Jumat, 16 September 2011

DIGITAL MARKETING 3.0 TO EFFECTIVE MARKET

Oleh:  Rky Refrinal Patiradjawane

Dalam beberapa hari belakangan ini saya sangat intens membaca dan mempelajari sebuah tulisan yang diposting di milist ini secara intens dalam beberapa kali oleh seorang member dengan latar belakang kepraktisian yang sebenarnya masih belum terlalu lama, jika dilihat dari sisi umur.  Namun jika melihat cara beliau mengulas materi tersebut maka dapat saya katakan bahwa beliau telah memenuhi kualifikasi sebagai seorang praktisi yang berfikir melebihi masanya.
Thomas Joseph mengulas dengan sangat sederhana namun cerdas tentang Digital Marketing 3.0 dan ulasan tersebut sangat dalam, terukur, memiliki visi dan sangat memenuhi kriteria sebagai tulisan yang dapat dijadikan sebuah referensi oleh seluruh kalangan praktisi di negeri ini, termasuk para pembelajar yang memiliki visi sebagai seorang praktisi handal di masa depan.
Ketika Kim memperkenalkan konsep ‘Blue Ocen Strategy’ pada awal 2006, hampir seluruh praktisi di negeri ini menyambutnya dengan gempita euforia dan berlomba-lomba menerapkan konsep tersebut diperusahaan, bahkan konsep ini berhasil merevisi lebih dari 70 persen strategi pemasaran perusahaan menengah keatas di negeri ini.  Begitu banyak investasi ditanamkan untuk mengaplikasikan konsep ini, namun kenyataan lain menunjukkan dikemudian hari bahwa hampir seluruhnya perusahaan yang mencoba mengaplikasikan ini mengalami kegagalan bahkan dapat dikategorikan sebagai sebuah ‘investasi yang terlanjur’ dengan return on investment mendekati nol persen.
Jika kita telaah lebih jauh maka sebenarnya dengan kemampuan kepraktisian yag teruji dan terukur, kegagalan aplikasi ini dapat ditelusuri dengan sangat mudah karena sifatnya yang sistemik dan kefatalan ini lebih disebabkan oleh keliru pemahaman, keliru formulasi dan keliru implementasi sehingga seluruhnya dapat dikategorikan pada ‘kekeliruan yang direncanakan dengan matang’
Dalam beberapa kesempatan saya diminta untuk menjadi konsultan di beberapa perusahaan yang mengalami kendala dalam pemasaran yang menyebabkan perusahaan tersebut sangat sulit mencapai target bahkan target itu sudah menjadi keniscayaan, bahkan jangankan mencapai target, untuk mencapai break event point saja sudah sulit. Padahal mereka sudah memiliki atribut yang cukup untuk sustain di pasar diantara produk yang baik, harga yang marketable, promosi yang cukup, distribusi yang merata, segmentasi yang terukur, target market yang defenitif dan positioning yang jelas.  Namun kenapa sangat sulit untuk meningkatkan pencapaian dalam penjualan? Bahkan berbagai upayapun dilakukan ternyata sulit mendekati target. 
Dari berbagai audit  manajemen yang dilakukan teryata sebagian besar bahkan mendekati seluruhnya keliru dalam memahami setiap tool dalam marketing sehingga menghasilkan matriks-matriks yang salaf fatal, sehingga dapat ditebak bahwa dalam penerapannya pun sudah pasti bermasalah.  Inilah efeknya jika praktisi itu ‘terlalu akademisi’ dan ‘terlalu sering menjadi pengamat’ serta tidak pernah melakukan eksplorasi atas berbagai alat uji dan evaluasi strategik, sehingga keseluruhan parameter dan variabel yang digunakan hampir tidak related dengan real condition of market.  Dari kondisi yang ada saya bahkan berani menarik hipotesa bahwa hampir 80 persen manager tidak paham membuat SWOT namun melakukannya, 85 persen tidak paham membuat BCG Matriks namun melakukannya, dan 90 persen tidak paham membuat potfolio produk dengan Matriks GE namun tetap melakukannya.  Kekeliruan ini berlangsung secara berkesinambungan dan menyebabkan kesalahan itu menjadi kian sistemik dan butuh waktu, tenaga dan biaya untuk mengembalikan kondisi perusahaan yang tersesat ke kondisi awal.  Dengan kenyataan ini dapatkah anda bayangkan kebingungan yang dialami oleh distribution channel termasuk manpower perusahan itu dilapangan? Sedangkan perusahan di kantor pusat yakin bahwa iklan yang dipasang di berbagai media baik media cetak maupun elektronik sudah efektif.
Kondisi inilah yang menjadi indikasi awal bahwa ‘kegagalan aplikasi Blue Ocean’ di Indonesia dikarenakan terjadinya kekeliruan dalam pemahaman dan kekeliruan dalam penerapan, sedemikian rupa sehingga kondisi itu menjadi serba terbalik karena dalam sekejap samudera bitu itu menjadi merah berdarah-darah, bahkan dapat dikatakan di Indonesia semua samudera itu merah darah dan tidak ada menyisakan sedikitpun warna biru di samudera.  Kenapa demikian? Inilah fenomena yang mengungkapkan fakta bahwa di negeri kita banyak sekali produk subtitusi, pasar yang gagal membuat segmentasi, gagal membangun image produk dan yang paling mendasar adalah kegagalan perusahaan meyakinkan konsumen bahwa produk mereka adalah produk yang memenuhi espektasi.
Related dengan Digital Marketing 3.0 maka saat inipun sedang dikembangkan konsep New Wave Marketing 3.0 dimana seorang marketer tidak hanya mampu membaca espektasi pelanggan, namun sudah mulai memperhatikan kecemasan, kerisauan, kegelisahan, impian, kemarahan, kekecewaan dan kepribadian pelanggan sehingga perlu diciptakan sebuah konsep marketing yang memiliki personality dan karakteristik yang kuat, sedemikian rupa sehingga brand personality similar dengan  customer personality, dan korelasi kedua ini akan mengakibatkan sebuah efek ‘tidak ada alasan bagi pelanggan untuk melakukan penolakan atas produk yang ditawarkan’ karena produk yang diciptakan adalah solver melebihi espektasi.
Era digital marketing 3.0 didesain untuk lebih menghargai privacy pelanggan dan berbagai hasil riset menyatakan secara sahih bahwa pada segmented customer, transaksi digital meningkat melebihi pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, bahkan mencapai pertumbuhan melebihi 200 persen setiap tahunnya, demikianpun perilaku digital pelanggan yang mengakibatkan hal-hal yang bersifat konvensional akan terevolusi dan lama-kelamaan akan hilang ditelan masa.  Salah satu indikasi yang menunjukkan hal ini adalah peningkatan kepemilikan IPAD, Playbook, Galaxy Tab dan produk sejenisnya yang mendominasi kepemilikan segmented customer tadi.  Fenomena ini harus diterima sebagai kenyataan oleh banyak penerbit surat kabar untuk melakukan pengembangan produk karena surat khabar konvensional tidak lagi mewakili karakteristik dan personality pengguna tablet, yang lebih memilih membaca majalah digital dan surat khabar digital seperti kompas.com, detik.com dan media elektronik digital lainnya.  berbagai risetpun menguatkan bahwa hanya kurang dari 23 persen pada tahu  ini pengguna Tablet membaca majalah dan surat khabar konvensional, dan jumlah ini menurun drastis dari perilaku tahun 2010 yang jumlahnya masih di kisaran 61 persen.  Berbagai alasan menjadi mengemuka pada perubahan pola perilaku ini, diantaranya ingin mengikuti perubahan dalam hitungan detik karena bagi mereka setiap informasi yang terjadi harus egera diketahui saat ini juga dan bukan dibaca besoknya jika mengikuti pola terbitnya surat khabar, bahkan majalah yang terbitnya pada durasi yang lebih lama.   Promosi yang intens dengan menurun harga langganan untuk mempertahankan pasar serta hadiah-hadiah ternyata terbukti tidak cukup mampu menahan laju penurunan oplah surat khabar dan majalah dengan sangat signifikan, berbanding terbalik dengan laju pembaca koran dan majalah digital yang kian mampu mendefenisikan produk dan pelanggannya.
Uraian ini menggambarkan bahwa mungkin makin lama setiap orang akan menyesuaikan diri dengan teknologi, karena produk subtitusi dari produk-produk Tablet dari Samsung, Apple dan Blackberry pun bermunculan, sehingga era digital makin tidak terbendung dan akan menyasar hampir setiap segment kalangan konsumen dinegeri ini.
Digital marketing 3.0 tentunya akan menjadi sebuah alternatif utama yang mampu menjadi acuan dan referensi utama bagi setiap perusahaan untuk mendefenisikan kembali produknya, medefenisikan kembali pelanggannya dan merekonstruksi kembali visi, misi dan tujuan perusahaan menuju kearah re-segmentasi, re-targeting, re-positioning dan re-image sehingga New Wave Marketing 3.0 akan menjadi tujuan akhir dan akan masa depan produk dan perusahaan akan semakin jelas karena setiap perusahaan dapat merencanakan pasar, merencanakan laba, break event customer, break event point, return on investment bahkan return on equity tanpa presisi.
Mungkin sudah waktunya bagi kita memberikan apresiasi kepada rekan kita Thomas Joseph yang berusaha memberikan pemahaman pada kita tentang konsep ini secara langsung pada sebuah forum terbuka, sehingga kita bisa mendapatkan pemahaman secara menyeluruh tentang Digital Marketing 3.0 serta aplikasi dan implikasinya bagi masa depan perusahaan.

Salam Hangat,
If you want something you’ve never had, you must be willing to do something you’ve never done.

Rky Refrinal Patiradjawane

Tidak ada komentar:

Posting Komentar