Kamis, 22 September 2011

Lepaskan Training Wheel Sepeda Kehidupan Anda!

Oleh:  Dadang Kadarusman

Hore, Hari Baru! Teman-teman.
                                                                                              
Siapakah diantara Anda yang belum bisa mengendari sepeda? Adakah? Hmmh, membayangkan nikmatnya bersepeda dimasa kecil, tampaknya kita semua sudah harus belajar kembali bersepeda. Lho? Kalau sudah bisa, mengapa kita mesti belajar bersepeda lagi. Mungkin, kita memang sudah bisa ‘bersepeda’ dengan baik. Tetapi, apakah kita juga sudah bisa mengendarai ‘sepeda kehidupan’ ini dengan sama baiknya? Saya pribadi, merasa belum benar-benar mahir. Oleh sebab itu, saya memang butuh belajar untuk menaiki sepeda kehidupan ini agar bisa semakin menyatu dengannya. Menikmati setiap kayuhannya. Merasakan setiap lekuk likunya. Dan menuntaskan keseluruhan perjalannnya dengan segenap potensi diri yang terdayagunakan. Itu adalah cita-cita pribadi saya. Apakah Anda memiliki cita-cita yang sama?
 
Saat usianya 3 atau 4 tahun anak lelaki kami mendapatkan sepeda yang dilengkapi dengan training  wheel (roda tambahan untuk latihan). Roda tambahan itu memungkinkannya untuk mengendarainya dengan mudah dan aman. Anak-anak tidak perlu takut jatuh. Orang tua juga tidak usah menjagai mereka. Maka mulai saat itu, anak saya bisa menikmati masa bermain sepedanya. Sedangkan saya merasa semuanya baik-baik saja. Tenyata keadaan tidak selamanya baik-baik saja. Mengapa? Karena sampai usia 7 tahun dan duduk dikelas 2 SD dia belum juga bisa mengendarai sepeda roda dua. Padahal, tubuhnya sudah lebih tinggi dari sepeda itu. Ketergantungannya kepada roda tambahan itu menjadikan dia takut untuk  mencoba sesuatu yang sebenarnya sudah bisa dilakukannya. Bukan hanya anak kecil yang begitu. Dalam hidup, kita sering juga terjebak oleh ketakutan serupa itu. Ketergantungan kita pada sesuatu atau seseorang menyebabkan kita kehilangan daya diri. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar melepaskan roda tambahan dalam sepeda kehidupan, saya ajak memulainya dengan mempraktekkan 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini:


 
1.      Percayalah pada kemampuan Anda sendiri.


Masalah utama kita bukanlah tidak mampu melakukan sesuatu, melainkan tidak percaya jika sebenarnya kita mampu melakukannya. Karena selama ini kita selalu diback up oleh atasan, orang tua, teman, sahabat dan orang-orang dekat; maka kita kehilangan keyakinan kepada diri sendiri. “Aduh, gimana dong? Kalau tidak ada dia kan berabe?!” lalu kita pun panik. Kemarin sore, training  wheel itu akhirnya di lepas juga. “Ayo, Yah. Pegangi sepedaku!” begitu anak saya berteriak. Cukup lama saya meyakinkan bahwa dia tidak butuh saya untuk memegangi sepedanya. Dengan wajah tegang, dia pun mulai mengayuh. Ajaib! Dia bisa mengendarai sepeda roda 2 itu sejak pertama kali mengayuhnya. Mengapa saya sedemikian yakin tentang hal itu sejak awal? Karena lututnya menekuk, pertanda tinggi badannya sudah lebih dari cukup untuk sekedar menguasai sepedanya. Orang dewasa seperti kita sering merasa belum mampu melakukan sesuatu. Padahal, ‘tinggi badan’ kita sudah melampaui syarat minimal untuk menguasainya tanpa perlu takut gagal. Sungguh, begitu banyak hal dalam hidup kita yang sebenarnya sudah bisa kita lakukan secara mandiri, namun kurang nyali. Maka mulai sekarang, percayalah kepada kemampuan diri Anda. Dan mulailah untuk mengendarai ‘sepeda roda dua’ kehidupan Anda.


 
2.      Bertemanlah dengan orang-orang pilihan.


Sudah sejak 2 tahun lalu saya mendorongnya untuk melepaskan training  wheel. Tapi tidak pernah berhasil. Dia selalu menolaknya dengan beribu alasan. Tiga hari terakhir ini, dia sendirilah yang merengek agar roda kecil itu dilepas. Mengapa tiba-tiba saja dia menjadi begitu antusias? Teman-temannya. Ada belasan anak seusianya yang sekarang berada dalam lingkaran pergaulan anak saya di tanah kosong sebelah rumah. Tak satupun dari mereka masih menggunakan training wheel. Mereka bilang;”Zufarht, lepasin roda kecil kamu itu!”. Bergaullah dengan orang-orang yang bisa mendorong proses pemberdayaan diri Anda. Bahasa kerennya; follow only carefully selected people. Rajin-rajinlah membaca tulisannya, atau mendengarkan pembicaraannya. Bukalah hati Anda dengan insight dan inspirasi yang ditebarkannya. Dan, kurangi waktu yang Anda alokasikan bersama mereka yang sama sekali tidak mendorong Anda untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Pindahkah ‘frekuensi Anda’ dan arahkan ‘antena’ batin Anda kepada orang-orang pilihan yang Anda nilai bisa memberi energy positif untuk menghidupkan mesin petualangan Anda dalam proses pemberdayaan diri. Bertemanlah, dengan orang-orang pilihan.


 
3.      Ambillah tanggung jawab secara bertahap.


Berapa banyak orang di kantor Anda yang menghindari tanggungjawab melebihi ‘kebiasaan’ sehari-harinya? Kemungkinan besar; banyak sekali. Kebanyakan orang kan lebih suka bermain aman dengan tanggungjawab yang ringan. Padahal, tanggungjawab yang ringan itu laksana sepeda yang dipasangi training  wheel. Hanya cocok untuk mereka yang masih belajar. Anehnya, semakin bertambah usia kita, semakin besar keinginan kita untuk hanya bermain dengan tanggungjawab yang kecil. Kita jarang menyadari jika sebenarnya hal itu membuat jiwa kita kerdil dalam ukuran badan yang besar. Jika Anda ingin mengembangkan dan membesarkan jiwa dan kapasitas diri Anda, maka tidak ada jalan lain selain belajar mengambil tanggungjawab yang besar. Tidak perlu langsung yang besar sekali. Bertahap saja dengan penambahan sedikit-sedikit. Mengapa? Karena sepeda tanggungjawab yang terlalu besar berpotensi menjatuhkan Anda pada kayuhan pertama. Jika itu terjadi, Anda mungkin akan langsung berhenti. Sedangkan tanggungjawab yang dibesarkan secara bertahap membantu Anda meningkatkan kepercayaan diri secara progresif hingga Anda lebih termotivasi untuk terus tumbuh. Maka Ambillah tanggung jawab yang Anda besarkan secara bertahap.


 
4.      Pahamilah resiko terbesarnya.


Apa sih resiko terbesar seseorang yang baru belajar naik sepeda roda dua? Tertabrak bulldozer? Ya tidaklah. Menabrak pagar rumah orang. Menyeruduk semak belukar. Apa lagi? Kecemplung kolam atau terperosok kedalam selokan. Apa sih resiko terbesarnya jika Anda berani memberdayakan diri sendiri? Diterkam harimau? Ya tidaklah. Diomeli atasan. Ditertawakan teman. Apalagi? Penghasilan yang berkurang untuk sementara waktu. Jika kita mengetahui resiko terbesarnya, maka kita bisa bermain juggling; jika resiko terbesar itu benar-benar terjadi apakah kita masih bisa menanggungnya? Mungkin memang ada hal-hal yang bisa menyebabkan kita benar-benar beresiko diterkam harimau. Tapi, sebesar apa sih kemungkinannya jika kita mendekati harimau itu di Taman Safari dalam caravan yang aman? Perhatikanlah, bahkan resiko terbesar yang paling menakutkan sekalipun masih bisa diantisipasi. Padahal, dalam usaha untuk memberdayakan diri; nyaris tidak ada resiko yang benar-benar sangat membahayakan jiwa Anda. Paling-paling hanya perasaan tidak nyaman, atau berkurangnya kenikmatan hidup untuk sementara waktu. Namun setelah semuanya berhasil ditaklukkan, yang tinggal bersama kita bukanlah semua resiko itu. Melainkan kepuasan dan standar kehidupan yang setingkat lebih tinggi dari sebelumnya. Maka pahamilah resiko tertingginya. Dan tempuhlah jalannya.


 
5.      Asahlah detail keterampilannya.


Tidak ada keterampilan baru yang didapatkan begitu saja. Kita perlu mengasahnya terus menerus sampai menjadi kemampuan yang benar-benar tajam. Anak lelaki saya, sudah bisa mengebut pada 5 menit pertama proses belajarnya. Masalahnya, dia belum bisa mengkoordinasikan gerakan tangan, kaki dan matanya. Walhasil, dia tidak bisa mengerem dengan baik ketika melihat suatu obyek yang menghalangi jalannya. Maka kaki panjangnya turun ke aspal untuk menghentikan laju sepedanya. Nah, soal inilah yang harus saya latih bolak balik. Sesekali saya kasih jempol saat dia mengehentikan sepeda dengan rem yang benar. Dan saya menegurnya, ketika kakinya dialihfungsikan menjadi rem kepanikan. Anda membutuhkan serangkaian proses pelatihan untuk memperbesar jiwa, dan mempertajam kemampuan. Tanpa itu, maka Anda tidak akan benar-benar bisa memberdayakan diri. Bersyukur jika perusahaan Anda menyediakan sarana pelatihan yang memadai. Maka gunakanlah itu sebaik-baiknya, bukan menjadikannya sekedar ‘libur’ dari tugas harian di kantor. Tapi jikapun perusahaan Anda tidak menyediakan fasilitas pelatihan formal, belajarlah menginvestasikan untuk pengembangan diri Anda. Meskipun hanya bisa membeli buku. Sekarang, bahkan tanpa harus membayar pun Anda masih bisa mendapatkan akses kepada situs inspiratif yang tanpa lelah mengingatkan Anda untuk selalu mengasah keterampilan.  
 
Setiap pribadi memiliki potensi diri yang tidak sama dengan orang lain. Tuhan sengaja mendesainnya agar kita bisa saling melengkapi. Proses saling melengkapi itu akan timpang jika kita masih belum mampu memberdayakan diri sendiri. Ini adalah saatnya bagi kita untuk mengambil peran pribadi dalam kehidupan yang kita jalani. Dan kita bisa memulainya dengan melepaskan training wheel yang selama ini tanpa kita sadari terus menopang semua pencapaian dalam hidup kita. Yuk, marrri….
 
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman – 8 September 2011
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” (jadwal terbit Oktober 2011)                                   
 
Catatan Kaki:
Sudah saatnya melepaskan diri dari ketergantungan kepada orang lain, dan mulai memberdayakan diri.
 
Jika pertanyaan-pertanyaan Anda belum mendapatkan jawaban dari saya, silakan untuk mengeceknya di  Frequently Asked Question (FAQ) dalam website kami.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain. Tapi tolong, jangan diperjualbelikan ya.

Rabu, 7 September, 2011 20:16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar