradisi para Bante ini disebut sebagai Pindapatta, atau dalam bahasa Inggris populer dengan istilah “Giving Hand” Nah dari sanalah ide “Menyumbang negara  di Indonesia” saat itu. Thailan segera bangkit dan pulih menjadi negara kuat. Mengapa di Indonesia tidak jalan? Karena tidak ada tradisi yang mendukung hal itu.
Nah, pagi itu, sebelum pukul 5.00 semua peserta sudah berkumpul di loby hotel. Ini beberapa waktu lalu di dalam sebuah grup diskusi di BBM saya ada yang bertanya, apakah kalau seseorang berpakaian tertentu itu akan membangkitkan perasaan tertentu dan membangun sikap tertentu.

Pakaian mewakili perasaan Anda.
Paling tidak saat itu saja…
(Krishnamurti Words)


Saat itu saya jawab, ya benar, dalam pikiran setiap orang ada persepsi dan makna terhadap banyak hal, termasuk pakaian. Bukankah memang dicitrakan begitu, ada Batman, Robin, Cat Women, dst yang sangat terkenal itu, eh di Indonesia juga banyak, pakaian adat dari berbaga daerah, bahkan wayang dan kethoprak. Setiap orang yang mengenakan pakaian seperti itu, maka dirinya segera mengidentifikasi perilaku tokoh yang pakaiannya ia kenakan, dan segeralah ia menjadi seperti tokoh itu.
Benar saja, pagi itu semua peserta mengenakan pakaian khas Thai warna putih. Dan herannya, mereka semua keluar dari lift sudah meletakkan kedua tangannya di depan dada seperti meyembah… hahaha, yuk foto bareng… teriak seorang peserta, saat mereka beraksi, tangan mereka pun tetap ada di dada seperti itu dan bahkan dengan badan sedikit agak condong ke depan…. “NLP  memang menyelaraskan”, pikir saya…

Keselarasan mendatangkan persamaan.
Persamaan membuat kemudahan.
Kemudahan membuat percepatan.
(Krishnamurti Words)
 
Dengan 2 kendaraan minibus bermerek Toyota, cukup lux, yang kata Mr.Thano mobil-mobil ini buatan Indonesia (Nah lo… mana ada Indonesia Toyota model ini dengan kualitas sebagus begini…) semua peserta di bawa ke sebuah vihara Wat Bowon Monko pada pagi-pagi buta (jadi ingat film-film, hehehe seperti tahanan mau dipindah penjarakan).

Benar saja sesampai di sana, di sambut seorang Bante di halaman tempat tinggal para Bante, yang ternyata adalah seorang yang berasal dari Boyolali-Indonesia, Bante Budi yang sedang belajar Budhisme di tingkat pascasarjana, “Belajar langsung dari budaya terdekat dan aslinya” katanya.
Begitu fajar meremang hendak menyingsing, satu demi satu Bante keluar dengan pakaian khas coklatnya membawa semacam kendil dari tembaga atau besi di gendong di bagian depannya, berjalan keluar vihara. Peserta Thai-Quantum dengan pasangannya diminta untuk ikuti seorang Bante dan belajar dari apa yang dilakukan oleh Bante itu tanpa bicara.

Selaraskan diri Jemput rejeki

Awalnya terasa aneh berjalan tanpa alas kaki, tengak-tengok lihat kiri, lihat kanan di belakang seorang Bante yang jalan membisu dengan pandangan tak lebih dari 3 meter di depannya. Saya segera tersadar dan ingat, saya harus belajar. Maka dengan segera saya lakukan rapport (membangun kedekatan dalam komunikasi) fisiologis, ikuti irama langkahnya, ikuti posisi tubuhnya dan bahkan ikuti irama nafasnya, dan… Oh My God!!! Tidak lebih tiga menit saya lakukan itu, seluruh state (keadaan diri) tubuh saya serasa menjadi seorang Bante yang setiap pagi hari melakukan ritual ini. Perasaan pertama yang muncul adalah… “Bersyukur banged” bahwa selama ini saya hidup lancar dan sehat.

Berikutnya, hmmmm seluruh bulu roma saya berdiri….. betapa sederhananya hidup ini, berjalan menjemput rejeki. Ya, benar. Bante yang saya ikuti ini sedang melakukan ritual Pindapatta, menjemput makanan mereka hari itu persembahan (giving hand) dari masyarakat sekitar.

Jangan sia-siakan makanan yang diterima,
karena itu pemberian dari orang lain…
(Banthe Budi dari Boyolali)

Bersungguh2lah pada pekerjaan Anda saat ini,
karena itu pemberian dari alam semesta…
(Krishnamurti Words)
 
Seorang lelaki tua, membawa tas plastik berisi makanan dan buah, serta ubi rebus, sudah berdiri di pinggir jalan di depan rumah mereka, disampingnya seorang remaja putri. Saat bante lewat, mereka segera melepas alas kaki, membungkukan badan, bahkan anak remaja putri itu berlutut, menyerahkan makanan mereka tanpa memandang sang Bante, dan sesaat kemudian Bante mengucapkan kata-kata yang nampaknya mendoakan mereka sambil berterima kasih. Umat disekitar vihara ini sudah biasa memberi, dengan iklas… dan hebatnya para Bante menerima apapun pemberian mereka juga dengan iklas, luar biasa.

Demikian selanjutnya, seorang ibu dengan amplop yang nampaknya berisi uang, ada ibu-ibu lagi dengan sepotong roti coklat, terus begitu, setiap terjadi peristiwa itu, semakin rasakan betapa bersyukurnya kita ini, sambil bayangkan dan rasakan betapa bersyukurnya orang-orang yang telah berikan persembahan itu, terlebih lagi Bante muda yang saya ikuti ini, tentu sangat bersyukur dicintai umatnya.

Saat ada keikhlasan,
yang memberi jadi menerima,
yang menerima jadi memberi…
(Bidadari Words)
 
Saat kadang kaki saya sesuaikan kembali karena konsentrasi matching terpecah pemandangan lain, tiba-tiba Bante berbalik arah, dan saya minta beberapa tas plastik yang sudah tergantung di beberapa jarinya, setelah berindah ke tangan saya yang kembali ke posisi dada, perjalanan dilanjutkan, berpapasan dengan banyak Bante lain yang diikuti dua orang teman berpakaian putih, ada saja keluarga yang menyerahkan persembahan kepada mereka, ada yang kendilnya sampai penuh, ada juga yang tetap terlihat kosong, namun pandangan mereka tidak berpindah dari jalan dan hanya 3 meter ke depan.

Tiba-tiba Bante yang saya ikuti membelok masuk gang kecil, dan ternyata di ujung gang buntu itu sudah ada 2 ibu yang menanti dengan persembahan mereka. Saya semakin kagum dengan peristiwa yang sedang saya lakukan ini, sadarkan saya betapa sederhanya hidup ini.

Memahami hanya bisa dilakukan saat melakukannya.
(Bidadari Words)
 
Sementara Anda sedang terus ikuti paparan saya ini, mungkin Anda bertanya-tanya, untuk apa sebenarnya kegiatan semacam ini dilakukan. Ya, jangankan Anda, sayapun mempertanyakan sebelumnya. Baru setelah akhirnya Bante kembali sampai ke rumah, dan menyerahkan semua yang diterimanya kepada pengurus Rumah Vihara, saya dipanggil seorang Bante lain yang lebih tua, suruh masuk sebuah ruang tamu yang didalamnya ada berbagai asesori keagamaan. Di sini saya dibuatkan minuman hangat semacam coffeemix khusus untuk saya dan teman saya Cik Yatie. Bante ini ternyata adalah Bante sepuh yang tadi diikuti oleh Rama Ari Wijaya peserta lain dengan pasangannya yang sudah berada di ruangan itu.

Sambil menunggui dibuatkan minum, dan beberapa teman peserta lain juga berdatangan, kami memperbincangkan bagaimana pengalaman tadi, barulah saya memahami lebih dalam lagi apa makna kegiatan ini bagi para Bante dan buat saya.

Menyiapkan segelas kopi dengan ikhlas dan kesungguhan,
sungguh membuat wangi kopi menjadi sangat harum…
(Bidadari Words)
 
Apa makna Pindapatta ini bagi para Bante, ikuti saja tulisan berikutnya, di sini saya mau sampaikan kepada Anda mengenai pelajaran apa yang saya dapatkan. Seperti pada tulisan sebelumnya, NLP adalah ilmu memodel, maka dengan serta merta saya memodel habis Bante yang saya ikuti dan saya dapatkan state nya, saya sangat bersyukur dapat mersakan ini semua.

Saya terbantu dengan kompetensi NLP (P-nya berarti Programmer) yang saya miliki, karena dengan serta merta saya dapat selaras dengan atmosfere, energi, situasi dan keadaan pagi itu di sebuah vihara dan lingkungan umatnya, NLP itu menyelaraskan.

Lebih dari itu, saya jadi menemukan sebuah keindahan kesadaran baru, rejeki tidak dicari, tetapi dijemput…, lebih jelasnya bagaimana …. Siap-siap baca tulisan berikutnya ya…

Salam selalu sehat dan semakin sukses

Jogjakarta, 23 Agustus 2011

Istoto – Peserta Tertua Thai-Quantum

NB: Tulisan di atas adalah murni tulisan Mas Istoto, bagian “Bidadari Words” atau “Krishnamurti Words” juga “Ha ha ha Words” tambahan dari saya. Mas Istoto adalah salah seorang Motivator yang akan bersama Anda dalam Workshop: “Quantum TranceMotivator”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar