Hore, Hari Baru! Teman-teman.
Coba perhatikan baik-baik, apakah ada  yang aneh dengan judul artikel ini? Sekalipun tidak terlalu aneh, tetapi  tidak lazim. Saya sendiri tidak pernah mendengar nasihat atau kuliah  kepemimpinan yang membicarakan topik tentang memuliakan bawahan.  Kata-kata itu meluncur begitu saja seolah ada tangan yang sengaja  menjatuhkannya dari langit lalu secara akurat mendarat diatas kepala  saya yang nyaris plontos. Tanpa ada yang menghalangi, dia merasuki otak  saya lalu mencair dan mengalir melalui seluruh jaringan syaraf menuju ke  sekujur tubuh saya. Seolah terkena sengatan setrum listrik, seluruh sel  didalam setiap organ tubuh saya tertegun. Mengapa harus memuliakan  bawahan? 
Jika Anda bertemu orang yang jabatannya  lebih tinggi; sangat mudah menghormati mereka. Tetapi, sungguh sangat  sulit untuk menghormati bawahan. Jika Anda bertemu dengan pelanggan,  maka Anda bersikap seramah mungkin kepada mereka, bukan? Anda melayani  apapun yang diinginkannya dengan wajah penuh senyum dan semangat  keikhlasan yang paling tinggi sampai pelanggan itu pulang. Setelah itu,  Anda kembali ke ruang kerja dimana disepanjang koridor yang Anda lintasi  ada banyak anak buah dilewati. Selama melintas itu sebagai atasan  merasa memiliki derajat yang lebih tinggi karena memang kita ini adalah  bos. Anda tidak demikian? Bagus sekali. Sekarang, tinggal bagaimana  melakukannya secara konsisten. Dan untuk bisa konsisten, kita perlu  terus melatih diri.  Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memuliakan bawahan, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini:
1.      Tanpa mereka, kita bukan siapa-siapa.  Coba ingat-ingat kembali suasana ketika beberapa orang yang Anda pimpin  tidak masuk kantor karena sakit, atau cuti, atau alasan lainnya.  Bagaimana Anda menangani tugas-tugas yang mereka tinggalkan? Apakah Anda  bisa memperoleh data-data yang diperlukan secepat seperti bisanya?  Apakah team Anda bisa menyelesaikan penugasan sama banyaknya? Apakah  group Anda bisa meraih pencapaian yang sama tingginya? Apakah Anda bisa  melayani pelanggan yang sama banyaknya? Setinggi apapun  jabatan kita, tidak memiliki banyak makna tanpa  kehadiran orang-orang yang kita pimpin yang selama ini menentukan  keseluruhan kinerja yang kita raih. Itu membuktikan bahwa tanpa mereka,  kita ini bukan siapa-siapa.
2.      Pelangganpun tidak lebih penting dari bawahan. Apakah  pelanggan penting? Tidak diragukan lagi. Lantas, apakah bawahan kita  sedemikian pentingnya? Oh, itu benar, meski belum disadari banyak  atasan. Sekarang, bayangkan seandainya orang-orang yang kita pimpin  tersakiti hatinya oleh perilaku kita. Dapatkah mereka  melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya? Jika suatu saat Anda  mendatangi suatu kantor, lalu orang di kantor itu memperlakukan Anda  sebagai pelanggan dengan cara yang tidak patut; maka bisa dipastikan  jika orang itu tidak diperlakukan dengan baik oleh  atasannya. Sungguh, perilaku melayani pelanggan dengan buruk seperti  itu pulalah yang akan diterapkan oleh anak buah kita jika sebagai atasan  kita tidak memperlakukan mereka dengan baik. Jadi meskipun pelanggan itu penting, mereka tidak lebih penting dari bawahan untuk kita muliakan dengan sama baiknya.
3.      Merekalah yang paling berjasa pada karir kita.  Selama bekerja, saya mengalami kenaikan jabatan yang relatif cepat.  Selama itu pula saya menganggap bahwa saya ini orang yang hebat.  Terbukti dengan tangga karir saya yang terus melesat. Padahal, tidak ada  satupun pencapaian karir yang benar-benar kita raih sendiri.  Jika jabatan Anda naik lagi, itu tentu karena prestasi kepemimpinan  Anda pada posisi sebelumnya. Tetapi coba perhatikan sekali lagi,  bagaimana Anda bisa meraih  semua pencapaian itu? Bukankah semua terjadi karena kerja keras  orang-orang yang Anda pimpin? Jadi jika ada orang yang paling berjasa  dalam memajukan karir Anda, maka para bawahan Anda adalah orangnya. 
4.      Sumber kerendahan hati yang tinggi. Jika  kita santun kepada orang yang lebih tinggi, maka itu sama sekali  bukanlah ciri kerendahan hati. Itu bisa dengan mudah dilakukan baik  dengan sukarela ataupun terpaksa. Tetapi, santun kepada orang-orang yang  lebih rendah merupakan tantangan kelas tinggi.  Kenapa gue  mesti sopan pada anak buah? Untuk sekedar sopan saja rasanya kok tidak  logis, ya? Apalagi untuk melakukan sesuatu yang lebih dari itu. Maka  menjelmalah hidup kita menjadi ironi bagi ilmu padi; semakin berisi,  semakin merunduk. Kita? Semakin berisi, semakin  tinggi hati. Entah mengapa. Yang jelas, begitu kita naik jabatan,  rasanya derajat kita memang sudah lebih tinggi dari mereka. Lalu kita  dibisiki oleh kata hati dan perilaku yang merendahkan. Padahal, rendah  hati kepada mereka menunjukkan budi pekerti yang tinggi.
5.      Bukan ‘melayani atau dilayani’, tapi ‘saling melayani’.  Kepemimpinan egaliter dicirikan oleh adanya kesamaan derajat dan harkat  martabat antara atasan dengan bawahannya. Banyak pemimpin yang lupa  melayani, karena memposisikan dirinya untuk terus dilayani. Meski sudah  menjadi tugas bawahan untuk melayani atasannya, tetapi atasannya juga  berkewajiban untuk melayani kebutuhan dan hak-hak para bawahan. Kita  sering merasa sudah menjadi pemimpin yang baik. Padahal tak seorang pun  bisa menjadi pemimpin yang baik seperti klaim pribadinya jika tidak mau  melayani bawahannya. Apakah Anda pernah mendengar  sekelompok bawahan yang mengajukan mosi tidak percaya kepada atasannya?  Atau sekedar tidak menaruh rasa hormat? Itu adalah indikasi bahwa  kemuliaan seorang atasan sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk  memuliakan bawahannya. Mengapa? Karena atasan dan bawahan ada untuk  saling melayani.
Jika  hari ini Anda masuk kantor dan bertemu dengan bawahan Anda, maka cobalah  ubah cara pandang Anda pada mereka. Mulai sekarang, posisikan diri Anda  setara dengan mereka, dan mulailah untuk lebih banyak melayani mereka.  Selama ini, mereka sudah banyak melayani Anda. Saatnya Anda untuk  membalas semua pelayanan mereka dengan kemuliaan yang Anda bangun untuk  mereka. Percayalah, orang-orang yang Anda pimpin itu akan secara refleks  dan sigap membalas perlakuan agung Anda kepada mereka dengan pelayanan  dan kesetiaan yang jauh lebih tinggi dari mereka. Dan Anda, akan menjadi  pemimpin yang bukan sekedar ditakuti, dipatuhi atau diikuti. Anda, akan  menjadi pemimpin yang mereka rindukan dan cintai.  
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman – 12 September 2011
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (jadwal terbit Oktober 2011)
Catatan Kaki:
Jika para bawahan berdoa untuk para atasannya, maka pasti isi doanya sangat ditentukan oleh perlakuan atasannya kepada mereka.
Jika pertanyaan-pertanyaan Anda belum mendapatkan jawaban dari saya, silakan untuk mengeceknya di  Frequently Asked Question (FAQ) dalam website kami.
Silakan  di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain. Tapi  tolong, jangan diperjualbelikan ya. Dan tolong, indahkan norma umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar